Iqbal adalah murid kelas 6 SD. Usianya saat ini hampir 12 tahun. Dia sangat senang membuat video.
Suatu hari dia berjalan ke sawah. Sawah itu berada di samping rumahnya. Di sana dia memperhatikan sekelilingnya.
Iqbal kemudian mulai merekam. Dia merekam menggunakan handphone ayahnya. Dia merekam petani yang sedang bekerja.
Selain itu, Iqbal juga merekam padi yang masih menghijau. Tidak lupa dia juga merekam langit biru. Dia belajar merekam dari ayahnya.
Hari pun semakin siang. Iqbal memutuskan pulang. Orang tuanya telah menunggu di rumah.
“Salat dulu, Nak. Baru makan terus nanti dilanjutkan lagi,” kata ibu Iqbal dari arah dapur.
Iqbal pun menjawab, “Iya, Bu.”
Iqbal berjalan menuju ruang makan. Di sana ayahnya telah menunggu. Ayahnya duduk di atas tikar pandan.
Iqbal berbincang dengan ayahnya. Mereka menunggu ibunya menyiapkan makanan. Ayahnya menanyakan hasil kerja Iqbal.
“Masih biasa saja, Ayah,” jawab Iqbal sambil menundukkan kepala.
Ayahnya memberikan semangat, “Tidak apa-apa. Namanya juga belajar. He he he.”
Iqbal mengangkat kepala kemudian tersenyum. Ayahnya membalas senyuman itu. Keduanya pun akhirnya tertawa.
“Iqbal sama Bapak kenapa, sih? Dari tadi Ibu dengar tertawa terus?” tanya ibu Iqbal yang tiba-tiba muncul membawa makanan.
Iqbal pun menjelaskan kepada ibunya. Mendengar itu, ibunya ikut tertawa. Mereka bertiga pun mengakhiri tawa.
Ayah Iqbal memimpin doa. Setelah itu mereka mulai makan. Menunya bermacam-macam.
Di tengah-tengah mereka ada banyak makanan khas Lombok. Ada pelecing kangkung, sate pusut, dan sayur kelor. Mereka menikmati semuanya.
Selesai makan Iqbal mengikuti ayahnya. Iqbal dan ayahnya menuju ruang kerja. Di sana ayahnya telah menyiapkan segala sesuatunya.
“Iqbal… Mana coba Ayah lihat hasil rekamanmu!” kata ayah Iqbal.
Iqbal menyerahkan handphone ayahnya dengan malu-malu. Sementara ayahnya mulai membuka galeri. Ayahnya melihat video satu per satu.
Ayah Iqbal akhirnya berkata, “Keren sekali ini, Iqbal. Boleh ayah pakai jadi pembuka video ayah, ya?”
Iqbal menganggukkan kepala. Ayahnya tersenyum. Setelah itu mulai mengambil posisi di belakang meja kerja.
“Iqbal… Boleh Ayah minta tolong?” tanya ayahnya.
Iqbal menjawab sambil menerima handphone ayahnya, “Minta tolong apa, Ayah?”
Ayah Iqbal menjelaskan permintaannya. Awalnya Iqbal ragu. Namun, akhirnya dia percaya diri juga.
“Ayah sudah siap?” tanya Iqbal.
Ayah Iqbal menganggukkan kepala. Dia memberikan kode kepada Iqbal. Iqbal pun mulai menjalankan tugasnya.
Pertama-tama dia menyalakan lampu berbentuk lingkaran. Ruangan pun menjadi terang benderang. Selanjutnya dia memasang handphone pada kaki tiga warna hitam.
Sebelum memulai syuting, dia membetulkan meja kerja ayahnya. Dia juga sedikit menata tumpukan buku yang ada. Setelah semuanya siap, Iqbal pun beralih tugas menjadi sutradara.
“Camera, rolling, action!” Iqbal berteriak seperti seorang sutradara.
Ayah Iqbal segera bermain peran sesuai skenario. Dia sedang membuka sebuah paket. Kemudian dia mengeluarkan isinya.
Dengan yakin ayah Iqbal mulai menjelaskan produk yang dibukanya. Iqbal mendekat ketika ayahnya membuka produk. Selanjutnya dia mendekatkan kamera pada produk itu.
“Ini adalah produk terbaru. Sangat membantu dalam pekerjaan kita sehari-hari,” kata ayahnya membuka video.
Setelah itu ayahnya menceritakan keunggulan produk. Sepuluh menit kemudian ayahnya kembali memberi kode. Iqbal pun menghentikan perekaman.
Iqbal kemudian menunjukkan hasil pada ayahnya. Ayahnya tersenyum melihatnya. Hasilnya sangat memuaskan ayahnya.
“Mantap, Iqbal! Terima kasih, ya. Ayah akan langsung mengeditnya. Kamu mau belajar edit juga?”
Iqbal menggelengkan kepala. Dia kemudian pamit untuk beristirahat. Dia melangkah menuju kamarnya.
Saat malam tiba, Iqbal tidak bisa tidur. Pikirannya tertuju pada ayahnya. Dia penasaran dengan hasil editan video ayahnya.
Keesokan harinya Iqbal menunggu ayahnya pulang. Ayahnya pulang dengan membawa piala. Ayahnya berhasil menjadi juara.
“Wah, Ayah hebat!” teriak Iqbal menyambut ayahnya.
Ayahnya tersenyum kemudian berkata, “Kamu juga hebat, Iqbal. Berkat kamu, ayah bisa menang lomba. Terima kasih, ya.”
Iqbal dan ayahnya masuk rumah. Ibu Iqbal telah menunggu mereka di ruang tengah. Ketiganya pun berbagi cerita.
Sudomo, S.Pt.
(Email: sudomo.spt@gmail.com)
Iqbal anak yang luar biasa