MENDORONG ANAK MENCAPAI TINGGI MAKSIMAL

Terbaru200 Dilihat

Abraham Raubun, B.Sc, S Ikom

“Hei kontet!!” bulian seperti ini kerap dialami oleh anak yang bertubuh pendek. Faktor keturunan itu memang punya pengaruh. Jurnal Nature Genetics,  mencatat 60-80 persen tinggi badan seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan.

Namun nampaknya orang tua pendek tidak selalu anaknya pendek. Ini karena ada faktor lain yang berperan. Suatu penelitian menunjukkan anak bisa 8.5 cm lebih tinggi dari orang tuanya. Salah satu faktor penyabnya makanan bergizi serta pola makan yang baik.
Menurut Nature Genetics, sebanyak 20-40 persen tinggi badan manusia ditentukan oleh asupan zat gizi dan faktor lingkungan.

Di Indonesia anak yang tinggi badannya tidak sesuai dengan umur atau standar yang ditetapkan banyak disebabkan oleh kekurangan Gizi pada 1000 hari pertama kehidupan anak, yaitu masa selama 270 hari dalam kandungan sampai dengan anak berusia 2 tahun. Hitungannya dimulai sejak sembilan bulan dalam kandungan, 9×30 hari = 270 hari. Tahun pertama kelahiran 365 hari, dan tahun kedua kelahiran 365 hari.

Kondisi tubuh pendek ini dikenal dengan “stunting”. Tercatat hasil Survei Status Gizi (SSGI) tahun 2021 prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4%. Angka ini turun dari 27,7% pada tahun 2019. Namun ditemukan prevalensi anak kurus (underweight) meningkat dari 16,3% menjadi 17%.

Upaya memacu turunnya angka stunting lewat regulasi sudah dilakukan sejak tahun 2018. Diperkuat lagi dengan Peraturan Presiden (Prespres) nomor 72 tahun 2021. Ini untuk percepatan penurunan stunting. Targetnya ditetapkan menjadi 14% pada tahun 2024 mendatang.

Upaya percepatan itu dilakukan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan, keluarga dan masyarakat melalui : perbaikan pola konsumsi makanan dan perilaku sadar gizi; peningkatan akses pangan dan mutu pelayanan gizi sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi;

Diharapkan kelak anak-anak akan bertumbuh artinya bertambah tinggi serta berkembang dalam mental, emotional dan intelektual yang maksimal. Dengan demikian menghasilkan generasi yang berkualitas. Ini merupakan bonus demografi. Generasi yang didominasi oleh usia kerja yang produktif tentunya.

Kembali ke soal tinggi badan. Dalam suatu penelitian yang diadakan oleh University of Edinburgh tahun 2014 silam, dari 6000 partisipan ditemukan ada sedikit korelasi antara tinggi badan dan IQ yang lebih tinggi. individu yang lebih tinggi ternyata lebih cerdas. Ras merupakan faktor penting yang memengaruhi tinggi badan seseorang.

Selain itu ditemukan juga bahwa orang-orang dengan badan lebih pendek memiliki resiko lebih besar untuk terserang demensia, ketimbang mereka yang bertubuh tinggi.

Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas perlu didukung dengan pertumbuhan anak secara optimal. Capaian pertumbuhan yang optimal pada setiap anak dipantau dan dinilai status gizi serta tren pertumbuhan anak sesuai standar (Permenkes 2 tahun 2020).

Idealnya, pertambahan panjang badan dari lahir hingga usia 1 tahun adalah sekitar 25 cm. Dari usia 1 tahun ke usia 2 tahun sekitar 13 cm, dan usia 2 tahun ke usia 3 tahun sekitar 9 cm. Sedangkan dari usia 4 tahun hingga masa pubertas, anak akan mengalami pertambahan tinggi badan sekitar 5 cm per tahun.

Dalam transformasi Kesehatannya, Kemenkes meluncurkan enam upaya. Salah satu hal yang ditekankan adalah perbaikan Pelayanan primer berbasis preventif dan promotif. Ini beranjak dari peran lembaga kemasyarakatan desa terutama posyandu. Sasaran Pelayanan Posyandu tidak lagi dirancang hanya untuk ibu dan anak. Sekitar 20-30 jenis pelayanan dilakukan terutama berbasis preventif dan promotif. Lebih baik mencegah dari pada mengobati tentu itu prinsipnya.

Tinggal lagi mempersiapkan Posyandu yang ada. Baik kelembagaan dan SDMnya. Refungsionalisasi Posyandu ini perlu kolaborasi lintas sektor terutama peran Kementerian Dalam Negeri melalui direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa. Posyandu yang secara regulasi dinyatakan sebagai lembaga kemasyarakatan desa (LKD) diatur melalui Permendagri nomor 18 tahun 2018.

Perbaikan Pelayanan Primer ini dari perspektif preventif dan promotif terkait pula dengan upaya peningkatan kapasitas Pemerintahan desa yang meliputi lembaga desa yaitu Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Adat Desa (LAD) dan LKD yang tengah giat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa.

Tentunya hal ini perlu disikapi secara responsif oleh semua pemangku kepentingan, utamanya dalam mendorong capaian tinggi anak maksimal guna mempercepat penurunan stunting.

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan