“Ayo, Nabila! Keburu siang nanti!”
Nabila mendengar seruan ibunya. Gadis kelas 6 SD itu segera menyambar tasnya. Tas ransel merah itu pun berada di pundaknya.
Setengah berlari Nabila keluar rumah. Setelah mengunci pintu, ibunya mengajaknya ke jalan. Di sana ayahnya telah menunggu mereka.
Hari ini mereka akan ke rumah Kakek Nabila. Perjalanan ke kampung sekitar satu jam. Sepanjang perjalanan ibunya banyak bercerita.
“Jadi sekalian menjenguk kakek, nanti kita juga ke kebun singkong,” kata ibu Nabila.
Mendengar itu Nabila berteriak, “Hore kita panen singkong!”
Mendengar itu ayah Nabila hanya tersenyum. Dengan hati-hati ayah Nabila mengendarai mobilnya. Mereka masih terus mengobrol.
“Memang kalau sudah panen, Nabila mau bikin apa dari singkong?” tanya ayahnya.
Nabila yang duduk di samping ayahnya tersenyum. Sesekali dia menguatkan sabuk pengamannya. Setelah itu dia mulai berkata.
“Tidak tahu, Ayah! Nabila, kan, belum bisa masak. He he he,” jawab Nabila sambil tersenyum malu.
Pipi Nabila terlihat memerah. Dia menyadari kalau belum memiliki pengalaman memasak singkong. Biasanya dia hanya sekadar membantu ibunya saja.
Dia pun teringat saat ke rumah kakek sebelumnya. Waktu itu dia sedang bermain bersama sepupunya. Sepupunya itu bernama Anggita.
“Bu… Nabila jadi ingat sama Anggita. Sudah lama tidak main bareng,” kata Nabila.
Ibunya tersenyum lalu menjawab, “Nanti, kan, Nabila ketemu sama Anggita. Dia lagi libur juga, kan.”
Nabila kembali tersenyum kemudian menjawab, “Iya juga, ya. He he he.”
“Memangnya kalau ketemu Anggita mau ngapain, Bil? Mau belajar masak, ya? Ha ha ha,” kata ayah Nabila sambil tertawa.
Mendengar perkataan ayahnya, Nabila kembali terlihat malu. Pertanyaan ayahnya tidak salah. Dia memang ingin belajar masak.
“Ayah tahu saja, sih. Nabila, kan, jadi malu. He he he,” kata Nabila sambil tersenyum.
Ayah Nabila menyahut, “Ha ha ha. Kan, Nabila pernah cerita kapan itu sama ayah.”
Nabila ikut tertawa bersama ayahnya. Dia ingat pernah menceritakan itu pada ayahnya. Keduanya pun tertawa.
Sementara itu di kursi belakang ibu Nabila tersenyum. Matanya tidak pernah lepas dari buku yang dibacanya. Buku itu tentang resep masakan olahan bahan pengganti beras.
Setelah satu jam perjalanan, mereka pun tiba. Nabila langsung berlari masuk. Tidak lupa mengucapkan salam sebelumnya.
Di dalam rumah, Nabila langsung memeluk kakeknya. Setelah itu dia pun disuruh duduk di samping kakeknya. Seperti biasa kakeknya akan bercerita.
Kali ini kakek Nabila menceritakan hal berbeda. Biasanya tentang kehidupannya saat zaman penjajahan. Kali ini kakeknya menceritakan tentang neneknya.
“Jadi, nenekmu itu pintar sekali masak. Apalagi masak singkong. Enak sekali,” kata Kakek Nabila memulai cerita.
Nabila yang penasaran bertanya, “Memang singkong dimasak apa saja sama nenek, Kek?”
Kakek pun menjawab, “Banyak, Bil. Kadang dibuat jajan. Sering juga dibuat nasi.”
“Nasi, Kek?” tanya Nabila sambil melotot.
Kakek tersenyum lalu menjawab, “Iya, Bil. Jadi zaman dulu kalau lagi tidak ada beras, kami makan nasi dari singkong yang telah dikeringkan.”
Nabila mengerutkan kening. Dia belum bisa membayangkan seperti apa nasi dari singkong itu. Dia sama sekali belum pernah melihat apalagi merasakannya.
“Memang bagaimana rasanya, Kek? Enak?” tanya Nabila semakin penasaran.
Melihat rasa penasaran Nabila, kakek semakin semangat bercerita. Dia menceritakan penampakan nasi singkong. Dia juga menceritakan kenikmatan makan nasi singkong.
“Kakek… Nabila jadi pengin makan nasi singkong,” Nabila merajuk pada kakeknya.
Kakek Nabila tersenyum, “Ya sudah. Kamu ke belakang sana. Anggita sedang masak nasi singkong itu.”
Setelah pamitan Nabila bergegas ke belakang. Di sana Anggita telah menunggunya. Keduanya pun berpelukan.
Sesaat kemudian, Nabila membantu Anggita. Dia membantu memasak nasi singkong. Setelah itu mereka pun menyiapkan lauk.
Nabila dan Anggita tertawa ketika menyelesaikannya. Setelah siap mereka pun mengajak yang lain untuk makan siang. Kebahagiaan tergambar jelas di wajah Nabila.
– mo –