Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom
Seorang guru memberikan teladan kepada sang murid untuk mengubah tingkah laku dan karakter, agar menjadi lebih baik. Dampak positif yang timbul adalah perubahan positif pada sang peserta didik. Dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mau menjadi mau serta dari tidak mampu menjadi mampu.
Tetapi nampaknya guru bukan hanya diartikan secara formal sebagai seseorang yang memberikan pelajaran kepada murid-murid di depan kelas, tetapi juga di luar kelas bahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pandangan masyarakat guru adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau , di musholla, di gereja, vihara, kelenteng di rumah dan sebagainya.
Konon dalam bahasa Sanskrit manusia secara alamiah pada mulanya dianggap bersifat“gu” yaitu tidak berpengetahuan atau gelap masih belum memiliki arah atau orientasi. Bangsa India mengartikan guru sebagai “orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara.” Itulah makna guru.
Kita dapat membaca, menulis dan berhitung mulanya gurulah yang mengajarkannya. Kemudian berkembang sesuai dengan tingkatan dalam kehidupan. Semakin pandai seorang guru membimbing muridnya, maka semakin handalah anak didiknya.
Tetapi terkadang terjadi juga seseorang dapat belajar secara mandiri. Lingkunganlah yang menjadi gurunya. Karena itu dalam budaya Jawa kata guru dilafalkan sebagai “digugu lan ditiru” yang artinya dipatuhi dan tiru. Bahkan ada pepatah yang berbunyi “guru kencing berdiri, murid kencing belari’ semua perilaku guru akan diikuti oleh sang murid.
Perilaku meniru sudah menjadi kodrat manusia sejak dilahirkan. Soal meniru jadi sarana untuk mempelajari hal-hal baru yang diperlukan dalam menjalani kehidupan.
Termasuk soal menulis membuat artikel, puisi, cerpen, novel bahkan sampai menulis buku, tidak lepas dari ihwal meniru ketika seseorang mengawali kegiatan di dunia literasi. Meniru disini bukanlah dalam arti menjiplak atau menjadi plagiat. Tetapi lebih kepada meniru gaya tulisan, cara memadukan dan merangkai kata, menata alur cerita dan sebagainya.
Dewasa ini teknologi semakin berkembang lengkap dengan berbagai media. Kegiatan menulis juga ikut berkembang pesat di dunia. Melalui media elektronik, setiap orang dapat memperoleh bahan penulisan dari internet; sehingga penulis lebih efisien menggunakan waktu, biaya, dan tenaga.
Berbagi tulisan atau apa yang ditulis bisa dilakukan kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja.
Begitu juga dengan para pembaca, akan lebih mudah untuk melihat tulisan-tulisan penulis yang digemarinya.
Dalam memoar saya munculnya minat menulis bermula dari mengintip pekerjaan-pekerjaan sekolah kakak yang ditugaskan gurunya berkenaan dengan menulis cerita, membuat sajak dan puisi atau membuat resume buku yang dibacanya. Kakak saya memang duduk di bangku SMA saat itu yang jurusannya sastra dan budaya. Ada juga SMA jurusan ilmu pasti dan ekonomi.
Secara diam-diam saya coba meniru membuat sajak dan menulis kisah-kisah pengalaman ayah ketika dalam tahanan serdadu Jepang. Sebagai anggota tentara Belanda atau yang lebih terkenal dengan sebutan KNIL ketika Bala tentara Dai Nipon mendarat di bumi pertiwi ini, Belanda ditundukkan dan semua tentaranya yang menyerah menjadi tawanan Jepang dan dibuang ke berbagai daerah terpencil seperti kepulauan Aru di Indonesia bagian Timur.
Kisah-kisah kehidupan sebagai tawanan militer ini yang banyak diceritakan ayah diwaktu-waktu senggang ketika keluarga berkumpul. Beberapa kisah diam-diam mulai saya tulis dengan melihat cerita-cerita yang ditulis kakak. Lalu tulisan saya muat di majalah dinding sekolah dengan menempelkan secara diam-diam dipapan mading yang tersedia dengan tanpa mencantumkan nama alias anonim karena malu kalau-kalau nanti dibuli kawan-kawan karena tulisan yang dianggap tidak bermutu.
