MENGENANG SOSOK INSAN GIZI INDONESIA DR.Ig TARWOTJO, M.Sc

Terbaru324 Dilihat

Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom

Bus PPD, berhenti tepat di halte Setiabudi. Aku segera melangkahkan kaki memasuki bus dan mengambil tempat duduk di dekat jendela. Tak lama kondektur datang mendekat mengutip ongkos bus, kusodorkan uang logam 50 rupiah bergambar Pangeran Diponegoro, kondektur merogoh sakunya dan mengembalikan 2 keping uang logam bernilai 20 rupiah dan sekeping bernilai 5 rupiah.

Tanggal 2 Februari 1971, itu hari pertama aku melangkahkan kaki memasuki kampus Akademi Gizi di Jl. Hang Jebat III Kebayoran Baru. Suasana masih sepi hanya terlihat beberapa mahasiswa senior bersiap-siap menerima mahasiwa baru. Kami di arahkan masuk dan menunggu di suatu ruang yang dikenal sebagai Gedung Biro V, bagian dari Departemen Kesehatan yang mengurusi Pendidikan. Ternyata itu kelak menjadi ruang kelas kami untuk memulai menimba ilmu gizi.

Namun bukan soal perkuliahan yang akan kuceritakan melalui tulisan ini, melainkan sesosok pendidik yang kala itu menjabat sebagai Direktur Akademi Gizi. Namanya Ignatius Tarwotjo, seorang penganut Katolik yang saleh, penyandang gelar Doktor dan Master of Science. Sapaan akrab di kalangan sejawatnya Mas Tjo, ini membuat kami para mahasiswa juga menyebut beliau dengan panggilan itu, meski hanya dikalangan kami sendiri. Meski nampaknya sambil bercanda, tetapi itu jadi panggilan kesayangan ketika membicarakan hal-hal terkait beliau. Pembawaannya tenang, ketika berbicara membawa nuansa sejuk. Tetapi ternyata di balik itu ada sikap tegas dalam mengambil keputusan.

Geraknya gesit, prigel kata orang Jawa. Bukan hanya dalam tataran kebijakan institusi Pendidikan, namun banyak hal praktis yang kami saksikan dalam lingkup sehari-hari di kampus. Sebagai salah satu contoh, Mas Tjo menyuruh salah satu karyawan untuk membetulkan kandang tikus percobaan yang sudah rusak. Mungkin karena sang karyawan dinilai lambat, segera beliau mengambil alih tugas itu, dan menyelesaikannya sendiri. Cerita lain, ketika beliau menjabat sebagai Kepala Direktorat Bina Gizi Departemen Kesehatan RI, ada peristiwa yang membuat staf beliau kalang kabut. Alkisah suatu hari mobil pribadi beliau Moris berwarna biru yang biasa dipakai ke kantor mogok. Meskipun sebenarnya ada kendaraan dinas yang disediakan, namun nampaknya beliau lebih senang menggunakan mobil kesayangannya. Apa yang beliau lakukan, tidak menghubungi staf untuk menjemput, tetapi langsung menuju tempat bis kota yang rutenya tidak jauh dari rumah tinggal beliau di Jalan Hang Jebat no.2 Kebayoran Baru. Dengan naik bis beliau menuju kantor di Kwitang- Senen. Karuan saja staffnya merasas rikuh tahu  kepala direktoratnya naik bus kota. Banyak lagi hal-hal teknis yang beliau kerjakan sendiri di kampus terkait kegiatan Pendidikan sehari-hari bahkan menegur keras karyawan Akademi dengan bahasa yang halus “Masih mau kerja di sini atau tidak??” halus tapi menohok jauh ke dalam sanubari. Membuat yang ditegur sadar-sesadar sadarnya akat perilakunya yang tidak berkenan di mata pimpinan.

Dilahirkan pada tanggal 5 April 1930 di Klaten-Jawa Tengah. Beliau pernah berkisah semasa kami kuliah tentang masa revolusi. Hatinya kecewa dan sedih saat tidak diizinkan ikut bergerilya karena tubuhnya  paling kecil. Namun kemudian bisa juga bergabung sebagai Tentara Pelajar (TP),  Detasmen I Brigade 17 Divisi Diponegoro. Pangkatnya Prajurit Satu (Pratu). Beliau wafat pada tanggal 17 Mei 1995 dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata, dimana tokoh-tokoh gizi lainnya yaitu Prof. Poorwo Soedarmo, Bapak Gizi Indonesia dan Prof. DR. Darwin Karyadi juga dimakamkan.

