Kenapa Harus Menulis ?

Terbaru18 Dilihat

Kenapa Harus Menulis ?
Suharto
Guru MTsN 5 Jakarta




Menulis merupakan sebuah keterampilan. Menulis itu ya, ditulis bukan dipikir. Tapi menulis juga bermula dari pikiran. Tidak mungkin menulis tanpa berpikir. Pikiran menjadi sebuah tulisan jika sudah diproyeksikan. Apa yang muncul dalam tulisan melalui pikiran lalu diproyeksikan menjadi sebuah simbul yaitu tulisan.

Tulisan menarik atau tidak berawal dari pikiran. Apa yang ada dalam pikiran berawal dari asupan-asupan nutrisi pengalaman yang masuk. Semakin banyak asupan nutrisi yang masuk, semakin berisi tulisan tersebut. Begitukan, kata para senior.

Nah, dalam hal ini penulis mencoba untuk menelaah sejenak berdasarkan asupan-asupan nutrisi yang masuk ke alam pikiran saya. Mencari beberapa alasan, kenapa kita harus menulis?…..

Ok, mungkin ini bisa mewakili dari pendapat
Para senior yang sudah makan asam garam dalam dunia tulis-menulis. Di antaranya, yaitu:

1. Keabadian
Mungkin kita pernah membaca atau mendengar peribahasa Indonesia” Gajah mati meninggalkan gading, Manusia mati meninggalkan nama.”

Pernahkah kita mendengar nama- nama di bawah ini, seperti Ibnu Sina alias Ave Cena, Ahli kedokteran (980-1037), Al-Khawarizmi, ahli matematika bapak Aljabar dari Uzbekiztan (780-850M), Ibnu Rushd alias Averroes (1126- 1198 M), Imam Abu Hanifah (80-150 H), Malik ibn Anas (93-179 H), Imam Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (150-204H), Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241H), dan tentunya masih banyak para pakar lainnya. Ini hanya sebagai
Sample saja.

Yang menjadi pertanyaannya, kenapa nama-nama tersebut masih terus dikenal orang dan seperti hidup sepanjang zaman? Jawabannya cukup sederhana. Karena mereka telah memahat nama mereka dalam sebuah karya. Dan karya itu terus diburu orang. Bahkan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Ketika kita sedang membaca karya-karya penulis, seolah-olah kita sedang berbicara dengan penulis tersebut. Mereka terus hidup abadi sepanjang zaman. Itulah hebatnya para pemulis. Walau jasad sudah terkubur ratusan tahun, tapi mereka tetap hidup abadi selama-lamanya.

Sebagaimana pernyataan dari salah satu penulis Indonesia, Pramoedya Ananta Toer:
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah”

2. Wawasan Semakin Bertambah
Penulis itu laksana transaksi jual-beli. Ada yang dijual dan ada yang dibeli. Ketika penjual terus menjual barang yang tersedia tanpa harus mengisi barang lagi, maka otomatis ke depan tidak ada yang dijual. Ketika sudah tidak ada yang dijual selesailah transaksi jual-beli tersebut. Maka itu, penjual harus mencari stok baru agar transaksinya berjalan terus.

Nah, begitu juga dengan menulis. Ilmu penulis akan kehabisan bahan untuk menulis. Kenapa itu terjadi? Jawabannya sederhana, sebab bahan yang hendak ditulis habis. Ko, bisa. La iyalah bisa. Orang ide untuk menulis sudah kehabisan stok yang mau ditulis. Inilah yang disebut kebuntuan dalam menulis.

Terus bagaimana untuk menghindari agar tidak kehabisan ide menulis? Jawabannya mudah ko. Loh, ko mudah terus? Loh, iyalah kenapa harus dipersulit? Ingat loh! Selama masih bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit? Iya tooooh. Iya deeeeeh….
Nah, coba perhatikan! Agar penulis tidak kehabisan ide, di antaranya harus banyak membaca. Tentunya banyak-banyak baca buku. Penulis identik dengan buku, semakin penulis itu asyik bercengkrama dengan buku, semakin banyak asupan nutrisi ide yang didapat. Jangan jadi penulis kalau tidak doyan membaca.ya, toh.

Maka itu, penulis kudu banyak membaca. Banyak membaca bukan berarti kudu beli buku. Kan banyak buku di perpustakaan tinggal baca saja, namun membeli buku juga penting disamping sebagai penghargaan karya orang dan juga memberi rezeki kepada orang lain. Kan jadi ibadah kalau menolong orang ya, kan. Ada kelebihan kalau kita beli buku: satu, mendapatkan ilmu dari buku. Dua, menolong kepada sesama baik moril dan pinansial. Ayo, beli buku ya! Jangan pelit.

3. Income aktif
Income aktif merupakan sala satu keinginan yang menjadi tujuan di antara penulis. Di samping menyebarkan ilmu pengetahuan secara tidak langsung pundi-pundi rezeki akan menghampiri. Banyak yang sukses dengan menulis. Tentunya melalui proses yang panjang, tidak semudah membalik telapak tangan. Jatuh bangun hal yang biasa dalam mencapai kesuksesan. Hal itu akan menjadi pelangi dalam membentuk kepribadian tangguh. Mungkin kita bercermin kepada Thomas Alva Edison untuk mencapai kata sukses dia menemukan ribuan kegagalan. Begitu juga dengan penulis untuk mencapai best seller membutuhkan kegagalan-kegagalan. Justru jika dilukiskan kembali lewat tulisan akan menjadi menarik public. Namun bukan berarti kita harus gagal dulu baru sukses.

Jelasnya untuk sukses butuh proses yang harus kita lewati, jika kita berhasil melewati itu semua, maka apa yang kita inginkan akan tercapai. Di antaranya income aktif. Begituloh, jelaskan?….

4. Income pasive
Hidup ini perjalanan. Perjalanan memerlukan proses yang panjang dan tentunya Ada saatnya berjalan terus dan ada saatnya berhenti. Ketika masih gagah apapun bisa kita kerjakan, baik yang berat apalagi yang ringan. Tapi seiringnya waktu dan bergantinya musim. Seiring itu pula kekuatan dan kegagahan kita menurun sementara kita butuh asupan nutrisi yang sama. Kita butuh income untuk bertahan hidup. Sungguh beruntung jika di masa tua masih ada income yang didapatkan

tanpa harus bekerja membanting tulang. Coba bayangkan jika di masa tua kita sudah tidak ada income apa yang terjadi? Anda sudah bisa meraba-raba jawabannya bukan.

Maka itu, buatlah hal yang membuat di masa sudah tidak produktif, tapi masih mendapatkan income pasive. Tentunya agar hidup kita tidak terlunta-lunta di kemudian hari.

Nah, begitu juga dengan menulis buku. Di samping masih mendapatkan royalti sampai keturunan, jika buku itu masih dipasarkan.Tetapi ada yang lebih penting lagi melebihi dari segalanya. Ingin tahu saja atau ingin tahu betul, apa ya?…….Ayo tebak!…,Apa itu toh? Yaitu sebagai salah satu amal jariah/ shadaqah jariah. Shadaqah Jariyah merupakan amal yang terus mengalir sepanjang masa Hatta sudah tiada. Inilah inti dari tujuan menulis yang hakiki atau yang sebenarnya. Adapun yang lainnya hanya sebuah bonus di dunia.

Demikian, uraian sederhana saya semoga bermanfaat untuk semua.

Salam Literasi
Suharto Guru Pembelajar

Tinggalkan Balasan