“Ayo, Putu!”
Dafa berteriak ke arah temannya. Tidak lama kemudian kedua anak itu berjalan beriringan. Keduanya terlihat tertawa sepanjang jalan.
Murid kelas 6 SD itu menyusuri jalan kompleks perumahan. Mereka hendak menuju lapangan. Minggu pagi adalah waktu mereka bermain.
Sore ini mereka bermain layangan. Dafa bersiap menerbangkan. Terlebih dahulu dia minta bantuan Putu.
Putu memegang ujung layangan dan berlari. Sementara Dafa menarik tali. Keduanya saling menjauh.
“Lepas!” teriak Dafa.
Putu pun melepaskannya. Layangan pun terbang ke atas. Mulanya layangan itu sedikit bergoyang.
Namun, lama kelamaan semakin tenang. Saat berada di atas layangan ditiup angin. Dafa berusaha menahannya.
Tiba-tiba Dafa merasakan tarikannya ringan. Layangan itu terbang. Talinya putus terkena angin.
“Yah putus! Putu ayo kita kejar!” teriak Dafa.
“Ayo!” jawab Putu sambil mulai berlari.
Keduanya pun mengejar layangan itu. Mereka berlari keluar lapangan. Keduanya melewati pematang sawah.
Dafa terus mengejar layangannya. Demikian juga dengan Putu yang mengikutinya di belakang. Keduanya berusaha mengejar layangan.
Layangan itu tidak jauh dari mereka. Tinggal beberapa meter saja. Namun tiba-tiba terdengar suara.
“Aduh! Dafa tolong aku!”
Ternyata Putu berteriak. Dia minta tolong. Anak laki-laki berambut pendek itu terjatuh.
Dafa pun kemudian menoleh. Setelah itu menghentikan larinya. Dia membalikkan badan.
Dengan hati-hati Dafa membantu Putu. Kedua kaki Putu tenggelam di lumpur sawah. Dafa mengulurkan tangan.
Putu berpegangan erat. Dafa menariknya dengan hati-hati. Putu berhasil naik ke pematang.
Di pematang Putu berusaha membersihkan celananya. Sementara itu, Dafa terlihat bingung. Dia melihat ke arah sawah.
“Putu… Lihat benih padi itu!” kata Dafa sambil menunjuk ke arah sawah.
Putu pun melihat kemudian menjawab, “Ya maaf. Aku, kan, tidak sengaja merusaknya, Dafa.”
“Harusnya kamu hati-hati tadi, Putu,” kata Dafa sambil jongkok.
Putu kembali menjawab, “Namanya juga lagi lari. Lagian aku kan bantu kamu mengejar layangan itu!”
Dafa pun merasa bersalah. Dia menyadari memang itu keinginannya. Dia pun meminta maaf pada Putu.
“Iya dah, Putu. Aku salah sudah mengajakmu. Maafkan aku, ya?” kata Dafa mengulurkan tangannya.
Keduanya pun berjabat tangan. Setelah itu tertawa. Mereka menertawakan Putu yang kotor oleh lumpur.
“Sama-sama, Dafa. Maafkan aku juga, ya?” jawab Putu sambil menggenggam tangan Dafa.
Dafa tertawa kemudian berkata, “Ya sudah kalau begitu mendingan kita beresin benih itu. Bagaimana? Setuju?”
“Oke!” teriak Putu sambil turun ke sawah.
Dafa segera menyusulnya. Namun, mereka kembali naik ke pematang. Mereka melihat ada seseorang yang menuju ke arahnya.
“Kalian lagi apa di sini?” tanya pria paruh baya itu.
Dafa pun mulai bercerita. Dia menceritakan awal mula kejadian. Kemudian meminta maaf pada pria itu.
“Kami minta maaf, Paman Rustam. Kami tidak sengaja,” kata Dafa menjelaskan.
Paman Rustam pun tersenyum. Dia bangga dengan keduanya. Meskipun masih kecil, tetapi berani mengakui kesalahan.
Selain itu, keduanya juga berani bertanggung jawab. Paman Rustam pun mengajak mereka merapikan benih padi. Benih padi itu pun tidak berserakan lagi.
Setelah selesai, Paman Rustam mengajak mereka. Keduanya diajak menikmati bekal. Mereka bertiga pun menuju gubuk.
Di gubuk yang disebut dangau itu, mereka menikmati bekal. Ketiganya pun mulai makan. Setelah selesai mereka membereskannya.
Paman Rustam izin melanjutkan pekerjaan. Dafa dan Putu memutuskan beristirahat. Keduanya tiduran di gubuk.
Angin sawah yang segar membuat mereka mengantuk. Tanpa sadar keduanya tertidur. Hari telah lewat siang ketika mereka bangun.
Saat bangun mereka terkejut. Ada layangan baru di atas gubuk. Layangan itu ada dua.
“Ambillah! Ini untuk kalian,” kata Paman Rustam.
Dafa pun menjawab, “Ta… Tapi, Paman.”
“Sudah Dafa ambil saja. Sebagai ganti layanganmu yang putus tadi,” kata Paman Rustam sambil menyodorkan layangan.
Dafa dan Putu menerima layangan. Mereka menerima sama-sama satu. Keduanya pun bahagia.
Setelah itu, Dafa dan Putu berpamitan. Tidak lupa mengucapkan salam dan mencium tangan. Saat pulang mereka tidak lupa melambaikan tangan.