Kanker Nasofaring (Karsinoma Nasofaring/KNF) Membunuh Dengan Perlahan (Part 2)

Banyak yang bertanya-tanya apa itu KNF? KNF adalah singkatan dari Karsinoma Nasofaring atau sering kita dengar dengan kanker nasofaring. Menurut DR. Dr. Widiastuti, Sp. Rad (K) TR dalam buku nya berjudul Karsinoma Nasofaring Kadar Bcl-2, CD44 dan VEGF, Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel pseudokolumner skuamosa, berhubungan dengam stroma limfoid submukosal dan glandula seromukosa atau jaringan limfoepiteliar pada nasofaring. Sementara nasofaring adalah suatu ruang atau rongga berbentuk kubus dengan ukuran yang sangat bervariasi, terletak di belakang rongga hidung langsung di bawah dasar tengkorak.

Jujur saja bahasa kedokteran membuat saya benar-benar tidak bisa berpikir. Istilah-istilah yang digunakan benar-benar asing dan jauh dari jangkauan
saya. Saya hanya bisa menarik kesimpulan bahwa penyakit yang di derita suami adalah kanker nasofaring.

Bagaimanakah gejala awal KNF? Sebenarnya kami tidak pernah membayangkan jikalau suami menderita KNF. Lebih kurang dua tahun belakangan, suami sempat mengeluh kalau ingus nya bercampur darah. Melihat kondisi seperti itu, suami pun ke dokter. Hasil pemeriksaan menyatakan kalau suami mengidap rhinitis/alergi. Ada saat-saat tertentu gejala hidung mengeluarkan ingus bersamaan dengan darah. Setelah beberapa kali berobat, penyakit tersebut sembuh. Suatu waktu, suami juga sempat bercerita dan ragu akan penyakit tersebut. Saya tidak begitu menanggapi nya karena menurut penjelasan dokter itu adalah sejenis alergi.

Saya hanya sempat menyarankan, “Ke dokter saja kalau ragu.” Sebagai masyarakat awam, saya tidak mengerti dan tidak banyak tahu perihal penyakit, apalagi berhubungan dengan hidung. Saya pernah tahu tentang sinusitis itu pun tingkatan nya sudah parah karena penciuman benar-benar menghilang. Sementara rinitis terjadi karena alergi. Saya benar-benar bingung dengan kondisi suami.

Ciri yang lain sempat muncul adalah sakit kepala dan gigi. Hanya saja kedua sakit ini bisa di tangani dengan obat nyeri. Awal tahun 2021, saya lupa waktu persis nya. Suami mulai merasakan kepala dan gigi sangat nyeri karena tidak tahan suami kembali ke dokter gigi.

Setelah pemeriksaan suami diminta untuk rontsen gigi. Hasilnya menunjukkan bahwa gigi bungsu Kiri dan kanan tumbuh tidak normal. Mengetahui hal tersebut, akhirnya suami mencabut gigi bungsu sebelah kanan. Setelah proses pencabutan gigi, kehidupan berjalan normal kembali.

Waktu itu kadang-kadang kepala masih sakit, hanya saja diobati ala kadar nya menggunakan obat nyeri. Berselang dua atau tiga bulan kemudian, tiba-tiba suami kembali mengeluh sakit kepala dan gigi yang sangat nyeri. Saya sempat bertanya, “Bukan nya sudah sembuh?” Lalu suami menjawab, “Gigi dan kepala bagian kiri pula yang sakit.”

Lagi dan lagi sepulang kerja, suami langsung ke rumah sakit. Suami menjelaskan keluhannya Kemudian dibuatlah surat rujukan untuk proses pencabutan gigi. Sesampai di rumah sakit tujuan, suami kunsultasi dan diminta menunjukkan hasil rontsen gigi. Setelah semua diperiksa secara detail, akhirnya dokter menjadwalkan untuk melakukan operasi kecil.

Saya sempat kaget, “Operasi?” Dengan wajah menahan sakit suami mengangguk. Saya sempat mendengar keluh kesah beliau sewaktu pencabutan gigi pertama. Saya sangat prihatin, waktu itu beliau sangat lelah, mulut sudah capek menganga, tapi gigi belum tercabut juga. Entah berapa lama waktu yang dihabiskan untuk mencabit gigi. Suami sama dokter sempat bersitegang gara-gara miskomunikasi. Apapun yang telah terjadi saat itu membuat suami sedikit trauma. Akhirnya suami memutuskan untuk memilih rumah sakit lain untuk melakukan pencabutan gigi kedua.

Mendengar kata operasi membuat saya sedikit cemas. Saya yang sudah mengalami tiga kali operasi kelahiran anak-anak merasakan betapa nyerinya luka setelah operasi. Tapi hal itu tidak saya sampaikan pada suami karena saya takut suami down. Seminggu sebelum tindakan tersebut, kondisi masih baik-baik saja. Kami sering mengajak anak-anak refreshing.

Sebenarnya naluri saya sebagai istri sangat prihatin melihat suami yang selalu gelisah dan menahan sakit. Sakit beliau membuat kedekatan ayah dan anak-anak sedikit jauh. Ayah butuh waktu istirahat dengan tenang, sementara anak-anak mau bermain bersama sang ayah. Kadang-kadang, saya meminta suami mengunci pintu kamar sehingga anak-anak tidak mengganggu.

Sebagai ibu, saya bingung dan sedih. Apa yang terjadi dengan anak-anak ketika suami dirawat. Tidak mungking saya membiarkan suami seorang diri di rumah sakit. Setelah berperang dengan batin, akhirnya anak-anak akan dijaga oleh yang merawat mereka. Moga saja semua baik-baik saja. Semua harus dijalani dengan semestinya. Tak terhitung lagi seberapa banyak air mata yang luruh.

Ya Allah, Tuhan yang maha mengetahui, jagalah dan lindungilah kami sekeluarga , kami yakin dan percaya inilah salah satu cara Mu menyayangi kami. Engkau Maha Tahu akan apa yang terbaik untuk umat mu.
Tiada yang tahu rahasia apa dan apa rencana Mu untuk kami. Semoga kami mampu menjalani semua ujian yang Engkau berikan.

Tinggalkan Balasan