Di bidang Pendidikan, Mas Tjo menyelesaikan Pendidikan di Akademi Gizi tahun 1955. Berlanjut meraih gelar Sarjana Starata-2 Ilmu Gizi Manusia di Universitas Tennesse, Knoxville, Tennesse USA tahun 1959. Gelar doctor dalam ilmu kedokteran diperoleh dari Universitas Diponegoro-Semarang tahun 1990. Riwayat pekerjaannya berderet, selain sebagai seorang peneliti di Litbang Depkes RI, mulai dari tahun1959 sampai dengan tahun1965 sempat menjadi Staff Akademi Gizi Departemen Kesehatan Rl, Dosen Luar Biasa lnstitut Pertanian Bogor (IPB), Ketua Pelaksana, Penelitian Gizi Pekerja dan Ketahanan Fisik, Ketua Pelaksana Penelitian Evaluasi Distribusi Vitamin A.

Di era tahun 1965-1979 menjabat sebagai Direktur Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI-Jakarta, bahkan mungkin Direktur terlama memimpin Akademi Gizi, sekitar 14 tahun. Disamping itu menjadi Dosen Luar Biasa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas lndonesia, lnstitut Pritanian Bogor (IPB), serta Ketua Pelaksana Penelitian Pencegahan Kebutaan

Dalam periode tahun 1979-1988 menjabat sebagai Kepala Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dosen Luar Biasa Fakultas Kesehatan Masyarakat-Universitas Indonesia dan Institut Pertanian Bogor (IPB), Ketua Pelaksana Penelitian Vitamin A di Aceh. Kiprah mengembangkan dan memperjuangkan bidang gizi dilakukannya dengan begitu gigih dan penuh dedikasi. Upaya beliau menghimpun tenaga-tenaga pengajar untuk mengelola Akademi Gizi, termasuk pemanggilan Prof. DR. Soekirman yang saat itu masih bertugas sebagai Nutrisionis di provinsi Aceh.

Tidak hanya di tatar nasional, namun beliau juga dikenal di kalangan pakar gizi internasional. Partitisipasi di berbagai forum gizi serta kontribusi pemikirannya dalam bidang gizi begitu banyak. Itu semua merupakan sumbangan dalam mempromosikan dan mengembangkan bidang gizi dalam era pembangunan. Masukan-masukannya banyak di acu sebagai referansi oleh para pemegang dan pengambil kebijakan di era REPELITA. Bagi kami mahasiswa, Palang UPGK dan Rumah Gizinya mas Tjo yang diperkenalkan ini melekat erat dalam ingatan, sangat berarti sebagai bekal ketika meniti karir selepas dari bangku kuliah.

Apa yang telah beliau rintis dan tanamkan, tidak sia-sia.  Lihat saja anak-anak didiknya dari  Akademi Gizi misalnya, menyebar di berbagai bidang, bahkan tidak hanya di bidang gizi saja. Ada yang berkiprah di Lembaga-lembaga pemerintahan, Lembaga-lembaga non pemerintah baik di tingkat nasional maupun internasional, industri makanan dan sebagainya.

Kini dunia pergizian Indonesia mendambakan dan membutuhkan tokoh-tokoh seperti mas Tjo ini. Disadari tokoh-tokoh sekaliber mas Tjo tinggal sebanyak hitungan jari. Nampaknya mereka yang gigih menggaungkan pentingnya gizi untuk pembangunan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas yang unggul sudah sangat terbatas. Tongkat estafet yang ada di genggaman mereka harussegera berpindah ketangan para insan gizi generasi muda. Generasi melinial yang kini harus menghadapi tantangan berpacu dengan ilmu dan teknologi moderen yang berkembang begitu pesat. Abai menyiapkan diri, pasti terlibas ditelan zaman.

Hanya tetap ada harapan yang diletakkan pada mereka penyandang tanggungjawab “membangun gizi di Indonesia dan membangun Indonesia dengan gizi” dengan berbekal semangat dan dedikasi Mas Tjo, beserta tokoh-tokoh gizi lainnya. Semoga seuntai kenangan yang tergores dalam rangkaian kata dan kalimat ini dapat membawa inspirasi  dan pembangkit semangat juang bagi kawula muda gizi, yang kini mungkin masih mendulang ilmu di bangku-bangku kuliah. Bahkan juga bagi para pemerhati dan pegiat gizi demi menciptakan kualitas unggul anak negeri.

Tinggalkan Balasan