Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom
Ketika wabah pandemi Covid-19 datang menerjang dan merebak ke seantero belahan dunia, sendi-sendi kehidupan manusia tergoncang. Begitu hebat bencana yang semula tak dipandang sebelah mata ini, datang mematahkan kesombongan manusia yang terkadang menganggap diri digdaya. Ketika kecongkakan ini terkalahkan, keputusasaan mulai merebak. Berbagai tuduhan tentang asal muasal penyebab penyakit ini terlontar menjadi bahan perdebatan sengit. Saling tuduh menuduh hanya karena syakwasangka serta pelampiasan rasa ketidak pastian yang bercampur kekuatiran meski dengan alasan yang tersamar. Berbagai pertanyaan muncul memenuhi benak, mengguncang perasaan penuh was-was. Seperti apa yang tersirat dalam kutipan lirik lagi berikut ini:
“…………….ketika kita sedang terlena,
Ketika kesombongan kau terkalahkan,
Bencaana datang menyapa dengan rasa
Kesombongan kita seakan tak berdaya”
Sontak kita menyadari kadang Tuhan memberi cobaan berat yang sulit dimengerti, tidak terjajaki oleh nalar manusia. Ujian datang dalam bentuk apa saja yang menyebabkan seribu kata dan deraian air mata kesedihan tak tertahan. Manusia berduka, ribuan nyawa melayang jeritan tangis di mana-mana ”Tuhan kami tak berdaya, Tuhan kami tak mampu bertahan, kami kehabisan cara dan kehabisan air mata.” Doa berbagai umat dan bangsa membumbung memohon ampun dan pengakuan diri yang merasa bersalah. Selayaknyalah kesemuanya itu dilakukan, mumpung masih ada waktu untuk berbenah sebelum terlambat.
Tetapi apakah karena petaka ini kita harus menyerah? Memang dunia saat ini sedang berduka, manusia sedang bertaruh nyawa, tetapi tidak berarti sudah sampai pada akhir zaman. Pasti suatu saat badai ini akan berlalu, bukankan sehabis hujan datang Pelangi dan sehabis gelap terbitlah terang? Sampai kapankah musibah akan berakhir, mengapa Tuhan tidak segera melenyapkan mahluk kecil bernama Corona-19 itu dari permukaan bumi ini? Namun apakah Tuhan akan memusnahkan mahluk yang sebenarnya sudah lama ada dalam kehidupan umat manusia itu? Ataukah Tuhan menitahkan berdamai dan hidup berdampingan denga sesama mahluk ciptaanNya?
Hanya yang perlu disadari bahwa jika Tuhan mengizinkan sesuatu terjadi tentu Dia punya maksud, karena rancangan Tuhan bukanlah rancangan manusia dan tidak akan pernah dapat dipahami dan terselami sepenuhnya oleh akal manusia. Dalam perjalanan panjang yang seakan menyiksa ini kita ditempa agar menjadi kuat. Agar tidak menjadi umatnya yang cengeng, lemah dan gampang menyerah tetapi umat yang teguh imannya dan sadar akan kelemahan, saling peduli memperhatikan sesamanya. Umat yang salih peduli mengemukakan kebersamaan dan mengesampingkan perbedaan, lalu menyembah dan memuliakan Khalik Sang Penciptanya. Ketika manusia dimanjakan dengan berbagai kemudahan, hidup bergelimang kesenangan meski tanpa disadari penuh berlumuran dosa, sudah jadi sifat kodratinya sering lupa diri. Ibarat kata pepatah “Hari panas lupa kacang akan kulitnnya.” Lupa kepada Sang Pencipta, pemilik kehidupan ini.
Bukankah kehidupan ini hanya ziarah perjalanan menuju suatu tempat yang lebih kekal dan abadi? Segala sesuatu yang dimiliki hanya sekedar titipan yang akan ditinggalkan ketika manusia kembali kepangkuan Illahi. Banyak tak disadari titipan yang diberikan, lupa untuk dipelihara tetapi sadar ataupun tidak banyak dirusakkan oleh keinginan manusia yang tak pernah mungkin terpenuhi sepanjang hayatnya. Manusia jarang atau kalau tidak mau dikatakan tidak mensyukuri anugerah Sang Pencipta yang sejatinya harus dipelihara dan didayagunakan untuk sebesar-besarnya kebutuhan umat manusia.
Dalam masa pandemic ini, banyak hal yang harus disyukuri. Lihat saja talenta-talenta yang dianugerahkan Tuhan mulai berkembang, seakan menunjukkan taring manantang cobaan yang menghadang. Memang kita harus meyakini justru dalam menjalani cobaan karunia dan bimbingan tangan Tuhan semakin nyata. Hanya dengan syarat berserah sepenuhnya disertai doa dan usaha. Lihat saja begitu banyak ide-ide kreatif bermunculan dalam situasi yang menyesakkan. Para penguasa dan pengusaha bergandengan tangan menyediakan bantuan. Begitu banyak tangan yang diatas dan hati yang tulus menolong tangan-tangan yang menengadah meminta pertolongan. Begitu banyak doa-doa dipanjatkan untuk para kerabat dan sahabat, begitu banyak orang-orang yang bangkit dari keterpurukan dan dari himpitan tekanan ekonomi yang menyesakkan. Mereka bangkit bagaikan banteng ketaton menerjang berbagai halangan dan rintangan yang menghadang kehidupan. Semua diterabas karena potensi diri tergali untuk mendayagunakan peluang yang ada dalam kesempitan yang dihadapi.
Memang kini dunia sedang berduka, tetapi tidak berarti akhir dari segala-galanya. Segala sesuatu akan indah pada saatnya, itulah yang harus menjadi keyakinan kita semua.