MENAKAR KADAR BINWAS PEMERINTAH DESA

Terbaru51 Dilihat

Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom

Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu oleh Perangkat Desa. Diberi kewenangan menyelenggarakan Pemerintahan Desa yaitu penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem  pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Begitu banyaknya tugas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah desa. Setidaknya harus mengelola bidang penyelenggaraan Pemerintahan desa, pemba gunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.

Tuntutannya tentu kapasitas Pemerintah Desa harus memadai. Bukan hanya kualitas SDM, tetapi juga sistem dan prosedur, organisasi dan tata laksananya.

Pemerintah Desa yang profesional, efisien, efektif, terbuka dan bertanggung jawab itu tujuan yang ingin digapai dan diwujudkan.

Menilik kapasitas SDM Pemerintah Desa terutama kepala Desa, dari aspek latar belakang pendidikan tercatat 63% lulusan SMA atau setaranya. Sisanya SMP dan Sarjana.

Dari aspek regulasi begitu banyak yang harus dipahami dalam urusan pemerintahan dan pembangunan. Ini merupakan implikasi dari wewenang yang dimiliki dalam mengatur dan mengurus kepentingan penyelenggaraan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat desa.

Kejelasan status dan kepastian hukum yang dijamin lewat Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa semakin memberikan keleluasaan bagi desa untuk menerapkan kewenangan baik yang berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa maupun kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

Kucuran dana yang mengalir deras langsung ke desa sudah barang tentu membutuhkan kemampuan yang tidak bisa diabaikan. Apalagi di era digitalisasi teknis bisa dikejar, tapi jangan lupa ada aspek sikap dan perilaku yang harus ditata setara dengan nilai-nilai budi pekerti, adat istiadat dan budaya.

Belum lagi derasnya terpaan media dan berbagai pihak yang datang menawarkan jasa dalam kemasan menawan dengan dalih membantu mendongkrak kapasitas Pemerintah Desa.

Menilik kesemua hal yang dipaparkan di atas, pembinaan dan pengawasan lah nampaknya yang perlu ditakar. Secara regulasi nampaknya tak kurang-kurangnya pemerintah memasang pancang-pancang demarkasi agar penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan menuju paradigma desa membangun dapat dicapai.

Pembinaan pusat ke daerah memang sudah memenuhi porsinya. Lihat saja panji-panji regulasi yang dipancang lewat Kementerian Dalam Negeri khususnya Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, tidak kurang dari 23 regulasi diterbitkan, belum lagi Kementerian atau lembaga lain terkait kepentingan desa.

Rentang kendali pembinaan dan pengawasan memang cukup panjang. Ada peluang di kabupaten/kota untuk menyerahkan pembinaan dan pengawasan ke organisasi perangkat daerah di kecamatan. Namun kadang dukungan sumber daya tersedia dalam takaran yang pas-pasan.

Pembinaan lewat bimbingan teknis dan pelatihan yang difasilitasi pemerintah pusat berjalan tersendat-sendat untuk menggapai target sasaran Aparatur Desa sejumlah lebih kurang 800.000 orang yang tersebar di 74.593 desa. Kisaran angka capaian lewat pelatihan dan bimtek yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri misalnya, hanya berada pada kisaran 200 ribuan, mungkin sedikit lebih dengan sedikit dukungan pihak ke tiga.

Namun kenyataan lapangan tidak dapat dipungkiri masih jauh api dari panggang untuk mewujudkan Pemerintahan Desa yang profesional, efisien, efektif, terbuka dan bertanggungjawab sebagaimana yang diharapkan dalam tujuan pengaturan desa.

Menggelitik juga kehadiran para pendamping profesional yang sejatinya dapat mengambil bagian penting dalam kiprah pembinaan dan pengawasan dilapangan. Menilik hal ini ada banyak faktor terkait yang berperan dalam tataran yang harus diperhatikan. Bagaimana para pendamping ini dapat berperan optimal jika mereka juga tidak memadai mendapat bekal. Banyak diantaranya mungkin handal dalam upaya pemberdayaan masyarakat tapi mungkin sangat sedikit diantaranya yang memahami ihwal penyelenggaraan Pemerintahan desa. Pasalnya dua nakoda masing-masing punya arahan pada kapal besar bernama desa yang kadang membuat langkah pembinaan terhalang oleh perasaan bimbang.

Sejatinya tidak soal pembinaan datang dari nakoda yang mana, sejauh ada keselarasan arahan dan kesetimbangan ketersediaan dukungan sumber daya untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam takaran kadar yang proporsional sehingga BINWAS berjalan sebagaimana yang diharapkan

 

Tinggalkan Balasan