Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom
Lapar pasti tidak asing bagi semua orang. Bahkan sering menimbulkan pusing dan orang bisa gelap mata sehingga menimbulkan masalah sosial. Karena itu banyak orang takut kelaparan.
Lapar itu satu sensasi normal, menurut Michigan Medicine, membuat tubuh ingin makan. Itu cara kerja tubuh memberi tahu otak bahwa perut kosong, perut minta diisi. Kelaparan dikendalikan oleh beberapa faktor, yaitu bagian otak yang disebut hipotalamus, tingkat gula darah (glukosa), seberapa kosong perut dan usus, dan kadar hormon tertentu dalam tubuh.
Sebaliknya setelah makan dan minum, mengisi perut tubuh merasa kenyang. Ada perasaan puas. Otak menerima isyarat dari perut untuk berhenti makan. Tetapi ini juga dipengaruhi oleh nafsu makan. Nafsu makan adalah keinginan untuk makan. Biasanya setelah melihat, mencium atau memikirkan makanan.
Menarik jika disimak beberapa informasi yang mencatat pada tahun 2010 di seluruh dunia ada satu juta orang yang meninggal karena lapar dan kekurangan gizi. Tetapi tragisnya pada tahun yang sama juga terdapat tiga juta orang yang meninggal karena kegemukan akibat terlalu banyak makan.
Ada lembaran hitam dalam sejarah bangsa Indonesia, terutama di daerah pulau Jawa antara tahun 50-60an. Pada saat itu terjadi busung lapar yang merebak di beberapa daerah. Rakyat lapar kekurangan makan.
Dari kaca mata Gizi, ini merupakan masalah gizi makro karena kekurangan energi (kalori) dan protein.
Namun, Indonesia saat ini nampaknya menghadapi beban ganda bahkan cenderung tripel.
Masalah gizi makro ini sampai sekarang masih banyak ditemukan. Belum lagi tuntas diatasi, sudah muncul masalah baru yaitu kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin A, iodium, zat besi, zink atau vitamin dan mineral lainnya.
Kekurangan zat-zat gizi mikro ini lebih fatal akibatnya karena mempengaruhi mental dan intelektual anak dimasa depan. Cirinya anak akan bertubuh pendek, tinggi badannya kurang dari ukuran yang sesuai dengan pertambahan umurnya. Juga tingkat kecerdasannya kurang. Dengan demikian tidak akan menjadi sumber daya manusia unggul yang dapat bersaing dan mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain di dunia pada era globalisasi dan teknologi yang berkembang begitu pesat.
Di sisi lain jumlah anak-anak yang memiliki berat badan berlebihan (obesitas) semakin bertambah. Ini juga akan membawa akibat mudah mendapat penyakit-penyakit degenerative seperti jantung koroner, diabetes dan darah tinggi (hipertensi).
Inilah sebenarnya gambaran nyata dari keadaan lapar dan kekenyangan. Disatu sisi, memang masih banyak orang yang menderita lapar, bersamaan dengan itu banyak juga orang yang makan berlebihan, sehingga kekenyangan. Keduanya punta resiko yang merugikan.
Memang bijak nasihat makanlah sebelum lapar, dan berhentilah sebelum kenyang. Intinya makanlah secara seimbang. Tidak kurang dan tidak lebih. Artinya cukup memenuhi kebutuhan untuk membuat organ-organ tubuh berfungsi secara normal.
Caranya tentu dengan mengatur isi piring ketika makan. Ini tidak mudah, karena pengaruh selera dan nafsu makan memang dominan. Ibarat kata pepatah Cina kuno, lebih mudah merubah suatu dinasti dari pada merubah selera makan.
Tetapi ada juga pepatah yang mengatakan alah bisa karena biasa. Segala sesuatu akan bisa jika dibiasakan. Tentu dalam hal ini makan makanan bergizi seimbang perlu dibiasakan. Seimbang dalam jumlah, jenis dan ragamnya untuk mendapatkan asupan zat gizi yang memadai. Hal ini penting karena tidak ada satupun bahan makanan yang mengandung zat gizi secara lengkap, kecuali Air Susu Ibu (ASI).
Di era modern ini, dimana kesibukan pekerjaan menuntut segalanya perlu dilakukan dengan mudah dan cepat. Akibatnya makanpun dibuat cepat saji. Selain itu jumlah dan ragamnyapun terbatas, juga cara mengolahnya berbeda-beda. Munculah makanan yang disebut “junk foods” alias makanan sampah yang pada umumnya tinggi protein, tinggi kalori dan tinggi lemak plus zat-zat pengawet lain. Kesemuanya cepat mengenyankan tetapi dalam jangka panjang akan merugikan. Pola makan yang baik sulit untuk diatur karena berbagai keterbatasan.
Buah-buahan dan sayuran segar harus diakui jarang atau kalaupun dikonsumsi dalam jumlah yang terbatas. Meskipun sekarang banyak tersedia dan mudah didapat. Masalahnya bukan bisa atau tidak bisa, tetapi mau atau tidak menerapkan dan mengatur pola makan yang baik ini.
Namun tentunya, untuk menjadi sehat tidak hanya mengonsumsi makanan bergizi seimbang, tetapi juga berolah raga atau aktif bergerak, menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta menjaga berat badan normal. Inilah yang dikenal dengan 4 Pilar Gizi Seimbang.
Dengan memaknai nasihat bijak makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang, dan membiasakan menerapkan pola makan yang baik maka kondisi tubuh akan terjaga tetap sehat dan bugar.