Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom
Monalisa itu nama lukisan karya agung Leonardo da Vinci. Seorang pelukis, pematung, arsitek, dan engineer yang terampil, juga dikenal karena kecerdasannya.
Menarik juga membaca kisah sang pencipta lukisan terkenal itu. Referensi mencatat ia penganut aliran renaissance. Ini merupakan gerakan perubahan besar di Eropa yang terjadi setelah abad pertengahan. Ciri utamanya menitik beratkan aspek humanisme, yaitu memanusiakan manusia, kebebasan atau empirisme yang berarti kebebasan. Juga kebebasan dalam artian mengembangkan pikiran untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan rasionalisme.
Konon lukisan Monalisa adalah “Magnum Opus” atau karya terbesar da Vinci selama hayatnya. Lukisan ini begitu lekat di hatinya. Ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyelesaikan karya ciptanya itu.
Menarik jika kita mendalami bagaimana da Vinci ini mendalami profesinya. Meski pun pada dasarnya ia mendalami ilmu melukis, namun tercatat ia juga melengkapi diri dengan disiplin ilmu lain. Ia salah seorang polymath (berpengetahuan di berbagai bidang) terbesar dalam sejarah manusia. Leonardo da Vinci adalah penemu, seniman, musisi, arsitek, insinyur, ahli anatomi, ahli botani, ahli geologi, sejarawan, dan kartografer.
Bercermin dari kisah da Vinci, nampaknya para insan Gizi dapat menimba pengalaman berharga. Utamanya keterikatan pada Profesi dasarnya yaitu bidang Gizi. Hal yang tersirat dalam rangkaian kalimat disini lebih kepada menyoroti sikap kesetiaan pada Profesi seperti halnya da Vinci.
Gizi meski banyak diperbincangkan orang dalam kehidupan praktis sehari-hari namun gaung kiprahnya para Pelaku Gizi kini nyaris tak terdengar.
Di Rumah Sakit ada Dietisien yaitu seseorang yang sejatinya punya andil besar dalam Tim yang membantu pemulihan pasien nampaknya atau terkesan hanya dipandang sebagai juru olah makanan atas perintah dokter. Padahal ada tugas penting lain juga yaitu konseling memberikan pencerahan kepada pasien, termasuk keluarga pasien setelah pasien keluar dari rumah sakit.
Sejauh apa membangun opini publik agar konseling gizi dianggap suatu hal penting, ini merupakan upaya penuh tantangan. Kompetensi para Dietisien harus terus dipelihara dan ditingkatkan.
Demikian pula bagi para Nutrisionis yang bergelut dengan berbagai program Perbaikan Gizi di masyarakat. Kemampuan mengolah dan mendayagunakan data dan informasi yang diperoleh dari lapangan menjadi sangat penting.
Data tentang penimbangan berat badan balita misalnya, memang sudah begitu banyak dikumpulkan. Tetapi ini masih merupakan angka yang belum bisa dipahami. Masih harus dianalisis menjadi suatu informasi. Informasi merupakan hal yang sudah lebih mudah dipahami dan mulai jelas apa yang akan diteruskan atau diprioritaskan. Tahap berikut diinterpretasikan. Di sini informasi yang sudah lebih jelas dan punya arti. Ada rekomendasi yang siap untuk diwujudkan dalam suatu tindakan.
Belum lagi menyoal tentang akurasi atau valid tidaknya data yang dikumpulkan. Bisa terkait masalah teknis penimbangan yang banyak atau sering diabaikan. Sejauh apa hal ini sudah dilakukan dengan baik dan akurat, masih banyak dipertanyakan dan perlu ditelaah lebih seksama.
Di tatar lapangan, diharapkan seorang Nutrisionis menjadi “libero” memainkan peran kesemuanya itu dalam mencapai tujuan mendorong terciptanya sumber daya manusia Indonesia maju dengan Sumber Daya Unggul di masa depan.
Menilik fenomena-fenomena yang terjadi dewasa ini, sejauh mana upaya mendorong insan Gizi di Indonesia ini memiliki “Magnum Opus” sebagai suatu ujud karya terbesar dalam mengemban Profesi gizi telah dilakukan tentu semakin menarik untuk diperbincangkan. noSemangat dan tekad untuk mencuatkan Profesi Gizi ini perlu terus dinyalakan dan disuarakan.