Tuhan Kirimkan Seseorang di Saat Hati Kehilangan
Rifa seorang gadis desa yang cantik dan ramah. Anak dari seorang yang disegani di kampungnya. Aktif di kegiatan karang taruna dan juga organisasi lainnya. Setelah lulus kuliah jurusan keguruan ia mengabdikan dirinya di sekolah dasar di kampungnya. Memang gaji tak seberapa namun karena cintanya terhadap dunia anak-anak dan juga keinginan orang tuanya agar Rifa tetap tinggal di desa bersamai orang tuanya maka Rifa pun menikmati harinya.
Orang-orang di kampungnya memandang Rifa sebagai gadis yang anggun, cerdas, ramah dan juga suka membantu. Rifa membuat orang-orang di kampungnya kagum. Muda tua anak-anak kecil semua suka padanya. Orang tua Rifa berharap kelak Rifa memiliki seorang suami yang mapan dan mampu membahagiakan Rifa.
Saat santai di sore hari di teras rumahnya bersama Ayah dan Ibunya Rifa bercerita tentang kegiatanya seharian yang berhasil membawa peserta didiknya maju lomba ke tingkat kabupaten. Ayah ibunya sangat bangga pada Rifa. Mereka mengingatkan pada Rifa agar memikirkan tentang masa depanya dimana nanti berkeluarga dan segala persiapannya.
“Selamat Rifa kamu telah berhasil membawa anak didikmu menang dalam event lomba itu, karena memang kamu telah persiapkan dengan baik jauh-jauh hari sebelumnya.” Ucap ayah Rifa begitu bangga terhadap anak gadisnya.
“ Iya Ayah, terimakasih.” Balas Rifa dengan senyum mengembang pada wajahnya.
“ Ayah ibu berharap kamu juga memikirkan masa depanmu untuk hal rumah tangga, Nak .” Kamu satu-satunya anak perempuan ayah. Ayah harap kamu tak megecewakan Ayah.” Harap Ayah Rifa.
“Iya Ayah, Rifa berusaha ya, doakan Rifa selalu.” Rifa begitu yakin akan seseorang yang ia harapkan.
Perbicangan berlanjut sampai senja hampir tak lagi kelihatan. Pisang goreng hangat yang di sajikan Ibu Rifa tak terasa tinggal 2 potong saja. Mereka segera beranjak untuk persiapkan diri tunaikan salat maghrib.
Gadis seusia Rifa sudah saatnya untuk berkeluarga. Jujur saja Rifa sangat berhari-hati untuk memilih seseorang untuk di jadikannya seorang teman dekat. Pengalaman saat SMAnya membuat ia tak lagi ingin merasakan kecewa. Juga karena Rifa sudah mengukir sebuah nama di hatinya yang sangat ia harapkan. Hanya saja semesta belum pertemukan setelah sekian lama terpisah karena kehilangan kontak saat kelulusan masa biru putih.
Memang orang mengatakan itu cinta monyet namun bagi Rifa masa itulah ia bisa merasakan sebuah rasa yang buatnya tak mudah tuk dilupakan. Pernah sekali ia berusah menerima yang lain di bangku SMA namun kekecewaanlah yang ia dapatkan.
“Sudahlah Fa, kamu jangan banyak berharap dan menunggu orang yang sama sekali ga jelas keberadaanya.” Bujuk Mirna sahabat terdekat Rifa.
“Ga Mir, aku snagat yaqin aku bisa bertemu dengannya,” bantah Rifa.
“Hemmmmm mau sampai kapan Rifa? Sampai kapan? Sampai rambut kamu memutih dan kamu biarkan Bagas jadi milik orang lain.
Bagas adalah ketua karang taruna yang ingin jadi kekasih Rifa, namun Rifa tak bisa menerimanya. Bukan karena Bagas tak ganteng atau pun pintar. Bukan itu yang menjadi ukuran Rifa menerima seorang cowok. Bagi Rifa Bagas telah di anggapnya sebagai seorang Kakak yang selalu bisa membantu setiap masalah yang Rifa hadapi.
