Kesetiaan  dan  Ketekunan    Membangun  Personal  Branding

Kesetiaan  dan  Ketekunan    Membangun  Personal  Branding

Jika  para   pembaca  mendengar  kata  Mother  Teresa  dari  Kalkuta, imaginasi  dan  di pikiran  kita  langsung  terhubung  dengan orang  miskin,  daerah  kumuh   tak  layak  huni atau   mereka  yang  dalam  keadaan  hampir  mati dan  dipersiapkan sebagai  seorang  manusia  layaknya  oleh  Ibu  Teresa.

Kesetiaan  dan  Ketekunan    Membangun  Personal  Branding
Kesetiaan  dan  Ketekunan    Membangun  Personal  Branding

Ya  Ibu  Teresa  begitu  terkenal  mendunia, karena  karyanya  melayani  mereka  yang  termiskin  dan  terlantar.  Apakah  dia  punya  minat  atau  rencana  membangun” Personal  Branding “  bagi  diri  untuk  terkenal ? saya  rasa  tidak!

Dia  seorang  biarawati yang  dulunya  menjadi  Guru  sejarah dan  Kepala  Sekolah, di  biara  St  Loreto. Namun  suatu  hari  dalam  perjalanan naik  kereta  Api, dari  Darjeling (  kota  pegunungan )  menuju  Kalkuta,  dia  merasakan  suara  Tuhan :” Aku  haus “  yang  begitu  kuat,  dalam  hatinya, terpanggil  untuk  melayani orang  miskin.

Yah di  India  khususnya  daerah  Kalkuta  banyak  orang  terlantar  dan  hidup  seolah  tak  seperti  manusia  lagi, karena  kemiskinan yang  mereka  alami.  Ibu  Teresa  tersentak  hatinya  untuk  berbuat  sesuatu. Suara  panggilan  itu  makin  kuat.  Tak  mudah  seorang  biarawati  yang  sudah  ber Kaul  Kekal untuk  meninggalkan  biara.

Pergulatan  dan  Perjuangan  yang  panjang  dialaminya   dari  komunitasnya, dia  jujur  mengungkapkan  perasaan  hatinya  yang  tidak  tenang kepada  pimpinan, dan  pembimbing  rohaninya, dan  akhirnya  dia  diijinkan  untuk  keluar  dari  biara  St  Loreto  dan  memulai  karyanya.

Tidak  mudah, banyak  orang  mencibir  dan  menentang, namun  dia  setia  pada  suara  dan  Roh  Tuhan  yang  membimbingnya. Dia  ingin  mengabdikan  diri kepada  mereka  yang  paling  miskin  terlantar dan  hamper  mati. Dengan  seiin  dan  pengawasan  Uskup  dia  memulai  karyanya  di  Calkuta.  Dia  bukan  orang  asli  India.

Lahir  dengan  nama asli  Agnes Gonxha  Bojaxhiu yang  mempunyai  arti  “kuncup  mawar”  atau  bsa  disebut  “  buga  kecil  dari  Albania  yang kemudian  ketika  masuk  biara  mengambil  nama  dan    dikenal dengan nama “Bunda Teresa” lahir di wilayah  Keuskupan  Skopje, Kerajaan  Otoman, Yugoslavia, pada tanggal 26 Agustus 1910. Ia adalah anak bungsu dari pasangan Nikola dan Drane Bojaxhiu, kaum minoritas Albania.

Ketika  dia  berusia 7 tahun, ia sudah harus kehilangan sosok ayah, karena revolusi telah merenggut nyawa ayahnya. Kepergian Sang  ayah membuatnya harus pindah ke Skopje. Ia kemudian bergabung dengan solidarity, sebuah kelompok pemuda jemaat.

Ia memutuskan menjadi biarawati ketika keyakinannya semakin kuat yang diperolehnya   saat  berdoa di Gereja Madonna Hitam, di Letnice.  Pada  17 tahun, tepatnya tahun 1928 ia memutuskan  masuk ke Biara Loreto di Irlandia dan menjadi biarawati. Kisah perjalanannya pada cerita kehidupan para misionaris dan pelayanan mereka di Benggala.

 

Panggilan  Baru  Muncul  dari  Ketajaman  Nurani dan Kesadaran

Kesetiaan  dan  Ketekunan    Membangun  Personal  Branding
Kesetiaan  dan  Ketekunan    Membangun  Personal  Branding

Paa   8 Desember1948,dia memulai karya   misionarisnya bersama orang miskin, meninggalkan jubah tradisional Loreto dengan saree yang  merupakan  pakaian  sehari  -hari  di  India. Saree  terbuat dari   katun sederhana berwarna putih dihiasi dengan pinggiran biru.

