Laksana Botol Kosong
Pekan pertama pembelajaran tatap muka. Melihat peserta didik penuh semangat datang ke Madrasah. Senang rasa hati melihat peserta didik sudah besar-besar postur tubuhnya. Mungkin selama 1,10 tahun mereka lebih banyak diam di rumah dan jarang bergerak bebas. Makan tidur-makan tidur kegiatan hari-harinya, sehingga tubuhnya tambah besar ke samping.
Dengan mematuhi protokol kesehatan, pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik setelah tiba disekolah harus memakai masker, ngukur suhu, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Pekan pertama biasanya saya tidak langsung memberikan materi. Apalagi baru pertama bertemu dengan mereka. Walau sudah sering berkomunikasi lewat daring, tapi belum melihat wajah mereka.
Pada pembukaan belajar terlebih dahulu saya tayangkan sebuah Qoute dari Iman Syafi’i.
“Jika Kamu tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka kamu harus tahan dengan perihnya kebodohan.”
Qoute ini saya sajikan berlatar dari banyaknya peserta didik yang tingkat kualitas belajarnya rendah. Mereka tidak tahan banting dan tidak mengetahui akan dirinya sebagai seorang pelajar.
Mencoba untuk menyadarkan peserta didik akan pentingnya belajar dan menjadikan diri sebagai sang pembelajar.
Proses kegiatan belajar tidak akan tercapai, jika tidak menyentuh akar permasalahannya.
Program apapun yang dilaksanakan oleh sekolah atau madrasah tidak akan berhasil dengan baik, jika akar permasalahannya tidak tersentuhkan.
Sebaiknya sebelum peserta didik menerima berbagai materi pelajaran terlebih dahulu bangun self awarenes. Sebuah pengetahuan tingkat tinggi di mana peserta didik dididik untuk mengetahui siapa dirinya, dari mana asalnya, apa yang harus dilakukannya, dan pada akhirnya akan mengetahui tujuan hidupnya.
Saya mencoba mengetahui kesiapan peserta didik untuk mengikuti kegiatan belajar. Apakah mereka sudah mempersiapkan untuk siap belajar. Maka itu, saya buat pertanyaan yang sangat mendasar. Mereka menjawab cukup angkat tangan.
“Coba perhatikan pertanyaan saya! Siapa yang semalam memegang buku pelajaran dari jam 19.00 s.d 04?”
Pertanyaan saya ulang hingga tiga kali. Tak satupun saya dapatkan peserta didik dari seluruh kelas yang ada yang memegang buku pelajaran. Miris ya, miris sekali melihat realita yang terjadi.
Saya tidak melanjutkan pertanyaan kedua, karena mereka tidak memegang buku, otomatis membaca pun tidak.
Mereka laksana botol kosong. Mereka datang ke sekolah dan madrasah tidak mempersiapkan diri untuk berusaha belajar mandiri. Kalau ini terus terjadi dengan peserta didik, sudah dipastikan hasil pendidikan tidak akan pernah berubah.
Ketika belajar tidak maksimal saja hasilnya tidak menggembirakan, apalagi dengan yang tidak belajar.
Maka itu, pendidik bukan hanya sekedar mentransfer pelajaran semata, tetapi ada yang lebih penting memastikan peserta didik untuk selalu siap untuk belajar mandiri. Mempersiapkan diri sebelum pergi ke sekolah minimal sudah mengetahui materi yang hendak dipelajari di sekolah atau Madrasah.
Mereka para peserta didik yang sudah mempersiapkan diri untuk belajar laksana botol yang sudah berisi. Artinya datang ke madrasah tidak seperti botol kosong.