Kanker Nasofaring/Karsinoma Nasofaring (KNF) Membunuh Dengan Perlahan (Part 7)

Setelah sampai di rumah sakit, saya menemani suami ke Poli THT, sementara abang dan ayah mencari tempat parkir. Kami memisahkan diri karena tidak diizinkan masuk beramai-ramai. Suasana Poli THT selalu ramai, setelah cek tensi dan berat badan, suami memilih menunggu di area luar yang agak sepi.

Dengan setia saya menunggu panggilan dari asisten dokter. Butuh waktu yang lama Kami mengantri, hingga Kami dipanggil. Ketika masuk ke ruangan dokter, dokter sempat heran karena kemunculan saya. Dokter kembali menjelaskan kondisi suami, “Berdasarkan hasil Diagnosa awal serta hasil endoskopi, suami ibu diduga mengidap KNF.” Saat memberikan penjelasan dokter juga menjelaskan dengan gambar posisi dari nasofaring itu sendiri. Hanya saja saya yang tidak begitu paham akan istilah Bahasa kedokteran itu sendiri. Setelah memberikan penjelasan yang sangat detail, dokter pun kembali berkata,”Agar lebih meyakinkan bapak ibu, Sebaiknya dilakukan CT-SCAN.”

Kami telah siap dengan segala kemungkinan yang muncul, apapun yang dokter sarankan akan kami jalani demi kesembuhan suami. Setelah berdiam sejenak, suami pun angkat bicara, Baik dokter, saya akan menjalani CT-SCAN.” Setelah mendengar jawaban suami, dokter pun kembali memberikan penjelasan rinci dan memberikan gambaran seberapa persen kesembuhan yang akan dicapai jika mengikuti prosedur pengobatan secara medis.

Saya bersyukur sekali dokter tidak segan-segan menitipkan nomor HP pasien beliau yang telah menjalani pengobatan yang sama dan sembuh. Cara dokter tersebut secara tak langsung menambah semangat kami untuk terus berobat. Setelah konsultasi dan meresep obat, kami pun disarankan mengurus Surat menyurat untuk kebutuhan CT-SCAN dengan menemui asisten dokter.

Kami pun melangkah ke bagian radiologi setelah mendapat arahan nya. Apa yang kami lakukan di sana? Kami mengurus surat rujukan di mana CT-SCAN akan dilakukan. Kenapa CT-SCAN tidak dilakukan di rumah sakit ini? Alasan nya dikarenakan alat tersebut rusak. Setelah menunggu sesaat, Kami pun dipanggil. Kembali petugas menjelaskan beberapa hal yang harus dilakukan berikutnya. Hal pertama adalah meminta tolong memberikan semacam nota atau bukti yang harus disatukan dengan paket berobat yang kami tinggal di bagian TPO. Yang kedua, beliau mengingatkan untuk melakukan cek darah di Laboratorium rumah sakit ini untuk menghindari miskomunikasi dengan pihak rumah sakit rujukan.

Setelah selesai, saya pun membawa suami menuju ruang laboratorium untuk cek darah. Sambil menuju ke sana, saya mampir ke TPO untuk menyerahkan nota dari bagian Radiologi, selanjutnya saya pun meminjam paket tersebut untuk kebutuhan cek darah. Tidak ada kesulitan yang berarti kami temui. Ketika sampai di depan laboratorium, secara kebetulan ketemu dengan abang dan abak yang menuju Mushola. Mereka pun menunggu kami di sana.

Setelah mendaftar, kami juga harus menunggu untuk dipanggil dan sesaat Kemudian suami pun dipanggil. Untuk mendapatkan hasil lab, kami harus menunggu lebih kurang satu jam sama hal nya dengan pengambilan obat.

Satu jam adalah waktu yang sangat lama. Agar suami bisa beristirahat, kami menyusul abang dan abak ke Mushola untuk melakukan ibadah sholat Zuhur, sekaligus untuk beristirahat melepas penat. Karena sudah siang dan perut mulai bernyanyi, abak mengajak kami makan. Berhubung suami tidak bisa mengunyah, secara otomatis suami hanya beristirahat di Sana. Untuk menghilangkan lapar beliau saya pun memesan jus alpokat.

Setelah menghabiskan lebih kurang 30 menit untuk makan siang, saya pun kembali ke TPO dan Alhamdulillah obat sudah Ada. Begitu pula dengan hasil lab.Selanjutnya Kami menyusuri koridor rumah sakit menuju Mobil Karena kami harus menuju rumah sakit rujukan.

Menghabiskan waktu lebih kurang 15 menit menuju rumah sakit rujukan. Ini adalah kali kedua saya ke sini. Yang pertama ketika bezuk suami rekan kerja dan yang kedua hari ini bersama suami. Untuk aturan rumah sakit ini sangat ketat dan disiplin Mereka sangat mengutamakan ketenangan pasien. Untuk bezuk pun mesti bergiliran sehingga tidak menimbulkan keramaian. Kami disambut oleh satpam dan dibantu membawa dan mendorong suami di kursi roda sampai ke bagian pendaftaran sekaligus membantu mengambil no antrian. Saya sangat mengaprisiasi pekerjaan satpam tersebut.

Selanjutnya, mengantri. Antrian yang luar biasa lama kami alami, karena banyak prosedur intern yang harus diselesaikan mereka. Akhirnya nama suami pun dipanggil. Saya bergegas menghampiri petugas kemudian diminta menyerahkan atau meminjam rujukan beserta KTP suami. Setelah selesai kamipun diminta langsung menuju ruang Radiologi. Sesampai di ruangan yang dimaksud, Kami pun menyerahkan lembaran berkas dan diminta menunggu. Memang dibutuhkan kesabaran ekstra untuk menunggu dalam waktu yang lama.

Selama berurusan dengan keluar masuk rumah sakit, baru Kali ini saya merasa sedikit aneh, petugas nya tidak seramah petugas lainnya. Batin saya berkata mungkin pekerjaan nya membuat dia seperti itu atau memang itu adalah ciri khas atau kharakter nya beliau. Karena kami sadar Kami menumpang di sini, kamipun harus setia menunggu.

Yang menggelikan hati ini adalah abang malahan sengaja bertanya dan mengajak dia ngobrol perihal tindakan dan takaran dosis obat yang harus dimasukkan. Meskipun jengkel Beliau pun berusaha menjawab dengan sopan. Sebenarnya tujuan abang adalah mencairkan suasana yang sunyi dan sedikit menegangkan. Kondisi suami sebenarnya tidak baik, kaki dan tangan sangat dingin akibat dingin nya AC di ruang tersebut. Beliau meminta saya mendorong nya ke lobby utama untuk menetralkan kondisi beliau. Entah berapa lama harus menunggu akhirnya petugas pun memanggil kami.

Setelah abang memanggil kami untuk masuk kembali, saya pun mendorong suami ke ruang Radiologi. Sebelum tindakan CT-SCAN, saya sempat dipanggil petugas perihal efek CT-SCAN itu sendiri dan menandatangani pernyataan tersebut. Ketika menandatangani form tersebut, saya merasa was-was dan berdoa semoga efek yang disebutkan tidak dialami suami.

Tinggalkan Balasan