Angin berembus saat pagi menjelang siang itu. Seorang anak laki-laki berusia hampir 12 tahun itu berjalan sendirian. Dia berjalan di pematang sawah.
Langkah kakinya terlihat hati-hati. Sesekali dia melompat kecil saat melewati batu. Dia terus melangkah menembus ilalang yang tumbuh di tepi pematang.
Anak laki-laki itu adalah Dafa. Dia baru saja pulang dari rumah temannya. Ayah temannya baru saja meninggal dunia.
Tibalah Dafa di ujung pematang. Bagian itu menembus jalan desanya. Dia mempercepat langkahnya.
Tidak lama kemudian dia hampir tiba di kantor desa. Dia melihat kerumunan di sana. Terdorong penasaran, dia mendekatinya.
Dafa melihat beberapa orang laki-laki dewasa. Mereka sedang mengolah kebun belakang kantor desa. Berbagai aktivitas mereka lakukan.
Ada yang sedang mencangkul lahan. Ada juga yang menyiapkan bibit tanaman. Selain itu, ada juga membawa air pakai ember.
Dafa mendekati salah seorang di antara mereka. Orang itu adalah tetangganya. Tetangganya bernama Paman Salim.
“Paman sedang apa?” tanya Dafa kepada Paman Salim.
Paman Salim menjelaskan apa yang sedang dikerjakannya. Dengan sabar dia menjelaskan. Mereka sedang membuat apotek hidup.
Dafa yang penasaran pun bertanya, “Memang apotek hidup itu apa, Paman?”
Paman Salim kembali menjelaskan. Menurutnya apotek hidup adalah pemanfaatan lahan untuk menanam tanaman obat. Selanjutnya dia menutup penjelasan dengan pertanyaan.
“Dafa tahu contoh tanaman obat tidak?” tanya Paman Salim.
Dafa mengerutkan kening. Dia berusaha menemukan jawaban. Butuh waktu cukup lama baginya menemukan.
Dafa pun menjawab, “Tahu, Paman.”
“Apa coba sebutkan!” perintah Paman Salim sambil memilih beberapa tanaman obat.
“Jahe. Terus kunyit. Nggg… Apa lagi, ya?” ujar Dafa balik bertanya.
Paman Salim hanya tertawa kecil. Dia pun membantu Dafa menemukan jawaban. Sambil menunjukkan tanaman obat, Paman Salim menjelaskan.
Paman Salim menyebutkan beberapa tanaman obat yang ditunjukkannya. Ada jahe, kunyit, kencur, kumis kucing, pecut kuda, sereh, sirih merah, binahong, dan lain-lain. Dafa mendengarkan dengan saksama.
“Kalau manfaatnya Dafa tahu tidak?” tanya Paman Salim lagi.
Dafa tersenyum sambil menjawab, “Kalau Dafa tahunya cuma jahe, Paman. Bisa dibuat minuman biar badan jadi hangat. Iya, kan? He he he.”
“Betul sekali,” jawab Paman Salim sambil menunjukkan bibit jahe kepada Dafa.
Paman Salim pun mulai menjelaskan manfaat tanaman obat. Menurutnya jahe bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Setelah itu, dia menjelaskan manfaat tanaman obat lainnya.
“Nah kalau kunyit bisa dipakai mengobati radang,” kata Paman Salim.
Dafa menganggukkan kepala mendengar penjelasan itu. Dia pun memegang beberapa bibit tanaman obat lainnya. Dia menunjukkan kepada Paman Salim dan menanyakan manfaatnya.
“Kalau ini namanya pecut kuda. Tanaman ini biasa dipakai untuk mengobati radang dan panas dalam,” kata Paman Salim.
Dafa pun tersenyum, “Wah ternyata banyak tanaman obat bermanfaat, ya, Paman.”
Paman Salim mengacungkan jempol. Selanjutnya dia melanjutkan tugasnya. Dengan cekatan kembali menyiapkan bibit tanaman.
“Dafa… Daripada bengong mending kamu bantu Paman sini!” kata Paman Salim sambil tersenyum.
Dafa pun langsung menyahut, “Siap, Paman!”
Keduanya kemudian bekerjasama. Dafa membantu mengelompokkan bibit. Dia terlihat cekatan memindahkan beberapa polibag berisi tanaman.
Dafa kemudian mengikuti Paman Salim. Mereka mengangkat bibit yang siap ditanam. Bibit itu diletakkan di dekat lubang lahan.
Beberapa orang lainnya kemudian melanjutkan tugas. Mereka mulai membuka plastik hitam. Setelah itu memasukkan bibit ke lubang dan menimbunnya.
Tanpa terasa hari sudah siang. Mereka memutuskan istirahat. Dafa pun pulang membawa bibit tanaman.
Sepanjang perjalanan Dafa menikmati pemandangan. Dia melihat sawah hijau terhampar. Selain itu, juga perbukitan di kejauhan.
Udara segar menerpa wajahnya. Dia meneruskan perjalanan. Sayup terdengar suara burung bernyanyi.
Suara angin juga terdengar menyejukkan. Terlebih saat menimpa daun pohon yang rindang. Ditambah lagi gemericik air saluran.
Dafa menikmati keindahan itu dengan bersyukur. Dia merasakan kedamaian. Dia pun senang saat tiba di rumah.
Ibunya bertanya kenapa Dafa terlambat pulang. Dafa pun menceritakan pengalamannya. Termasuk keadaan desanya yang damai.
Ibunya memberikan pujian. Bersama ayah, mereka pun makan bersama. Setelah itu, Dafa pamitan akan menanam bibit tanaman obat.
– mo –