Mesra dengan Taipan, Indonesia Menuju Negara Korporatokrasi 

Terbaru50 Dilihat

Guna membahas berbagai program utama yang tengah dijalankan oleh pemerintah, Presiden Prabowo Subianto mengundang delapan taipan ke Istana Kepresidenan, Jakarta pada Kamis, 6 Maret 2025. Mereka antara lain Anthony Salim, Sugianto Kusuma, Prajogo Pangestu, Boy Thohir, Franky Widjaja, Dato Sri Tahir, James Riady, dan Tomy Winata. Fakta ini menunjukkan kedekatan pemerintah dengan para taipan kian mesra.

Presiden berharap ada masukan kritis dari para pengusaha besar tersebut dalam hal investasi, agar pengelolaan aset-aset Indonesia dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Tak lupa Presiden beri apresiasi atas dukungan para konglomerat tersebut terhadap beberapa kebijakan pemerintah seperti program Makan Bergizi Gratis, industrialisasi, swasembada pangan dan energi, hingga BPI Danantara.

Perkuat Investasi Asing

Para pengamat menduga undangan buat pengusaha taipan ini adalah untuk pengelolaan dana pada Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.  Selain  bertemu dengan taipan lainnya, Prabowo pun berdiskusi dengan miliarder dan investor asal AS Raymond Thomas Dalio.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies Nailul Huda melihat bahwa aktifitas tersebut merupakan upaya penggalangan dana untuk mendukung program prioritas pemerintah. Artinya, presiden mengundang mereka sebagai investor yang bakal membiayai  berbagai proyek nasional,  seperti rencana pembangunan tembok laut raksasa dan Makan Bergizi Gratis.

Untuk menjalankan dua program yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) ini butuh dana yang amat besar. Di saat penerimaan negara seret, pemerintah butuh peran swasta untuk menjalankan program tersebut. Artinya bahwa dengan adanya PSN justru semakin memperkuat investasi Asing, sementara secara real besarnya investasi asing sejalan dengan ketidakberdayaan pemerintah.

Taipan Gembira, Rakyat Kian Sengsara

Apakah kemesraan hubungan dengan Taipan membawa pada kebaikan bagi rakyat? Tunggu dulu!.  Rakyat justru kerap menjadi korban dari kebijakan atau proyek pemerintah yang melibatkan konglomerat. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, berpendapat, seharusnya pemerintah meminta masukan kritis dari mereka.

Ironisnya, sebagian yang diundang adalah taipan yang tengah disorot lantaran tersangkut skandal. Sebut saja Sugianto Kusuma alias Aguan yang ikut berperan dalam sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah, seperti Swissotel Nusantara dan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Selain itu, ada Tomy Winata yang terlibat dalam PSN Rempang Eco-City. Kedua proyek tersebut jelas telah merugikan rakyat dan hingga kini nasib mereka semakin tidak jelas. Taipan Gembira dapat sambutan mesra, sementara rakyat kian sengsara.

Pemerintah tak  selayaknya tutup mata atas realitas ketertindasan rakyat oleh para Taipan itu. Sebab keberadaan mereka  sering kali menimbulkanproblenm  bagi warga. Kasus yang membuat dada rakyat sesak seperti penggusuran lahan rakyat dan perampasan ruang hidup masyarakat Rempang, PIK, Wadas, IKN, dan lainnya menjadi bukti yang tidak bisa diabaikan.

Dominasi Taipan para pemilik modal semakin kuat saat dirangkul oleh negara, sementara rakyat makin sengsara. Negara  seakan tergadai oleh kekuatan Taipan sementara rakyat menjadi korban.

Dalam negara  korporatokrasi
keberpihakan penguasa pada pengusaha  pada kekuasaan politik dan ekonominya sangat erat.  Negara seperti ini menyerahkan aneka program pembangunannya pada korporasi. Keuntungan pastilah menjadi orientasi utama dari korporasi manapun. Sedangkan kepentingan rakyat merupakan urusan belakang.

Di Indonesia  hampir seluruh program pembangunannya menggandeng swasta. Dibentuknya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara)  untuk  mengelola investasi strategis negara.
makin menunjukkan kekentalan hubungan korporasi dengan birokrasi. BPI Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF), yakni lembaga investasi yang diinisiasi pemerintah Indonesia untuk mengelola investasi dan pengelolaan dana yang lebih besar untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek penting negara.

Dalami sistem Kapitalis sekuler negara berposisi hanya sebatas regulator dan fasili. Sedangkan pengurusan umat dan pembangunannya diserahkan pada swasta. Begitu pun konsep kepemilikan, liberalisasi kepemilikan menjadikan siapa pun bisa menguasai apa pun. Inilah yang menjadi jalan terkuasainya SDA Indonesia oleh para taipan.

Penguasaan SDA oleh swasta membuat  rakyat sulit mengakses kebutuhan hidupnya. Selain itu juga menghalangi potensi sumber pemasukan lantas negara hanya bisa mengandalkan  pajak buat pemasukan APBN 

Beragam Investasi Asing  maupun Aseng tidak terbukti secara signifikan menciptakan lapangan pekerjaan, apalagi menciptakan kesejahteraan.Skema pembangunan dengan investasi asing hanya akan menguntungkan para pemilik modal. Realitas membuktikan saat investasi makin meningkat, PHK pun makin dahsyat. Rakyat makin menderita akibat ruang hidupnya terganggu, lahannya digusur, terjadi bencana banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Lagi-lagi, rakyat menjadi korban.

Negara Islam Melayani Umat

Sistem  Islam (Khilafah) memosisikan negara sebagai pelayan umat.  “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari).

Makna raa‘in (pemimpin) adalah “penjaga” dan “yang diberi amanah” atas bawahannya. Makna raa’in telah digambarkan dengan jelas oleh Khalifah Umar bin Khaththab ketika beliau memanggul sendiri sekarung gandum untuk diberikan kepada seorang ibu dan dua anaknya yang kelaparan.

Adapun skema pembangunan dalam Islam  bertumpu pada  kekuatan baitulmal. Sistem ekonomi dan keuangannya yang kuat mampu memberikan support terbaik bagi berjalannya roda pemerintahan, sekaligus pembangunannya. Dengan demikian, kesejahteraan akan nyata dirasakan oleh rakyat secara merata.

Kekuatan baitulmal terletak pada sumber pendapatannya yang melimpah yang berasal dari fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan zakat. Aturan ini mampu mencegah privatisasi SDA sebab yang menjadi hak banyak orang terlarang dikuasai individu, sekalipun ia mampu membelinya.

Demikianlah skema pembangunan dalam Islam yang tidak bertumpu pada investasi, melainkan pada kekuatan sistem keuangannya. Seluruh pembiayaannya akan mandiri dan terbebas dari intervensi banyak pihak sehingga hanya rakyatlah yang menjadi fokus kerjanya. Walhasil, kesejahteraan rakyat akan bisa dirasakan dengan nyata dan merata.

Penting dan mendesak untuk menyadarkan umat perihal buruknya sistem kepemimpinan dan sistem ekonomi kapitalisme dengan korporatokrasinya. Bila tidak, perlahan tapi pasti, negeri ini sedang menuju pada kondisi Korporatokrasi secara total.
Dengan kesadaran itu, umat tergerak dan bersemangat untuk kembali pada sistem Islam dan berjuang bersama untuk mewujudkan sistem kepemimpinan Islam.

Tinggalkan Balasan