Bunda Teresa, demikian  banyak  orang  menyebutnya mengadopsi kewarganegaraan India, menghabiskan beberapa bulan di Patna  ( Pataliputra) untuk menerima pelatihan dasar medis di Rumah Sakit Keluarga Kudus dan kemudian memberanikan diri ke daerah kumuh.

 

Dia memulai membuka   sebuah sekolah di Motijhil (Kalkuta)  serta  membantu   orang miskin dan kelaparan. Pada awal tahun 1949, ia bergabung dalam usahanya dengan sekelompok perempuan muda dan meletakkan dasar untuk menciptakan sebuah komunitas religius baru untuk membantu orang-orang “termiskin di antara kaum miskin”.

 

Usaha  yang  dirintisnya  dengan  penuh  tantangan  dan  perjuangan  berat  itu  dituliskan  didalam  buku  hariannya.  Dia  menulis pada   tahun pertamanya penuh dengan kesulitan. Karena  dia  sudah  memutuskan  diri  untuk  keluar  dari  biara  Loreto, maka  untuk  segala  keperluan  hidup  dan  pekerjaannya  ditanggungnya  sendiri.  Ia tidak memiliki penghasilan dan harus memohon makanan dan persediaan. Teresa mengalami godaan, keraguan, kesepian dan ingin  berhenti  serta  kembali dalam kenyamanan kehidupan biara di  Loreto. Ia menulis dalam buku hariannya:

“Tuhan ingin saya masuk dalam kemelaratan. Hari ini saya mendapat pelajaran yang baik. Kemelaratan para orang miskin pastilah sangat keras. Ketika saya mencari tempat tinggal, saya berjalan dan terus berjalan sampai lengan dan kaki saya sakit”.

 

Saya bayangkan bagaimana mereka sakit jiwa dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan kesehatan. Kemudian kenikmatan Loreto datang pada saya. ‘Kamu hanya perlu mengatakan dan semuanya akan menjadi milikmu lagi,’ kata sang penggoda… Sebuah pilihan bebas, Tuhanku, cintaku untukmu, aku ingin tetap bertahan dan melakukan segala keinginan-Mu merupakan kehormatan bagiku. Aku tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh karenanya.”

Pada 7 Oktober 1950 Teresa mendapatkan izin dari Paus di   Vatikan, Roma   untuk   memulai kongregasinya, yang  diberi  nama  “Misionaris Cinta Kasih” dan pada tanggal  Misinya adalah untuk merawat “yang lapar, telanjang, tunawisma, orang cacat, orang buta, penderita kusta, semua orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan seluruh masyarakat, orang yang telah menjadi beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang.”

Usahanya dengan cepat menarik perhatian para pejabat India, termasuk perdana menteri yang menyampaikan apresiasinya.

Orang  yang  dulu  menentangnya, setelah  melihat  kiprahnya  malah  mendukung, banyak  orang  yang  dengan  suka  rela  terketuk  hatinya  dan  membantu, menyediakan  Rumah, ruangan, bahkan  Kuil  untuk  tempat  merawat  para  gelandangan  yang  sakit  dan  hampir  mati.

Pada tahun 1952, Bunda Teresa membuka Home for the Dying pertama diatas lahan yang disediakan oleh kota Kalkuta. Dengan bantuan pejabat India, ia mengubah sebuah kuil   Hindu   yang ditinggalkan menjadi   Kalighat  yang  artinya Home  for  the  Dying ( Rumah  untuk  orang  yang  hampir  mati/ menghadapi  ajal ), serta   sebuah rumah sakit gratis untuk orang miskin.

 

Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka; Muslim   membaca   Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai  Gangga, dan Katolik menerimaSakramen  Perminyakan.

 

Sungguh  Bunda  Teresa  mempersiapkan  mereka  yang  miskin, terlantar  yang  dibuang  oleh  masyarakat  menuju  “Sebuah kematian yang indah,” katanya. Banyak  orang  yang  menyaksikan  semua  itu  berkata  dia  melayani orang-orang yang hidup seperti binatang, dan  menemui  saat  mati seperti malaikat yang   dicintai dan diinginkan.”

Bunda Teresa segera menyediakan tempat tinggal untuk mereka yang menderita , kusta dan menyebut tempat ini sebagai Shanti Nagar (Kota Kedamaian). Para Misionaris Cinta Kasih juga mendirikan beberapa klinik kusta yang terjangkau di seluruh Kalkuta, menyediakan obat-obatan, perban dan makanan.

Kongregasi Misionaris Cinta Kasih ini dimulai dengan 13 orang anggota di Kalkuta, kini telah lebih dari 4.000 suster menjalankan panti asuhan, rumah bagi penderita AIDS dan pusat amal di seluruh dunia, dan merawat para pengungsi, pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma, korban banjir, dan wabah kelaparan.

