Setelah 4 hari 4 malam dirawat di klinik, pak Imam dinyatakan bisa pulang ke rumah. Seorang perawat menyodorkan kwitansi pembayaran pada Mawar. Dia diminta ke ruang administrasi untuk menuntaskan pembayaran. Akan tetapi dia tidak langsung ke sana sebab saat itu mereka hanya berdua saja di kamar perawatan. Kalau Mawar pergi, tidak ada yang menjaga pak Imam.
Sebenarnya jika pasien seorang PNS, tidak ada lagi yang perlu dibayar pada saat mendapatkan layanan kesehatan di klinik tersebut. Hanya saja pak Imam yang berada pada golongan dan ruang III/d lebih yang harusnya berada di ruang perawatan kelas satu meminta pindah. Dia meminta dirawat di ruang VIP yang diperuntukkan bagi PNS dengan golongan IV karena di kelas 1 berisi dua orang pasien. Sedangkan di VIP hanya satu orang pasien saja. Dengan demikian, dia harus membayar selisih harga untuk mendapatkan fasilitas di VIP.
Menjelang sore, kakak perempuan Mawar datang menjenguk. Dia baru saja pulang dari sekolah tempat tugasnya. Kesempatan itu diambil Mawar untuk mengurus administrasi pak Imam.
Setelah semua pembayaran ditunaikan, resep obat sudah ditebus, kartu kontrol sudah di tangan, dan surat keterangan rawat inap serta surat keterangan istirahat juga sudah diterima. Saatnya bersiap untuk pulang ke rumah.
Alhamdulillaah, kondisi pak Imam sudah kelihatan lebih segar. Dengan menumpang mobil kakaknya, mereka tiba di rumah pada jam setengah enam sore.
Tak lama kemudian, keluarga dekat dan tetangga datang menjenguk pak Imam. Mereka mendoakan agar pak Imam diberi kesehatan sehingga bisa beraktivitas kembali seperti biasa. Berdasarkan anjuran dokter, pak Imam tidak boleh banyak bergerak dulu dan buang air kecil pun hanya bisa dilakukan di kamar. Berbeda dengan BAB. Dia selalu memaksakan diri untuk membuang hajat di WC.
Akibatnya, setiap kali dia kembali dari kamar kecil, nafasnya pun kembali sesak. Beruntung ada tabung oksigen yang siap digunakan selama di rumah. Tabung tersebut merupakan warisan dari almarhum Bapak yang dulu mengidap penyakit jantung dan paru-paru. Sejak bapak meninggal dunia, tabung itu sudah berkeliling membantu orang yang membutuhkan. Sampai siang tadi, tabung oksigen itu masih ada di rumah orang tua dari temannya Mawar di daerah bagian pegunungan.
Keesokan harinya, persediaan oksigen dalam tabung pun habis. Tabung itu harus segera diisi ulang. Namun, Mawar lupa di mana tempat untuk mengisi ulang tabung oksigen. Mawar langsung menghubungi kakaknya dan mencari tahu lokasi pengisian ulang tetapi gagal. Mawar lalu menghubungi adik iparnya dan meminta tolong padanya.
Alhamdulillaah, bakda sholat Magrib, adik iparnya kembali dengan wajah berseri-seri. Tabung oksigen telah terisi dan regulatornya juga sudah diganti dengan yang baru. Ini dilakukan untuk berjaga-jaga jika suatu waktu pak Imam membutuhkan oksigen.
Pada jam 8 malam, pak Imam kembali merasakan sesak nafas. Seperti biasa, Mawar membantu memasang slang oksigen ke hidungnya. Beberapa menit menghirup udara melalui bantuan slang, pak Imam kelihatan sudah tidak sesak lagi. Nafasnya sudah mulai teratur kembali. Mawar pun lega.
Waktu menunjukkan pukul 20.30 WITA. Mawar sedang sibuk menyiapkan makan malam di dapur. Sebelum makan, pak Imam harus mengkonsumsi obat penurun asam lambung bernama Antasida Doen. Obatnya tidak boleh langsung ditelan, tetapi hanya bisa diemut seperti permen. Lima belas sampai tiga puluh menit kemudian, Pak Imam baru bisa makan.
Sambil menunggu, Mawar menyiapkan makan malam untuk kedua anaknya. Tiba-tiba terdengar teriakan pak Imam dari arah kamar.
“Honey, tolong saya!” Teriaknya.
Suara pak Imam tidak begitu jelas.
Mawar bergegas ke kamar. Dia khawatir terjadi apa-apa pada suaminya.
“Coba periksa tabung oksigen itu!” Pinta pak Imam. “Kenapa udara yang masuk ke hidung saya tidak terasa?” lanjutnya.
Mawar lalu memeriksa tabung oksigen yang berdiri kokoh di samping tempat tidur. Air di tabung kecil masih ada dan tetap berbusa, regulator menunjukkan ada oksigen dalam tabung, selangnya tidak tersumbat, dan pengaturannya juga oke.
“Kenapa bisa tidak terasa udaranya yah?” Gumam Mawar.
“Coba naikkan bandul di regulatornya!” kata pak Imam sambil terengah-engah kesakitan.
“Tenang, honey! Tenang!” Ujar Mawar. “Kalau kamu panik begitu, sesaknya akan semakin bertambah,” lanjutnya.
Mawar terus berusaha menenangkan suaminya meskipun dia sendiri sebenarnya sudah mulai panik. Tabung oksigen baru saja diisi ulang sore tadi, mustahil jika oksigennya habis. Kalau dilihat kondisi pak Imam, tampak jelas bahwa paru-parunya sudah menagih udara yang akan dipompanya.
Pak Imam bangun dan baring beberapa kali. Dia berusaha mengatur nafasnya tetapi dia tampak kewalahan. Mawar kasihan melihat suaminya seperti itu. Tanpa menunggu lama, Mawar langsung menghubungi Samsul (adiknya) untuk diantar ke rumah sakit.
“Kakak mau langsung ke rumah sakit atau ke klinik saja?” Tanya Samsul di seberang telepon.
“Langsung ke rumah sakit saja, dik.” Jawab Mawar. “Ini sudah darurat. Cepat ke sini yah, dik!”
“Saya sudah di jalan sekarang, kak.” Sahut Samsul.
Mawar menutup pembicaraan. Dia menyiapkan seluruh perlengkapan yang akan dibawa ke rumah sakit. Tas pakaian yang baru kemarin disimpan di tempatnya, kembali harus bertugas.
Anak-anak juga diminta mengemasi pakaian dan perlengkapan sekolahnya. Mereka terpaksa harus bermalam di rumah neneknya di kampung sebelah. Padahal mereka baru dua malam menginap di rumahnya.