Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom
“Covid-19 masih ada disekitar kita dan masih sangat berbahaya. Lindungi diri anda, lindungi keluarga anda dan lindungi lingkungan anda. Kerak telor memang leker, begitu juga asinan dan ketoprak. Jangan lupa pake masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.”
Imbauan itu berkumandang ketika bus Trans Jakarta jurusan Puri Beta-Tendean sampai di satu titik tertentu. Pembaca pesan dari Dewan Mesjid Indonesia, suaranya menggema berwibawa, cukup mantap dan enak di dengar.
Ini suatu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengingatkan masyarakat pengguna jasa “busway” begitu bahasa rakyatnya yang sering terdengar di route yang saya jalani dari Puri Beta-Tendean pp.
Upaya yang cukup intens lewat media untuk memutus rantai penularan sang virus yang terkenal punya daya tular tinggi menyasar inangnya yaitu manusia yang lengah dan abai.
Kalau di lihat di dalam transportasi umum ini memang semua penumpang sudah menggunakan masker. Mencuci tangan terlihat banyak yang melakukan dengan menggunakan hand sanitizer. Tetapi kalau berbicara jaga jarak, nampaknya masih sulit dihindarkan.
Pasalnya pada jam-jam tertentu, terutama jam berangkat dan pulang kerja begitu banyak penumpang yang berebut masuk ke dalam bus. Dapat dimaklumi karena takut terlambat masuk kerja atau ingin cepat-cepat pulang.
Ada aturan yang dibuat, kapasitas bus hanya boleh diisi setengahnya. Aturan ini jadi sumir karena baik di halte maupun di dalam bus tidak ada lagi petugas yang mengatur. Kalaupun Ada Hanya di halte-halte tertentu. Terkadang petugas diabaikan atau dibuat tak berdaya oleh banyaknya penumpang yang berdesakan. Sedangkan di dalam bus jangan harap dapat menjaga jarak. Kiri Kanan, depan belakang rapat berdempetan. Pasalnya juga bus berhenti di setiap halte sepanjang route perjalanan. Jika Ada atau tidak ada penumpang bus tetap singgah, itu sudah SOP tampaknya.
Mau di cegah bagaimana? Semua merasa punya kepentingan dan kebutuhan mendesak. Satu-satunya cara adalah kesadaran diri sendiri untuk menghindari kerumunan dalam ruang tertutup dan berAC. Resikonya masuk kerja terlambat, harus berangkat lebih awal atau memilih Moda transportasi umum lain dengan resiko ongkos lebih mahal. Semua ada konsekuensinya.
Kadang sebagai orang awam terpikir kemana para petugas yang sebelumnya cukup banyak. Ada di setiap bus dan halte. Gerangan apa yang membuat mereka sirna dari arena pengaturan para pengguna jasa transportasi umum ini. Apa juga karena terdampak Covid sehingga dirumahkan atau ada kebijakan lain, walahualam.
Dulu mereka begitu giat mengatur penumpang dalam bus. Meminta para penumpang yang masih muda memberi prioritas tempat duduk bagi lansia, ibu hamil, orantua yang membawa anak ataupun mereka yang berkebutuhan khusus. Senang rasanya melihat kalau ada generasi muda yang dengan rela memberikan tempat duduknya. Tetapi ada juga yang cuek bebek, yang tidur, entah pura-pura atau memang lelah dan mengantuk. Tidak sedikit juga yang asyik dengan ponselnya.
Di masa pandemi ini tumpuan menggunakan Moda transportasi Trans Jakarta yang murah dan nyaman sedikit terkikis. Kini lebih banyak mengalah demi keamanan diri, keluarga dan lingkungan. Syukur juga para pimpinan di tempat bekerja sangat mafhum akan situasi dan kondisi yang dihadapi para karyawannya.
Bagaimnapun juga kehidupan harus terus berjalan, “the life must go on” kata-kata penyemangat yang sering dikumandangkan ” jangan menyerah, bersama kita Lawan Corona pasti kalah”