Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom
Menulis itu dimaknai sebagai kegiatan menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Biasa dilakukan pada media kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil, duludemikian tersurat dalam Wikipedia. Itu dulu, tetapi kini di era teknologi moderen sekarang tentu tidak lagi. The world is in your hand. Informasi apapun dapat digapai dan apa pun yang ingin disampaikan semua ada dalam genggaman tangan.
Dikalangan komunitas literasi dorongan untuk membangkitkan ,semangat, utamanya bagi para penulis pemula menulislah setiap hari dan saksikan apa yang terjadi sangat “contegius” alias mempunyai daya tular tinggi. Mungkin jika dianalogikan sama dengan Virus Corona penyandang nomor punggung 19, terutama varian Delta.
Ada yang mengatakan menulis itu menyenangkan, dapat memecahkan masalah dengan daya dorong otak kiri yang memiliki daya analitis sekaligus mengandalkan otak kanan untuk berimajinasi, berkreasi serta mengandalkan intuisi. Selain itu dapat membantu meluapkan emosi sehingga lebih tenang. Dengan demikian menghindarkan diri dari stress.
Benarlah adanya hal-hal yang dikemukakan itu. Namun untuk mencapai tahapan tersebut, bagi seorang pemula nampaknya patut diakui, memerlukan perjuangan yang tidak mudah. Tertatih-tatih dahulu memang harus dirasakan sebelum coretan-coretan tulisan bermuara dalam wujud buku ber-ISBN kemudian. Itulah sejatinya mahkota kehormatan yang disandang penulis atas hasil karya tulisnya.
Jika mahkota sudah disematkan, hasil menulis setiap hari sudah disaksikan, sang penulis harus tetaplah waspada. Kalau tidak bisa timbul rasa tak nyaman. Ketika tengah menyendiri menggenggam ponsel atau menghadapi komputer dengan pandangan hampa dan pikiran melayang tanpa arah, gundah datang membawa rasa tidak nyaman.
Apa yang mau ditulis sebagai kalimat pembuka yang menyentak perhatian pembaca, cerita menarik seperti apa serta tokoh dan alur cerita bagaimana yang disajikan agar tidak membosankan para pembacanya.
Jika hal ini muncul pada diri penulis, itu tanda-tanda “addicted” alias kecanduan sudah datang merasuk menghinggapi diri. Ini salah satu dampak menulis, menulis dan menulis. Ibarat paparan virus Corona tak dapat dihindari. Harus dihadapi dan hidup damai berdampingan dengan virus menulis ini.
Akibatnya sikap waspada lewat semua panca indra perlu terus ditingkatkan. Apa yang dilihat, apa yang didengar, apa yang diraba dan apa yang dirasakan, dimana saja, kapan saja semua dapat dijadikan bahan tulisan.
Itulah yang terjadi dan dilakukan oleh para penulis piawai untuk mengabdikan buah pikirannya.
Menulis memang sesuatu yang makin dicicip makin menggigit. Tak pelak Panglima angkatan perang Perancis Napoleon Bongaparte pernah berujar, ia lebih gentar menghadapi para wartawan daripada serombongan serdadu lawan, karena tulisan hasil mata pena mereka lebih tajam dibanding sangkur musuh ketika berhadapan.
Terima kasih