Mula-mula terasa sulit untuk memulai menulis. Mencari kata-kata untuk dijadikan suatu kalimat pembuka saja terkadang buntu dan terbata-bata. Meskipun di dalam benak banyak bersimpang siur hal yang ingin diceritakan dalam ujud tulisan, lagi-lagi terbentur pada kebingungan mana yang harus dipilah dan dipilih untuk mulai berkisah dalam tulisan. Mau bertanya kepada kakak ada rasa malu yang menghambat. Betullah kata pepatah malu bertanya sesat di jalan.
Kesempatan lain terbuka kembali ketika duduk dibangku kuliah. Ada kesempatan menjabat sebagai Sekretaris Umum Senat Mahasiswa. Selain harus membuat surat menyurat juga mendapat tugas mengasuh majalah kampus. Menulis semakin dituntut karena jika tidak ada naskah tulisan atau artikel yang masuk kemeja redaksi mau tidak mau staf redaksi sendiri terpaksa menyiapkan tulisan untuk mengisi rubrik-rubrik yang kosong agar majalah dapat segera naik cetak dan terbit tepat waktu.
Hikmah lain yang dapat dipetik dari pengalaman menulis untuk mengisi majalah kampus adalah ketika harus menyusun skripsi sebagai syarat menempuh ujian akhir tidak lagi mendapat rintangan yang berarti. Kalimat-kalimat yang ditulis begitu lancar mengalir mengubah bacaan dalam buku menjadi kalimat yang dapat mengekspresikan pikiran dan pendapat diri sendiri.
Kemampuan menulis semakin dituntut menjadi keharusan ketika bekerja di lembaga Internasional. Selama lebih kurang seperempat abad harus bergelut untuk menulis rencana dan berbagai laporan sebagai pertanggunganjawaban hasil pelaksanaan program yang diminta oleh berbagai negara dan lembaga donor yang memberi bantuan. Menyusun modul-modul pelatihan bagi petugas dan kader-kader kesehatan dan Aparatur Desa juga mengasah ketajaman dan keterampilan menuangkan materi pembelajaran dalam bentuk tulisan sebagai bahan bacaan.
Ketika mendapat pencerahan dalam membuat puisi, dan membaca hasil karya para pencipta yang dimuat dalam media, muncul pula hasrat untuk meniru. Beberapa puisi akhirnya dapat juga diciptakan meski tentu masih penuh dengan keterbatasan dan kekurangan.
Ketika kini bergabung dalam komunitas literasi yang memiliki kesamaan visi dan misi mencerdaskan anak negeri, keinginan menulis semakin menjadi-jadi. Apapun kini yang dialami dan merebak dari dalam lingkungan kehidupan sehari-hari bisa tiba-tiba membersit menjadi inspirasi untuk menggerakan piranti dalam genggaman mewujudkan jalan pikiran yang mengucur deras dalam bentuk kalimat-kalimat yang bermakna.
Bisikan-bisikan yang dihembuskan lewat berbagai karya cipta pegiat literasi yang andal dan berpengalaman menerpa begitu deras dari waktu kewaktu. Menulislah setiap hari lalu lihatlah apa yang terjadi. Menulis, menulis dan menulis, jika kamu bukan anak ulama besar atau bukan anak raja maka menulislah,
Itulah nasihat-nasihat bijak yang melekat seakan menjadi guru yang membisu namun begitu kuat membangkitkan minat dan menebar kiat-kiat guna menambah bekal untuk dapat lebih terampil dalam hal menulis.
Membaca berbagai tulisan merupakan bagian yang tak terpisahkan bagi seseorang yang memiliki Impian menjadi penulis kawakan. Pepatah asing mengatakan “if you do not read, you can not write”
Karena itu bacalah dan tulislah karena membaca adalah “the silent teacher” ia hadir sebagai guru yang meskipun membisu namun akan membuat kita bertambah mampu.