MENELISIK KIPRAH TENAGA GIZI DALAM SATUAN PELAYANAN PEMENUHAN GIZI ANAK SEKOLAH

Terbaru231 Dilihat

Suatu “Arutala” atau cita-cita tinggi dan mulia Pemerintah Indonesia dalam rentang waktu menuju Indonesia emas 2045 adalah mewujudkan generasi emas. Generasi yang digadang-gadang berkualitas serta tangguh menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan.

Salah satu prioritas adalah membidik status gizi anak-anak peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di lingkungan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, serta pendidikan khusus.

Upaya peningkatan status gizi dilakukan lewat pemberian makanan bergizi gratis (MBG). Makanan bergizi tentu memenuhi syarat gizi seimbang serta setidaknya dalam persentase tertentu memberi kontribusi terhadap pemenuhan kecukupan gizi yang dianjurkan (Recomended Dietary Allowance-RDA).

Motor penggeraknya diperankan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Ini merupakan unit pelaksana program pemerintah untuk meningkatkan status gizi, mencegah kekurangan gizi, dan mendukung pertumbuhan serta perkembangan anak. 

SPPG memiliki sarana yang menjadi pusat produksi makanan bergizi dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Terdiri dari berbagai tenaga yang dipersiapkan secara khusus, termasuk di dalamnya tenaga gizi.

Menyimak tugas tenaga gizi, memang tidak dapat dipungkiri akan terkait soal pemberian makanan. Dari mulai pemilihan bahan makanan sumber zat-zat gizi, penyiapan, pengolahan sampai penyajian termasuk kebersihan dan keamanannya.

Namun ada hal penting yang sejatinya menjadi tanggung jawab tenaga gizi atau sebutlah Ahli Gizi yang menjadi bagian dari SPPG. Peran yang satu ini mungkin saja sedikit tersamar oleh maraknya pengadaan bahan makanan, penyiapan dan pengiriman menu makanan yang disediakan dalam jumlah besar sampai kesasaran. Bukan suatu hal yang sederhana memang untuk mengelola makanan yang berkisar sebanyak 3.000 porsi di setiap sentra pengolah makanan.

Seorang Ahli Gizi memang dibekali dengan pengetahuan tentang makanan. Tetapi lebih dari itu dibekali dengan kemampuan mengukur dampak dari asupan zat-zat gizi yang bersumber dari berbagai bahan makanan.

Menilik kiprah Ahli Gizi sebagai bagian dari SPPG tidak tertutup kemungkinan konsentrasi pekerjaan tersita oleh pengawasan pengolahan menu makanan. Jika ini yang terjadi, fungsi monitoring dan evaluasi sebagai acuan pembinaan dan pengawasan dampak pemberian makanan yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak akan terabaikan.

Tentu saja sejak awal hal ini harus dipersiapkan. Data dasar sebelum pemberian makanan yang menggambarkan status gizi anak-anak yang lewat keadaan berat badan kurang, normal atau bahkan berlebih tentu harus sudah dimiliki. Kemudian secara berkala dipantau untuk melihat pertambahan berat badan.

Informasi lain tentang pola, kebiasaan makan dan jajan anak-anak baik di rumah maupun di sekitar sekolah penting diketahui karena sangat berpotensi memengaruhi pertambahan berat badan anak. Kemungkinan terjadinya pertambahan berat badan yang signifikan hampir tidak dapat dihindari dengan adanya asupan dari makanan jajanan. Selain itu sisa makanan perlu dipantau apakah porsi yang disediakan selalu habis di santap anak-anak atau tidak. Jika tidak tentu banyak penyebab yang harus ditelusur dan akan lain ceritanya.

Terlebih jika aktivitas anak-anak juga terbatas karena jenis permainan di sekolah yang tidak menuntut gerak fisik tinggi. Hal ini guga potensial mendorong pertambahan berat badan sehingga rentan jatuh kedalam kondisi obesitas (berat badan berlebih).

Prevalensi Obesitas mulai merambat naik. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi obesitas pada Balita sebanyak 3,8% dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8%. Muara obesitas adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) yang akrab dikenal dengan diabetes, hipertensi, jantung koroner dan kawan-kawannya.

Salah satu penelitian di Saopaulo-Brazil menunjukkan anak-anak penderita stunting (tengkes) ternyata rentan menderita obesitas. Ini karena terjadi kelainan metabolisme dari zat-zat gizi yang dikandung bahan makanan. Zat-zat gizi seperti protein, lemak dan karbohidrat tak lagi mampu dicerna tubuh secara sempurna sehingga tertumpuk dalam tubuh.

Terselip harapan dalam program MBG, meski tidak ada yang salah tentang pemberian makanannya, namun semoga aspek penilaian dampak ini tidak terabaikan. Karena ini hal penting dengan implikasi atau risiko dukungan finansial yang relatif kecil dibanding dengan pengadaan bahan makanan dan berbagai peralatan yang dibutuhkan.

Alangkah sayangnya jika para Ahli Gizi dengan jumlah berkisar 300an orang dalam tubuh SPPG hanya terkurung dan terpwrangkap dalam ranah kegiatan urusan menu dan masak-memasak. Terlebih lagi menjadi “Pengawas Dapur” semata-mata. Semoga (Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom)

Tinggalkan Balasan