Kesetiaan  dan  Ketekunan    Membangun  Personal  Branding
Kesetiaan  dan  Ketekunan    Membangun  Personal  Branding

Pada 1979, dia mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian atas pengabdiannya membantu umat manusia. Ketika pengepungan  di Beirut  memuncak  pada tahun 1982, Bunda Teresa menyelamatkan  37 anak yang terjebak  di garis depan sebuah rumah sakit dengan menengahi sebuah gencatan  senjata sementara antara tentara Israel dan gerilyawan Palestina.

Kehadirannya  hanya  ditemani oleh para pekerja Palang  Merah  Internasional, betapa  beraninya  dia  melakukan  perjalanan melalui zona perang ke rumah sakit yang hancur untuk mengevakuasi para pasien muda.

 

Pada tahun 1996, ia menjalankan 517 misi di lebih dari 100 negara. Selama bertahun-tahun, Bunda Teresa mengembangkan Misionaris Cinta Kasih untuk melayani “termiskin dari yang miskin” di 450 pusat di seluruh dunia.Pada tahun 1984, ordo ini menjalankan 19 organisasi di seluruh negara. Rumah Misionaris Cinta Kasih pertama yang ada di Amerika  Serikat didirikan di South Bronx, New York.

Bunda Teresa  pernah  menderita serangan jantung ketika di Roma saat mengunjungi Paus  Yohanes Paulus  II pada tahun 1983. Setelah serangan kedua pada tahun 1989, ia menerima alat pacu jantung buatan. Pada tahun 1991, setelah berjuang melawan pneumonia  saat di Meksiko , ia menderita masalah jantung lebih lanjut.

Ibu  Teresa   menawarkan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai kepala Misionaris Cinta Kasih, tetapi para biarawati   di  Tarekatnya  dalam sebuah pemungutan suara yang rahasia, memilihnya untuk tetap menjabat. Bunda Teresa sepakat untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai kepalaTarekat / kongregasi.

Pada tanggal 13 Maret 1997, dia melepaskan  dari jabatannya sebagai kepala Misionaris Cinta Kasih dan memberi jabatannya kepada Suster Nirmala Joshi. Ia meninggal pada tanggal 5 September 1997.

Pada saat kematiannya, Misionaris Cinta Kasih telah memiliki lebih dari 4.000 suster dan   Mitra  persaudaraan dengan 300 anggota yang menjalankan 610 misi di 123 negara.

Hal  ini  termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, kusta dan TBC, dapur umum, program konseling anak-anak dan keluarga, pembantu pribadi, panti asuhan, dan sekolah.Misionaris Cinta Kasih juga dibantu oleh wakil pekerja yang berjumlah lebih dari 1 juta pada tahun 1990-an.

Bunda Teresa dibaringkan dalam ketenangan di Gereja St. Thomas, Kalkuta selama satu minggu sebelum pemakamannya pada September 1997. Ia diberi  penghormatan  Upacara  Pemakaman  kenegaraan oleh pemerintah India dalam rasa syukur atas jasanya kepada kaum miskin dari semua agama di India.

Kepergiaannya  menghadap  Sang  Khalik, ditangisi baik di masyarakat sekuler dan religius. Dalam   pidatonya, Nawaz Sharif, Perdana Menteri Pakistan mengatakan bahwa   Bunda Teresa adalah “seorang individu langka  dan unik yang tinggal lama untuk tujuan yang lebih tinggi.

Pengabdian seumur hidupnya untuk merawat orang miskin, orang sakit, dan kurang beruntung merupakan salah satu contoh pelayanan tertinggi untuk umat manusia.” Mantan Sekretaris  Jenderal  PBB,Javier  Perez de  Cuellar  mengatakan: “Ia adalah Pemersatu Bangsa. Ia adalah perdamaian di dunia ini”.

Penulis  sewaktu di  Roma  setiap  hari  Rabu menjadi  tenaga  Volunteer  untuk  membantu  di  shelter komunitas  Ibu  Teresa, di dekat  Basilika  St  Peter. Banyak  para tuna wisma  yang  tinggal  di situ. Meskipun  Bunda  Teresa  tidak mencari  personal  branding, toh  predikat  ibu  dari  yang  termiskin  itu  melekat  pada  dirinya. Kasih  Tuhanpun  mengalir via  para  donator  yang  membantu  kelancaran  karyanya. ***

 

Note  :  Terinspirasi  dari  buku  The  Story  of  Mother  Teresa of  Calcuta dan  juga  di  buat  Film.

Oleh  : Sr. Maria  Monika  SND

 

Artikel  ke : 32  YPTD

 

 

Tinggalkan Balasan