Bahaya riba dan penyakit ain itu benar-benar ada. Hidup mulai dari nol sudah pernah kami lalui, kembali ke titik yang bukan semestinya beberapa kali kami jumpai.
merasakan kelapangan dan kesempitan rezeki sudah kami jalani, namun yang sangat jelas terasa jika usaha tidak sejalan dengan ilmu, perasaan yang terbang ingin selalu dipuji, pamer keberhasilan, menampakkan pencapaian yang sebetulnyadiluar sana jauh tertinggal, bahkan ornag lain sudah ada di tahapan sangat berkelas.
ilmu muamalah hanya standar saja, bahkan membedakan Haq dan Bathil pun menjadi samar, diperbudak oleh arogansi, pernah kami alami semua ini.
Tapi Allah terlalu menyayangi kami, maka tak lepas kami di uji selalu sebagai manusia yang dipilih Tuhan yang dituntut harus bisa menjalani semuanya. padahal diperjalanan berkali-kali kami menyerah, berkali-kali tak sanggup, namun mengeluhpun bukanlah suatu solusi.
Pasrah pada takdir, menerima kenyataan dan hasil dari kesalahan jalan yang ditempuh. Semua itu memberikan pelajaran besar.
Tak butuh empati dari orang lain yang memang tidak berhati, biarkan seleksi alam terjadi, memilih lingkaran yang nyaman untuk diri sendiri itu penting kami rasa.
Kami bersyukur, kami hancur dan dihancurkan sebelum hasil dari riba menggurita di badan dan kehidupan ini. biarlah kata-kata orang hanya menjadi ocehannya belaka.
Air mata yang dulu selalu tumpah ke dada, sampai membasahi bahu justru menjadikan sendi dan tulangku jauh lebih kuat. keyakinan kami hanyalah satu, setelah masa pencucian, pengeringan, penjemuran, maka akan ada masa dimana hasil bersih yang diharapkan terjadi.