NIKMATNYA HIDANGAN BELUT

Terbaru43 Dilihat

Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom

Jika memasuki restoran Jepang atau restoran tertentu, kita akan menemukan Unagi Donburi dalam daftar menu yang disajikan. Rumah makan-rumah makan ini menjadikan makanan tersebut sebagai sajian utama. Apa gerangan menu makanan ini? Itu ternyata menu yang berupa nasi hangat dengan sajian belut (di Jepang sidat) yang diletakkan menghiasi di bagian atasnya dan disiram saos manis dengan sedikit taburan andaliman (sansho).  Banyak orang menyenanginya bagi mereka yang suka bisa membuat ketagihan.

Belut memang memiliki cita rasa yang gurih jika olahannya tepat. Ada yang digoreng, ditumis atau dipanggang dan diolah menjadi camilan favorit keluarga. Tetapi jika melihat tampilan aslinya banyak juga membuat rang enggan memakannya karena menyerupai ular. Meski cukup banyak manfaatnya bagi tubuh, namun banyak orang yang belum terbiasa mengonsumsinya.

Belut adalah sejenis ikan yang berasal dari keluarga synbranchidae yang dapat dikonsumsi aman untuk manusia. Ada juga hewan yang mirip dengan belut yaitu sidat. Sidat ini termasuk dalam ordo Anguilliformes. Mayoritas spesies ini hidup di laut, tapi beberapa diantaranya juga hidup di air tawar. Belut yang dikenal ada belut sawah, belut rawa dan belut kali. Umumnya memang belut berkembang biak secara alami di alam terbuka. Dan lumpur menjadi media yang sangat mendukung perkembangbiakan belut. Namun untuk membudidayakan belut, media selain lumpur pun dapat dilakukan, semisal di sebuah kolam dengan busa sebagai media memamahbiak. Itu pun dengan beberapa persyaratan, seperti temperatur dan kandungan ph pada air.

Belut yang biasa ditangkap dan di makan atau dibudidayakan adalah jenis belut sawah.  Di alam, belut menyukai tempat yang berlumpur seperti area persawahan, rawa-rawa atau tepi sungai. Binatang ini lebih suka bersembunyi di dalam lumpur dengan membuat lubang. Lubang yang dibuat belut berfungsi sebagai perangkap untuk menangkap mangsa. Di habitat asalnya belut bertindak sebagai predator yang ganas, karena bersifat pemangsa binatang kecil. Apabila berada di perairan kolam budidaya ikan, belut bisa menjadi hama pemakan anak ikan. Budi daya belut sebenarnya tidak sulit dan juga tidak mahal. Masyarakat yang memiliki lahan sempit pun dapat memelihara belut. Secara teknis budi daya dan pemeliharaan belut (monopterus albus) hanya memerlukan perhatian dalam memilih lokasi budi daya, pembuatan kolam, media pemeliharaan, memilih benih, perkembangbiakan belut, penetasan, makanan dan kebiasaan makan serta hama.

Sebagai bahan makanan, dagingnya sarat dengan zat gizi terutama protein. Juga merupakan sumber energi, vitamin dan mneral. Salah satunya adalah Arginin (Arginine). Arginin atau L-Arginin adalah salah satu asam amino yang tidak diproduksi oleh tubuh, sehingga harus dibantu asupannya dari luar. Argiunin ini terdapat dalam bahan makanan yang mengandung protein seperti daging, daging ayam, ikan, produk olahan susu, kedelai, gandum atau kacang-kacangan.

Di dalam tubuh, arginin akan diubah menjadi oksida nityrat yang fungsinya memperlebar pembuluh darah, sehingga darah bisa mengalir lebih lancar. Selain itu, arginin juga berperan dalam meranngsang pelapasan hormone pertumbuhan,insulin, dan senyawa lain di dalam tubuh. Kini belut sudah banyak dibudidayakan. Budidaya nya cukup sederhana yang dapat dilakukan di berbagai media sesuai kondisi yang dapat dijangkau. Bisa di dalam tong (drum), terpal, hingga kolam tembok. Modalnya juga bisa disesuaikan dengan kemampuan.

Dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti saat 9ini, salah satu upaya menjaga imunitas tubuh agar tetap prima, tentu memerlukan asupan protein yang memadai. Belut dapat menjadi salah satu alternatif pilihan sumber asupan protein hewani yang murah dan terjangkau serta mudah didapat. Namun meski mengandung nilai gizi, memang tidak mudah untuk membiasakan masyarakat mengonsumsi belut. Seperti halnya masyarakat dianjurkan untuk mengonsumsi daging kelinci. Upaya untuk meningkatkan konsumsi protein hewani yang bersumber dari daging kelinci cukup gencar di lakukan. Namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Apa pasalnya? Ternyata ada faktor estetika yang menghambat. Banyak orang melihat kelinci sebagai binatang peliharaan yang lucu yang banyak disenangi, karenanya enggan dan tidak tega untuk mengonsumsinya. Demikian juga dengan belut, hanya komunitas masyarakat tertentu yang gemar mengonsumsinya.

Sebenarnya permasalahan kekurangan protein tidak lagi menjadi fokus utama dalam penanganan masalah kekurangan gizi. Meski pun masalah kekurangan gizi makro (kekurangan energi dan protein) masih dihadapi, namun kini muncul permasalahan lain yaitu kekurangan zat gizi mikro berupa vitamin dan mineral utamanya vitamin A, Iodium, zat besi dan sebagainya. Ini merupakan beban ganda yang harus dihadapi pemerintah dalam upaya meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas.

Kekurangan zat gizi mikro ini selain berpengaruh pada pertumbuhan fisik juga pada mental dan intelektual. Dampaknya terhadap Kesehatan anak-anak, jika kekurangan akan terbawa sampai masa depan. Generasi yang dihasilkan merupakan generasi dengan kualitas hidup yang rendah, yang tak akan dapat bersaing di era globalisasi dengan perkembangan teknologi moderen yang sangan pesat. Lalu bagaimana akan mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain?

Tinggalkan Balasan