Pemberian vaksin Covid-19 buatan Sinovac perdana sudah dilakukan. Rabu, 13 Januari 2021 di istana Merdeka Presiden Jokowi beserta beberapa pejabat negara dan wakil beberapa oraganisasi agama maupun profesi ikut berpartisipasi. Kesemuanya bermaksud memberi teladan kepada masyarakat serta meyakinkan mereka tentang manfaat vaksinasi dan jaminan keamanan atas pemberian vaksin itu.
Pemberian vaksin sudah menjadi pilihan kebijakan pemerintah. Tentu ini semua sudah didasarkan pada pertimbangan yang matang me;alui berbagai Analisa terhadap semua kemungkinan yang bisa ditimbulkan. Hal ini sekaligus meredakan gonjang-ganjing di masyarakat tentang keuntungan dan kerugian pemberiannya. Persiapan tentu sudah dilakukan dengan seksama karena dana yang dikeluarkanpun tidak sedikit mencapai 73 Triliun dengan sasaran pemberian secara bertahap. Diawal tenaga Kesehatan sebanyak 1,48 juta jadi sasaran sampai bulan Februari. Setelah itu akan menyasar 17,4 petugas pelayanan publik dan para lansia di tahap ketiga sebanyak 21,5 juta orang.
Uji coba penggunaanpun sudah dilakukan dengan dukungan relawan yang tidak sedikit untuk memastikan keamanan pemberian vaksin ini. Namun hasil uji coba pada anak negeri hampir tidak mendapat perhatian khalayak, mungkin karena lebih gencar dan menariknya informasi yang disampaikan tentang hasil di luar negeri sehingga banyak publik kurang memahami bagaimana kesudahannya di negeri sendiri. Pengalaman dari manca negara nampaknya lebih menjadi sorotan dalam melanjutkan rencana pelaksanaan pemberian vaksin atau vaksinasi ini.
Vaksin produksi Sinovac Life Science Co.Ltd asal Cina ini sudah menjadi pilihan dan telah mendapat izin penggunaan darurat atau “Emergency Use Authorization” (EUA) yang dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menandakan bahwa vaksin ini laik terap di Indonesia. Tentu itu semua sudah melalui kajian mendalam. Vaksin ini merupakan kandidat vaksinCovid-19 yang akan dimasukkan kedalam tubuh.
Bagaimanapun juga, anak panah telah melesat dari busurnya. Pelaksanaan Program ini perlu didukung oleh semua komponen masyarakat meski beberapa pakar menunjukkan masih ada lebih separuh masyarakat terutama di desa enggan karena rasa takut mungkin akibat informasi yang kurang lengkap dan akurat. Misalnya dari segi kemanjuran (efikasi) uji klinis di Bandung menunjukkan menunjukkan posisi pada tingkat 63.5% yang jauh lebih tinggi dari tingkat yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang hanya 50%. Vaksin yang diberikan dalam 2 dosis ini juga memiliki efek simpang sebesar 0.5 milimeter per dosisnya.
Efek simpang (efikasi)ini sering dirancukan dengan efek samping. Efek simpang bisa terjadi pada penerima tertentu dengan gejala-gejala tertentu pula dan akan hilang dalam waktu relative singkat. Sedangkan efek samping umum terjadi pada semua penerima misalnya agar tidak mabuk orang meminum obat anti mabuk dan semua orang yang meminumnya akan merasakan mengantuk. Selain itu ada juga istilah efektivitas yang hampir sama dilafalkan tetapi berbeda pengertian. Kalau efikasi lazimnya untuk menunjukkan hasil suatu uji klinis sedangkan efektivitas adalah kemampuan vaksin dalam menurunkan kejadian penyakit dalam keadaan sehari-hari yang nyata.
Covid-19 ini memang menjadi masalah baru. Tapi soal pemberian vaksin bagi masyarakat di Indonesia bukanlah hal yang baru. Menelusuri jejak pengalaman pemberian vaksin di Indonesia, sebenarnya banyak kisah sukses yang telah dicatat. Mulai dari pemberantasan penyakit cacar, kemudian pencapaian target Imunisasi di tahun 90an untuk semua anak yang dikenal deng Universal Child Imunization (UCI) untuk menurunkan angka kematian pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh 6 jenis penyakit. Kesemua penyakit itu dapat dicegah dengan pemberian vaksin atau vaksinasi. Demikian juga menurunkan kasus kematian ibu melalui pemberian vaksin Tetanus (Tetanus Toksoid). Semua usaha yang telah dilakukan dalam melaksanakan program-program itu sudah mendapat pengakuan dan pernghargaan dari dunia internasional.
Pengalaman itu menunjukkan betapa siapnya pemerintah dan semua komponen masyarakat untuk mendukung penuh pelaksanaan program tersebut. Semua komponen masyarakat digerakkan untuk melakukan sosialisasi secara intens dan berkesinambungan. Dari sisi persiapan logistik, penyediaan vaksin, peralatan untuk menimpan sampai distribusi ke berbagai tingkatan daerah maupun sasaran dikelola secara cermat melalui sistem rantai dingin (Cold Chain System). Tenaga-tenaga vaksinator yang dulu dikenal dengan nama Juru Imunisasi (Jurim) yang semula berasal dari tenaga non kesehatan yang dilatih, yang kemudian harus digantikan oleh tenaga bidan/bidan di desa atau perawat juga merupakan faktor pendukung suksesnya pelaksanaan program.
Bercermin dari pengalaman-pengalaman yang lalu itu, logikanya dari aspek pengorganisasian dan pelaksanaan pemberian vaksin Covid-19 ini tidak akan merupakan hal yang menjadi hambatan untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan. Sikap optimis memang perlu ditunjukan oleh semua pihak. Kalupun ada Kasus Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau vaksinasi yakinlah hal itu dapat diatasi dengan baik jika semua pihak menyadari bahwa itu adalah kasus yang bukan berlaku umum terjadi pada semua orang yang menerima vaksin. Semoga pihak-pihak yang berwenang dan bertanggungjawab dalam menyelenggarakan program vaksinasi Covid-19 ini dapat melangkah mantap dengan berbekal pengalaman masa lalu melaksanakan berbagai program vaksinasi. (Abraham Raubun).