Kata Berantai
Penulis : Santi Syafiana, S.Pd
“Kak, bangun Kak,” Fia menggoyang-goyangkan tubuh Asty. Asty langsung tersentak bangun.
“Jam berapa sekarang Fia?”
“Udah hampir setengah enam pagi Kak,”
“Astaghfirullah, Kakak telat shalatnya,” Asty segera ke kamar mandi mengambil air wudhu.
“Wah, tumben Fia cepat bangunnya. Biasanya kakak yang bangunin?” Asty memuji perkembangan baik Fia.
“Hehe, Fia ulangan Kak. Baru mulai belajar.”
“Fiaa. . .”Asty mengusap-usap kepala Fia. “Kan udah kakak bilang belajar itu gak bisa sistem kebut sepagi gitu. Harus disiapkan setidaknya satu atau dua hari sebelumnya.”
Kebiasaan seperti itu sebenarnya bukan Fia saja. Rata-rata siswa di kelasnya seperti itu. Asty selalu mewanti-wanti akan kebiasaan salah tersebut. Fia hanya cengengesan sambil membaca catatannya.
Di sekolah ia sering mengajak siswanya berfikir logis, kenapa sistem kebut tidak membantu mereka menyelesaikan soal ulangan. Ia selalu menjelaskan kerja otak manusia yang terdiri dari dua jenis ingatan. Pertama long term memory, ingatan jangka panjang. Kedua short term memory, ingatan jangka pendek.
“Fia hafal bacaan shalat?” “Ya hafal lah Kak,”
“Pernah lupa gak walau sedikit,”
“Ya gak lah Kak, kan udah hafal mati!”
“Nah hafal mati itu terjadi karena Fia belajarnya sejak kecil. Diulang terus. Diulang terus. Lima waktu sehari semalam setiap hari! Sehingga pelajarannya masuk ke long term memory mu. Ingatan jangka panjang. Susah lupanya.”
“Ingatan jangka panjang?” Fia mengulang kata-kata Asty.
“Nah, ada ingatan jangka panjang tentu ada pula jangka pendek Fia. Seperti sekarang ini. Kalau Fia hanya menyerap pelajaran saat itu saja. Tidak mengulangnya di rumah beberapa kali. Bahkan ulangannya sistem kebut seperti ini, pelajaran hanya singgah di ingatan jangka pendek. Mudah hilang dalam waktu sekejap. Pas ujian kita malah tambah pusing Fia. Kan rugi. Kita paham pelajarannya tapi karena lupa, nilai kita jadi jelek.” Asty menjelaskan panjang lebar.
“Oh gitu ya Kak, memang sih Kak, Fia selalu kacau ujiannya karena Fia pikir semakin dekat waktu belajar dengan ulangannya, jadi gampang ingat deh.”
“Ya gak lah Fia. Kenalan sama orang saja, kita tanya namanya sekarang beberapa jam saja setelah itu kita bisa lupa namanya. Apalagi untuk pelajaran yang seabrek-abrek seperti sekarang. Harus pandai-pandai membagi waktu!”
“Ya Kak,”
“Ya sudah, Kakak mandi dulu ya.”
Asty segera menuju kamar mandi, bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Setiba di sekolah ia ikut berdiri di samping Pak Bahar yang sudah awal berangkat dari rumah. Menunggu anak di depan gerbang untuk bersalam-salaman. Ketika sudah menunjukkan pukul 07.45 WIB Asty membunyikan lonceng. Setelah itu barulah ia bergabung dengan guru lain.
“Teng…teng…teng…” lonceng berbunyi. Pertanda jam pelajarannya sudah tiba. Asty segera masuk kelas. Menyapa anak seperti biasa. Minta setoran kosa kata dan memulai pelajaran dengan gembira.
“Kosa kata kamu sudah banyak berarti sekarang ya. Untuk itu sekarang kita akan bermain kata berantai,”
“Apa itu Bu.” Zia dengan sigap bertanya. “Kamu tahu rantai besi?
“Tahu Bu,”
“Nah ini beda. Rantai ini kita susun dari rangkaian kata-kata. Misalnya Ibu membuat kalimat. I go to school everyday. Nah kalimat selanjutnya disambung oleh teman sebelah. Syaratnya kalimat itu harus dimulai dengan alfhabet y dari everyday. Yang lama menyambung kata atau yang tidak bisa akan kena hukuman. Do you understand?”
“Yes I do,” jawab mereka serentak
Ayo kita mulai. Silahkan siapa yang mau duluan?”
Zia menunjuk tangan. “Yap Zia, take your time.”
“I buy some foods,” Zia menyebutkan sebuah kalimat.
“She breaks her car,” giliran Aris
“Rice is cooked by Bob,”giliran Ridhwan. “Be..be..” Fahmi masih berfikir.
“Come on Fahmi. You can do it.”Asty menyemangati.
“Bu Asty is an angel,” ungkapnya. Semua kelas tertawa.
Asty meminta semua anak diam. Menasehati Fahmi bahwa Bu bukan Bahasa Inggris. Fahmi diminta mencari kalimat lain. Walau begitu Asty senang karena setidaknya Fahmi sudah bisa merangkai kata yang awalnya sulit baginya.