PKK-KU SAYANG, PKK-KU TERKENANG

Terbaru35 Dilihat

PKK atau Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga tentu sudah banyak dikenal, terutama oleh ibu-ibu di desa dan juga di kota. Gaungnya begitu santer di era tahun 80-90an tidak saja di tingkat nasional tetapi juga di tingkat internasioanal. Kiprahnya begitu gemilang dalam mendukung semua kegiatan program yang diluncurkan oleh berbagai sektor atau kementerian. Rasa-rasanya jika tidak menggandeng ibu-ibu PKK dalam melaksanakan suatu kegiatan program kala itu kurang afdol. Bagaimana tidak, yang menjadi ketua TP.PKK di setiap jenjang Pemerintahan adalah para ibu-ibu yang suaminya duduk dalam pucuk pimpinan pemerintahan mulai dari Pusat sampai ketingkat desa. Jadi tidak heran kalau Gerakan PKK ini begitu menggetarkan semua lini ketika tampil didepan untuk menjadi ujung tombak yang menyeruak membuka jalan bagi suksesnya suatu program.

Runutan sejarah PKK, bermula dari suatu pemikiran pembangunan masyarakat yang dicanangkan dari hasil suatu seminar “Home Economic” di Bogor pada tahun 1957. Ada 10 rumusan segi kehidupan keluarga yang di cuatkan dan kemudian oleh pada tahun 1961 Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan menetapkannya sebagai 10 Segi Kehidupan Keluarga dalam kurikulum Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Ini oleh Pendidikan Masyarakat (PENMAS) dikala itu diajarkan di sekolah-sekolah.

Bulan Mei 1962, didirikan suatu Pusat Pelatihan Pendidikan Masyarakat (PLPM) di Sleman Jawa Tengah, yang tugasnya menyebarluaskan 10 segi kehidupan keluarga kepada masyarakat. Kondisi masyarakat Jawa Tengah khususnya di daerah Pegunungan Dieng kabupaten Wonosobo saat itu dapat dikatakan sangat memprihatinkan karena terlilit oleh kemiskinan. Penduduk banyak yang menderita kekurangan gizi karena keterbatasan makanan sehingga menderita kurang kalori protein (KKP) atau sekarang disebut kekurangan Energi dan Protein (KEP) atau orang Belanda menyebutnya Honger Odeem (HO) yang dalam bahasa umum dilafalkan dengan busung lapar.

Adalah istri Gubernur Jawa tengah, Isriati Moenadi yang tersentuh hatinya dan merasa bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Lalu berinisiatif membentuk PKK di Jawa Tengah, dari tingkat Provinsi sampai ketingkat Desa dan Kelurahan, dengan susunan pengurus terdiri dari unsur-unsur Isteri Pimpinan Daerah, Tokoh-tokoh masyarakat, perempuan dan laki-laki untuk melaksanakan 10 Segi Pokok PKK secara intensif.

Berangkat dari kiprah PKK di Jawa Tengah ini yang menunjukkan hasil yang berdampak positif di provinsi Jawa Tengah, maka Presiden RI menganjurkan kepada Menteri Dalam Negeri agar PKK dilaksanakan di daerah-daerah seluruh Indonesia. Pada tanggal 27 Desember 1972 Menteri Dalam Negeri mengirimkan Surat Kawat Nomor SUS 3/6/12 tangal 27 Desember 1972 kepada Gubernur Jawa Tengah untuk merubah nama Pendidikan Kesejahteraan Keluarga menjadi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga, tembusan disampaikan kepada Gubernur seluruh Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya 10 program Pokok PKK ditetapkan menjadi program Gerakan PKK sebagai hasil lokakarya Pembudayaan 10 Segi Pokok PKK yang diselenggarakan pada tahun 1978. Pada tahun 1982 seiring dengan berubahnya Lembaga Sosial Desa yang didasarkan pada Keputusan Presiden (Kepres) nomor 28 tahun 1980 menjadi bagian dari salah satu seksi dalam Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) yaitu seksi 10, PKK menjadi suatu Gerakan di bawah pembinaan Departemen Dalam Negeri. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 4 tahun 1982, Tim Penggerak PKK Pusat dibentuk dan dipimpin oleh Ibu Amir Mahmud, istri Menteri Dalam Negeri saat itu. Pengelolaan dan pengorganisasian, program kerja maupun administrasi mulai ditata melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, orientasi, Rapat Konsultasi (Rakon), Rapat Kerja Nasional (Rakernas). Pada bulan Maret 1982, Rapat Kerja Nasional I PKK sebagai langkah selanjutnya, diadakan pemantapan Gerakan PKK baik tentang pengelolaan dan pengorganisasiannya maupun program kerja dan administrasi melalui Pelatihan, Orientasi, RAKON, dan RAKERNAS. RAKERNAS I PKK diadakan pada bulan Maret 1982.
Selanjutnya tahun 1983 di bawah pimpinan Ibu Kardinah Soepardjo Roestam, melaksanakan RAKERNAS II PKK untuk memantapkan kelembagaan PKK dengan 10 Program Pokok PKK nya. Sejak itu setiap tahun diadakan Rapat Konsultasi, lima tahun sekali diselenggarakan Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) PKK.
Dalam rangka meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan, pada Sidang Umum MPR Tahun 1983, berdasarkan TAP MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN, PKK ditetapkan sebagai salah satu wahana untuk meningkatkan Peranan Wanita Dalam Pembangunan. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 1984 tentang Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) menetapkan tentang pengertian, tujuan, sasaran, fungsi, tugas Gerakan PKK, dan ketentuan atribut-atributnya.