***
Hari berlalu bulan pun berganti, Rifa tetap menikmati kesendiriannya. Walau orang-orang melihat Rifa selala ceria dalam jalani kehidupannya, namun di balik itu Rifa sering menangis pilu satu sisi ia inginkan segera dapat membahagiaakan orang tuanya dengan segera menikah namun di sisi lain dia kekeh tetap menunggu seseorang yang ia harapkan. Rifa selalu berusaha perbaiki diri agar ia juga di satukan orang yang terbaik untuk dirinya. Keyakinan Rifa mengalahkan segalanya tak satupun pria yang datang kepadanya ia terima. Dalam hatinya tak tega namun apa hendak di kata jika ia terima tentu hanya akan membuat luka.
Rifa menarik nafas panjang dan membuangnya pelan. Seraya melihat pemandangan hijau yang ada di samping rumahnya. Dari sana ia juga dapat menikmati senja yang selalu membuatnya betah berlama-lama duduk di dekat candela kamarnya. Baginya dengan bisa melihat pemandangan indah dari sana ia bisa menemukan bayangan seseoarng yang sudah berseayam dalam hatinya.
Derrrt, deeert tiba-tiba ponsel yang berada di meja kecil kamarnya bergetar. Rifa pun segera meraihnya. Ada panggilan masuk tanpa nama disana.
[ haloo, selamat sore, dengan mb Rifa disini?]
[halo selamat sore, iya saya sendiri, ada apay a?]
[Saya Erwan Mbak dari kepolisan]
[Deeg hati Rifa bergetar. Ada apa ya, Pak?]
[ Maaf Mb Rifa, Ayah anda mengalami kecelakaan dan sekarang ada di rumah sakit]
Tanpa berpikir panjang Rifa pun segera berlalu pergi ke rumah sakit, ia menangis hatinya di liputi sejuta tanya. Bagaimana keadaan Ayah Ibunya. Beberapa menit setelah keberangkatan orang tuanya Rifa sempat menerim call dari ibunya untuk berpesan selama ayah ibu pergi ketempat nenek di luar kota jangan lupa Rifa untuk jaga diri baik-baik tak boleh lupa makan dan istrahat juga tak boleh lupa untuk mengunci rumah saat Rifa akan istirahat.
Dalam perjalanan tak henti-hentinya Rifa berdoa memohon pada tUhan agar ayah dan ibunya selamat.
Sampailah Rifa di sebuah rumah sakit di pusat ibu kota kabupaten. Segera ia menuju ruang IGD. Menemui Suster yang ada disana dan menanyakan kurban kecelakan yang baru saja terjadi. Seorang Suster mengantarkan Rifa ke suatu kamar dimana Ayah dan Ibunya terbaring disana.
“Mbak, Mbak tenang ya, Mbak, yang sabar” ucap suster cantik yang mengantar Rifa pada ayah ibunya.
“Iya suster cepat antar saya ke ayah saya,” Rifa tak sabar ingin segera melihat keadaan Ayahnya.
Perasaan Rifa Sudah tak menentu, air mata berderai tak henti-hentinya.
Di kamar ruang IGD itu Rifa jumpai Ibunya yang terbaring lemah dengan alat oksigen juga peralatan lain menempel pada tubuhnya, Ibu Rifa belum sadarkan diri.
“Ibuuuu”, teriak Rifa. Seketika Rifa memeluk ibunya yang terbaring lemah tak kuasa ia menahan segala rasa yang sedari tadi berkecamuk dalam dadanya.
Suster berusaha menenangkan Rifa. Namun seperti Rifa tak bisa kendalikan emosinya. Suster membiarkan Rifa menangis. Setelah beberapa saat Suster baru mengatakan keadaan yang di alami ibunya. Betapa sesak yang Rifa rasakan, belum selesai Suster menjelaskan kondisi Ibunya, Rifa segera menanyakan keadaan Ayahnya.
“Ayah dimana Suster? dengan mata masih sembab karena air mata yang keluar terlalu banayak Rifa bangkit dari dduduknya.
“Ayah Mbak…. “, suara Suster terhenti membuat Rifa makin penasaran apa yang akan di katakana Suster.
