KMAB34
HIV/AIDS pada PSK ditularkan oleh laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK tersebut, laki-laki itu bisa jadi seorang suami yang berisiko menularkan HIV/AIDS ke istrinya
Oleh: Syaiful W. Harahap
“Guna pendataan dan tes medis untuk mengetahui apakah dari 8 orang terpapar HIV, seluruh PSK dan muncikari yang terjaring akan diserahkan ke Dinas Sosial Probolinggo. Mereka juga akan dilakukan pembinaan.” Ini ada dalam berita “8 PSK Terjaring Razia di Probolinggo, 3 Orang Terindikasi HIV/AIDS” (detik.com/jatim, 4/8-2022).
Untuk mendeteksi HIV pada seseorang istilah yang tepat adalah tes HIV bukan tes medis. Dalam berita tidak ada penjelasan apakah 8 orang yang terjaring razia itu menerima konseling sebelum tes HIV. Ini penting karena merupakan persyaratan sebagai standar prosedur operasi tes HIV yang baku untuk menjalankan tes HIV terhadap seseorang.
Konseling sebelum tes adalah memberikan informasi yang akurat tentang semua hal yang terkait dengan HIV/AIDS, seperti pengertian HIV/AIDS, cara-cara penularan dan pencegahan. Setelah orang-orang yang menerima konseling memahami HIV/AIDS sesuai dengan yang dijelaskan konselor, maka mereka akan membuat pernyataan tertulis (informed consent), tapi belakangan bisa dengan lisan, bahwa mereka bersedia menjalani tes HIV.
Sebelum tes HIV mereka juga harus melakukan ikrar bahwa penularan HIV/AIDS akan mereka hentikan mulai dari diri mereka sendiri jika hasil tes HIV positif. Ini penting untuk meningkatkan kesadaran warga yang tertular HIV/AIDS agar menghentikan penyebaran HIV/AIDS.
Di bagian lain disebutkan: Kabid Trantibum Satpol PP Probolinggo Hariyanto mengatakan setelah screening awal ada 3 orang terjaring yang terindikasi HIV, yakni 2 PSK dan 1 pria hidung belang.
Fakta tentang 2 PSK dan 1 pria hidung belang yang terdeteksi HIV-positif tidak dibawa oleh wartawan yang menulis berita ini ke realitas sosial.
Pertama, HIV/AIDS pada 2 PSK itu ditularkan oleh laki-laki dewasa yang mengidap HIV/AIDS melalui hubungan seksual tanpa kondom.
Kedua, dalam kehidupan sehari-hari laki-laki yang menularkan HIV/AIDS kepada 2 PSK itu bisa sebagai seorang suami, pacar atau selingkuhan.
Ketiga, laki-laki yang menularkan HIV/AIDS kepada PSK itu dan laki-laki hidung belang yang terdeteksi HIV-potitif berisiko pula menularkan HIV/AIDS ke istrinya, pacar atau selingkuhannya serta ke PSK lain.
Keempat, istri yang tertular HIV/AIDS bisa pula menularkan HIV/AIDS ke bayi yang dikandungnya terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Kelima, seseorang terdeteksi HIV-positif melalui tes HIV dengan standar prosedur tes HIV yang baku minimal orang itu sudah tertular HIV/AIDS tiga bulan sebelumnya.
Maka, jika setiap malam seorang PSK meladeni 3 laki-laki, maka sudah ada 450 – 750 laki-laki (2 PSK x 3 – 5 laki-laki/malam x 25 hari/bulan x 3 bulan) yang berisiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual dengan 2 PSK tersebut (Lihat matriks).
Nah, kalau saja wartawan yang menulis berita itu memaparkan realitas sosial, maka jauh lebih bermakna untuk masyarakat daripada sekedar mengumbar HIV/AIDS pada PSK.
Berita yang mem-blow up PSK dengan HIV/AIDS seakan-akan menggantung di awang-awang karena tidak dibawa ke realitas sosial. Terkesan berita PSK terkait HIV/AIDS sebagai sensasi yang akhirnya membuat berita yang bombastis (omong kosong) yang tidak memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang cara-cara pencegahan HIV/AIDS, terutama melalui hubungan seksual.
Pesan yang paling penting disampaikan melalui media ke masyarakat adalah jika ada yang merasa pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK di tempat-tempat pelacuran di Probolinggo, Jawa Timur (dalam berita tidak dijelaskan apakah razia di wilayah kabupaten atau kota) agar segera menjalani tes HIV sukarela di Puskesmas atau rumah sakit umum daerah (RSUD) terdekat.
Soalnya, warga yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK berisiko tinggi tertular HIV/AIDS karena ada 2 PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Celakanya, sebagian media membuat berita yang terkait dengan razia PSK sebagai berita yang sensasional yang akhirnya bermuara pada bombastis (omong kosong) karena substansi keterkaitan HIV/AIDS pada PSK tidak dibawa ke realitas sosial.
Itu artinya berita yang bombastis tidak menawarkan perubahan perilaku bagi warga karena berita tidak mengandung unsur-unsur pencerahan. (Sumber: Kompasiana, 9/8-2022). *