Menjelajahi Kanal Amsterdam

Terbaru30 Dilihat

Kanal AMsterdam/dok pribadi

Ponsel Tidak Berfungsi Di Belanda

Rupanya kami sudah sejak tadi ditunggu oleh Ronald dan Iyet dengan membawa seorang cucu .

Kami  dibawa berkunjung ke Volendam, yang menurut  Ronald, dulunya adalah sebuah pulau. Sehingga untuk berkunjung ke sini, harus menggunakan kapal.Tapi sejak tiga puluh tahun lalu telah dibangun dam yang menghubungkan pulau ini dengan daratan. Dan sejak itu, Volendam, merupakan destinasi wisata yang tidak pernah sepi dari pengunjung, baik dari turis lokal maupun mancanegara,

Bertemu Sesama Orang Padang di Volendam

Siang harinya kami diajak makan fish and chips oleh Ronald dan  istrnya Yet. Maka kami berempat dan ditambah dengan seorang  cucu  Ronald yang bernama Welvin, menikmati makan siang di salah satu kafe di sana.Sehabis makan siang, Sambil berjalan kaki perlahan-lahan, tiba-tiba ada 2 orang wanita sahabat dari Ronald dan Iyet datang menghampiri sambil menyapa, “Onde mandee ala lamo awak indak basuo”.Ternyata, Selvie dan kakaknya Luise, berasal dari Padang dan sudah lebih dari 40 tahun tinggal di Belanda.Bahkan Selvie bercerita ,bahwa ia sudah sejak lama menjadi Silent Reader di Kompasiana, Tentu saja bagi kami berdua,pertemuan dadakan ini merupakan sebuah surprise,bertemu dengan orang sekampung.

Terkadang hidup itu bagaikan mimpi. Jarak yang memisahkan ribuan kilometer serta kurun waktu puluhan tahun,ee ternyata bisa bertemu di Belanda. Sungguh Mahabesarlah Tuhan

Berfoto dengan pakaian Belanda

Kami diajak untuk berfoto dimana banyak foto orang Indonesia Berpakaian Belanda disini .Pada umumnya orang Indonesia selalu berfoto dengan Pakaian ini.

foto dengan pakaian Belanda /dok pribadi

Kanal Amsterdam Menyedot Jutaan Wisatawan Setiap Tahun

Bila  kita mengunjungi Amsterdam, seharusnya  menyempatkan diri untuk menikmati wisata air yang eksotik mengelilingi Kanal Amsterdam yang konon panjangnya hampir mencapai 100 kilometer.Untuk mencapai Kanal Amsterdam ini sangat mudah. Salah satunya adalah dengan menumpang kereta api dan berhenti di Central Train Station. Dari sini kita tinggal berjalan kaki beberapa menit untuk dapat mencapai pinggiran kanal.

Di sepanjang jalan tampak pengemudi sepeda mendominasi jalan raya yang sempit karena masih mempertahankan gaya dan arsitektur zaman dulu dengan tetap menjaga keasrian seluruh bangunan bersejarah disepanjang jalan.Menurut Ronald dan Yet yang sudah hampir 40 tahun domisili di sini, jumlah sepeda yang ada di Amsterdam melebihi jumlah penduduknya. Karena hampir setiap warga memiliki sepeda masing masing dan ditambah lagi ada  yang mempunyai lebih dari satu sepeda di rumah mereka.

Aneka Ragam Pilihan

Setibanya di pinggiran kali ada beragam konter yang menawarkan tiket untuk mengelilingi Kanal Amsterdam. Kami memilih  membeli tiket yang harganya 11 Euro perorang atau setara dengan sekitar Rp150000 per orang. Kapten kapal yang mengemudikan perahu bermotor bertindak sekaligus sebagai Pemandu Wisata air ini.Begitu menginjakan kaki kedalam perahu bermotor ini, ada perasaan lega karena tempat duduk yang disediakan cukup lapang dan ada meja kecil di depan kita untuk meletakan barang bawaan ataupun mau minum secangkir kopi.Sebagian dari penumpang memilih duduk dibagian anjungan perahu mungkin agar lebih leluasa memotret sana sini tanpa terhambat oleh dinding pembatas yang terbuat dari fiber glass

 

foto dok pribadi

Mathew, pria yang mengaku warga asli di Amsterdam ini menjelaskan dalam dua bahasa, yakni bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Sehingga saya tidak perlu kebingungan mendengar penjelasan dalam bahasa Belanda dan juga tidak perlu mengganggu Ronald dan Yet dengan sering bertanya tentang apa yang diterangkannya.

Menurut Mathew, kanal ini dibangun sejak abad ke 17 dan sejak itu dilestarikan dan sekaligus dijadikan destinasi wisata air yang ternyata diminati oleh jutaan orang. Hal ini terbukti dari total kunjungan yang mencapai angka 7 juta orang setiap tahunnya.

Sementara di sepanjang kanal tampak rumah rumah yang berasal dari perahu yang sudah tidak layak dipakai mengangkut penumpang yang dimodifikasi menjadi rumah tinggal. Tak ubahnya bagaikan rumah terapung yang banyak terdapat di Hongkong. Namun bedanya, tidak ada floating restaurant di sini dan semuanya tertata dengan baik dan apik.

terowongan yang dilalui perahu bermotor/dok pribadi

Ada begitu banyak terowongan yang dilalui oleh perahu bermotor yang kami tumpangi ,namun sakng asyiknya memandang keindahan wisata air yang eksotik ini membuat saya tidak sempat mencatat nama nama yang disebutkan. Begitu juga setiap kali melewati gedung-gedung bersejarah dan sudah dijadikan heritage bulding, Kapten kapal menjelaskan tahun berdirinya dan nama gedungnya.

Selama satu setengah jam kami mengelilingi hampir setiap seluruh pelosok Kanal Amsterdam ini dan hampir setiap 5 menit sekali kami berpapasan dengan perahu bermotor lainnya yang juga membawa para penumpang

pemandangan sepanjang Kanal/dok  pribadi

Secara hirarki dalam urutan keluarga kami memanggil Ronald dengan sebutan “Om” dan istrinya “tante”. Walaupun dari segi usia, sesungguhnya usia kami lebih tua 5 tahun

Setelah seharian mengelilingi Volendam, menikmati pemandangan yang indah dan sekaligus menikmati makanan siang bersama kerabat yang sudah puluhan tahun tidak bertemu, kami meninggalkan lokasi wisata yang semarak ini untuk menuju kerumah Om Ronald. Kenangan indah yang tak akan pernah terlupakan bagi kami berdua. Ada rasa haru dan syukur ,serta bahagia dapat bertemu sanak keluarga yang sudah puluhan tahun kehilangan kontak. Semuanya menghadirkan rasa syukur tak terhingga kehadirat Tuhan

7 Maret 2023.

Salam saya,

Roselina.

Tinggalkan Balasan