‘Ayaah kenapa Suster, Ayah dimana? Pertanyaan Rifa bertubi-tubi hingga membuat Suster tak bisa menjawabnya.
“ Ayah Mbak telah meninggal,” Dengan berat Suster mengatakan pada Rifa kenyataan yang sebenarnya.
“Ayaaaaah … .” Teriakan Rifa membuat semua orang yang ada di ruang IGD kaget dan semua mata tertuju padanya. Rifa tak kuasa menahan semua rasa, dunia seperti berhenti berputar pandangan Rifa gelap, sesak didada makin terasa. Rifa tak sadarkan diri.
Remang-remang Rifa mulai membuka matanya, dan ia tersadar. Rifa berada di pangkuan sahabatnya Mirna. Mirna mendengar kabar orang tua Rifa kecelakaan dari tetangganya dimana rumahnya dekat dengan tempat terjadinya kecelakan yang menimpa orang tua Rifa.
“Sabar ya, Fa, kamu harus kuat.” Hibur Mirna sahabat Rifa.
Rifa tak kuasa menahan tangisnya untuk yang kesekian kalinya. Ia memeluk Mirna erat dan menangis sejadi-jadinya. Mirna sudah di anggap seperti saudara sendiri. Dua saudara laki-laki Rifa yang berada di kota lain membuat Rifa merasa Mirnalah sebagai sahabat terdekatnya yang selalu bisa membantu dan menemani Rifa saat senang maupun susah. Mirnalah orang yang pertama yang akan tau keadaan Rifa.
“ Sudah lah Fa, ayo bangkit dan kita doakan Ayah ya , ini sudah jalan yang di takdirkan Tuhan untuk Ayah dan kita berdoa semoga ibu segera sadar serta sehat seperti dulu,” jika kau hanya menangis terus siapa yang akan mendoakan ayah dan ibu.” Nasehat Mirna yang selalu mampu buat Rifa lebih tenang.
“Terimkasih ya, Mir, kamu selalu menemaniku, iya benar Mir aku harus kuat.” Rifa beranjak dan kembali berjalan menuju ruang dimana Ayah Rifa berada.
“Kuatkan dirimu ya, Fa.” Kakak kamu sudah aku kabari tentang kejadian ini, dia sedang berkemas dan akan segera pulang.”
“Iya Mir, terimaksih,” jawab Rifa.
Mirna tak mau biarkan sahabatnya berjalan dengan lemah. Dengan penuh perhatian ia gandeng Rifa. Mirna mampu menguatkan Rifa setelah kabar duka yang ia terima.
Rifa lihat tubuh Ayah telah terbaring kaku disana. Mirna hanya mmapu memandangi tubuh Ayah dengan deraian air mata. Jika saja Mirna taka da disana entah bagaimana keadaan Rifa, taka da yang menguatkan. Ingatan Rifa Kembali ketika Rifa berbincang pada saat senja di temani pisang goreng buatan ibu. Ayah dan Ibu ingin Rifa segera menikah.
“Maafin Rifa, Ayaah. Rifa belum bisa bahagiaakan Ayah, “ sesal Rifa. Tak kuasa Rifa menahan sesak di dada.
“Sabar ya, Fa. Iklaskan Ayah.
Rifa berjanji akan menemukan sosok yang selama ia nanti, ia akan tunjukkan pada Ayah bahwa pilihannya memang benar-benar bisa bahagiakan Rifa.
Setelah keadaan membaik, Mirna di temani sanak saudara Rifa yang datang ke rumah sakit segera menyelesaikan admintrasi dan mengurus kepulangan jenazah Ayahnya untuk segera di adakan pemakaman jenazah sore itu juga. Sementara Ibu Rifa harus tetap di rawat di rumah sakit. Betapa hancur perasaan Rifa. Namun Rifa tak bisa salahkan takdir. Rifa harus kuat, tak bisa bayangkan bagaimana Rifa untuk jalani kehidupannya tanpa seorang Ayah. Kehidupan harus tetap berjalan. Allah tak akan berikan beban dimana hambanya tak sanggup menerimnya. Rifa pasrah pada sang pemilik jiwa sebaik-baik penolong.
