Peringatan Hari Buku Nasional: Mampukah Buku Bertahan di Tengah Gempuran Suguhan Smartphone?
Tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional (Harbuknas). Peringatan Hari Buku Nasional pertama kali dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2002. Harbuknas di gagas pertama kali oleh Abdul Malik Fajar seorang menteri pendidikan pada saat itu.
Di pilihnya tanggal 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional berdasarkan hari jadinya Perpustakaan Nasional tanggal 17 Mei 1980.
Latar belakang gagasan Hari Buku Nasional bertujuan agar meningkatnya minat membaca dan literasi masyarakat. Karena menurut data UNESCO pada tahun 2002 menunjukkan tingkat literasi masyarakat Indonesia terbilang rendah dibandingkan negeri-negeri Jiran. Di samping itu juga penjualan buku yang sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asean.
Kini sudah 21 tahun peringatan hari buku Nasional. Apakah perkembangan membaca masyarakat Indonesia meningkat? Dan bagaimana dengan dunia perbukuan kita?
Kalau meminjam statement Anies Rasyid Baswedan mantan menteri pendidikan dan kebudayaan pada masa presiden Jokowi, menyatakan bahwa:”Tingkat minat membaca masyarakat Indonesia itu meningkat, hanya saja daya bacanya yang masih rendah.”
Lebih lanjut beliau menjelaskan minat membaca masyarakat Indonesia meningkat ditandai dengan banyaknya masyarakat yang membaca tulisan-tulisan di medsos. Tetapi, ketika berhadapan dengan tulisan yang sedikit panjang mereka langsung berpaling dengan yang lainnya. Dari sini bukan minatnya yang rendah tetapi, daya tahan membacanya yang rendah.
Sementara penerbitan buku semakin meningkat dengan adanya kegiatan literasi yang menjamur di negeri ini. Melihat dari keterangan Perpustakaan Nasional sejak corona melanda negeri ini penerbitan buku melonjak yang sangat tak wajar ditandai dengan pengajuan ISBN dari para penerbit bagai derasnya air hujan. Bukan bilangan ratusan buku lagi bahkan, puluhan ribu buku dalam rentang dua tahun sejak virus corona melanda dunia.
Timbul sebuah pertanyaan, kenapa banyaknya buku yang diterbitkan, tetapi penjualan buku di toko-toko semakin menurun sehingga banyak toko buku gulung tikar? Inilah menjadi pekerjaan rumah para pemangku Perpustakaan Nasional dalam mengambil sebuah kebijakan untuk mengantisipasi agar penyebaran buku sampai ke masyarakat.
Semakin ke depan dunia semakin canggih ditandai dengan perkembangan teknologi digital–Smartphone– yang mampu menyuguhkan berbagai macam suguhan sehingga mampu menghipnotis masyarakat untuk tidak berpaling dengannya. Sajian yang menarik membuat masyarakat lari dari buku.
Generasi now lebih tertarik dengan smartphone daripada buku. Karena smartphone lebih menarik. Hal ini menjadi tugas kita bersama untuk membudayakan pembiasaan membaca buku agar masyarakat lebih tertarik kepada buku daripada smartphone?
Semoga dengan peringatan Hari Buku Nasional setiap 17 Mei geliat leterasi –Membaca buku– masyarakat Indonesia semakin meningkat.