PKK terus berkembang, pembentukannya diperluas sampai ke tingkat pemerintahan paling bawah yaitu desa, dusun/lingkungan, RT, RW dan kelompok-kelompok Dasa Wisma yang disetujui oleh Presiden RI pada tahun 1987. Hal ini ditujukan untuk keperluan pembinaan warga dalam melaksanakan 10 Program Pokok PKK. Sejak itu kiprah PKK semakin mencuat. sehingga tak tak ayal berbagai penghargaan di tingkat internasional diraih seperti Maurice Pete, Sasakawa Health Price maupun penghargaan di tingkat nasional dan daerah.

Pada saat kepemimpinan Ibu Kardinah Soepardjo Roestam sebagai Ketua Umum, pada tahun 1988 dilaksanakan RAKERNAS III PKK guna memantapkan pelaksanaan program-program PKK dan mendapatkan penghargaan Hari Bumi Sedunia di Miami, Amerika. Kemudian di era kepemimpinan ibu Odiana, Rudini tahun 1993 dalam Rekernas ke IV dicetuskanlah gagasan untuk menetapkan tanggal 27 Desember sebagai Hari Kesatuan Gerak PKK yang kemudian hal ini diperingati setiap tahun.

Pada bulan Desember 1997 diselenggarakan Jambore Nasional Kader Posyandu yang pertama diikuti oleh Kader-kader PKK dari 27 provinsi, kabupaten/kota, dan desa/kelurahan. Melalui RAKERNAS V PKK yang diadakan pada tahun 1998 Menteri Dalam Negeri Bapak Yogie S.M selaku Pembina PKK memberikan penghargaan kepada Pelindung, Penasehat, dan Kader-kader PKK yang telah berpartisipasi selama 25 tahun atau lebih, 15 tahun, dan 10 tahun tanpa terhenti. Penghargaan-penghargaan itu dalam beberapa tingkatan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu:
• Medali Tertinggi disebut PARAMAHITA NUGRAHA.
• Medali Utama disebut ADHI BHAKTI UTAMA.
• Medali Madya disebut ADHI BHAKTI MADYA.
• Medali Pratama disebut ADHI BHAKTI PRATAMA

Kini kemana karisma PKK yang dahulu membahana diseantero bumi Nusantara. Memang wujudnya masih tetap ada namun geregetnya sudah berbeda. Zaman kini bergeser, pusat kendali dengan tautan hirarki yang begitu kecang dari pusat nampaknya tidak lagi melilit dengan erat. Lecutan motivasi dan bimbingan TP.PKK secara berjenjang yang dulu begitu marak mengungkit peran para ibu-ibu sehingga kinerja yang ditampilkan tidak bisa diabaikan dan tidak mungkin tidak harus diperhitungkan, sekarang seakan menghilang.

Sejatinya dalam situasi pandemi seperti sekarang ini PKK bisa menjadi garda terdepan untuk menegakkan protocol Kesehatan yang diwajibkan guna mengakselerasi proses pemutusan rantai penularan yang semakin hari semakin merangkak menuju puncak. Kasus-kasus yang terjadi setiap hari tetap bertengger di posisi kisaran 8.000-10.000an, bahkan beberapa pernyataan dilontarkan bahwa sebenarnya kasus di negeri ini sudah lama jauh menembus angka satu juta di seantero Nusantara.

Adakah pemikiran untuk kembali memberdayakan PKK yang tangguh dan memang punya tanggung jawab dalam gerakkannya mewujudkan kesejahteraan keluarga? Apalagi saat ini Pemerintah tidak lagi menggunakan istilah Pembatasan Berskala Besar (PSBB) tetapi menggantinya dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat bahkan berskala mikro sampai ketingkat RW dan RT. Nampaknya PKK akan cocok untuk diperankan kembali, sejauh dipersiapkan lewat pembekalan dan jaminan imbalan yang memadai, karena kali ini medan perang yang dihadapi berisiko tinggi.(Abraham Raubun)

Tinggalkan Balasan