***
Tiga bulan berlalu dari kecelakaan yang merenggut nyawa Ayah Rifa. Sedangkan Ibu Rifa dapat sembuh namun dengan keadaan yang beda. Ibu tak lagi bisa berjalan karena kaki sebelah kanan harus di amputasi. Rifa hanya hidup bersama Ibunya setelah Rifa mengerjakn tugas-tugasnya sebagi guru ia hanya fokus untuk merawat dan menemani Ibunya.Ia tak aktif lagi seperti dulu. Ia lebih banyak menyendiri.
Suatu ketika saat Rifa belanja kepasar dan tanpa sengaja ia berpapasan dengan seseorang yang selama ini menghantui pikirannya. Entah berapa tahun mereka tak bertemu namun Rifa maupun Aldi masih saling mengenal wajah mereka.
“Rifa, ini Rifa ya,” sapa Aldi.
“Iya, saya Rifa.” Apa kabar Al? Jawab dan juga pertanyaan Rifa pada Aldi.
Entah apa yang buat Rifa seperti menemukan sosok cahaya yang mampu terangi hatinya yang berkabut.
Berpincangan berlanjut setelah mereka menanyakan kabar masing-masing dan keduanya saling menyimpan nomor handphone.
Hubungan mereka berjalan dengan baik dan Rifa benar-benar di buatnya semangat. Rifa menegetahui hal sebenarnya tentang perasaan Aldi yang ternyata juga masih menyimpan rasa yang dulu ada. Seperti Allah telah mengatur semuanya hingga akhirnya Aldi memberanikan diri untuk melamar Rifa. Rifa menerimanya dengan sejuta rasa.
Mirna sahabat Rifa ikut berbahagia. Selang berapa hari Mirna pun di lamar Bagas ketua karang taruna yang ada di kampungya. Mirna dan Bagas pasangan yang serasi. Rifa sangat bahagia akhirnya Bagas bisa menemukan seseorang yang begitu tulus mencintainya. Kebahagiaan itu sempurna tatkala seseorang yang menjadi pilihan Bagas adalah sahabatnya sendiri. Lengkap sudah kebahgiaan Rifa karena memang keduanya sudah Rifa anggap sebagai saudara Rifa.
Saat langit mulai tujukkan warna jingganya. Rifa di temani Aldi datang ke pusaran Ayahnya. Rifa seperti ingin sampaikan bahwa esok Rifa akan menjadi milik Aldi seutuhnya.
“Ayah, Rifa datang Ayah, aku membawa Aldi, orang yang Rifa tunggu selama ini, Yah. Ayah tenang dan bahagia di sana ya, Yah.” Tak terasa butiran hangat menetes di pipi Rifa. Aldi yang mengetahui hal itu segera beri kekuatan untuk Rifa. Aldi hapus air mata Rifa.
“Sudah Fa jangan nangis kasihan ayah disana, dia tak ingin melihatmu menangis, ia bahagia jika melihatmu tersenyum, ayolah tersenyum.” Sembari memegang tangan Rifa dan menatap dengan penuh sayang.
“Pak, ijinkan aku untuk menjaga dan mebahagiaakan putri Bapak, aku janji tak akan biarkan air matanya menetes lagi, aku akan bahagiakan ia, Pak. Maafkan aku yang datang terlambat untuk menjaganya.” Ucap Aldi di atas pusaran Ayah Rifa.
Hari yang telah di tentukan pun tiba saatnya Rifa dan Aldi di persatukan dengan ikatan suci. Rifa memasuki bahtera rumah tangga dengan orang pilihanya. Kini ada bahu yang siap menopang Rifa saat Rifa lemah tak berdaya. Tak kan berakhir dengan sia-sia kesabaran dan ketulusan . Pasti akan membawa pada kisah indah yang sempurna. Allah akan memberikan apa yang kita minta pada saat yang tepat. Bersabarlah dari setiap hal yang menimpa diri. Semua akan indah pada waktunya.
#KarenaMenulisAkuAda
#Day32KMAAYPTDChallenge
Gunungkidul, 24 September 2021