Serial Debat Capres/Cawapres 2024 #1 – DKI Jakarta dan Jawa Tengah Masuk 5 Besar Kasus HIV/AIDS Nasional

Abaikan HIV/AIDS padahal daerah Capres Anies Baswedan dan Capres Ganjar Pranowo semasa gubernur masuk 5 besar jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS nasional

Edukasi0 Dilihat

Hiruk-pikuk debat calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024 ternyata mengabaikan masalah-masalah besar yang sedang dan akan dihadapi bangsa Indonesia, salah satu di antaranya adalah epidemi HIV/AIDS.

Padahal, epidemi HIV/AIDS di Indonesia diperkirakan bisa jadi ‘afrika kedua’ jika tidak ada langkah-langkah yang konkret untuk menanggulanginya, terutama intervensi di hulu untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa.

Maka jargon yang didengung-dengungkan pemerintah bahwa ‘Indonesia Emas’ di tahun 2045 bisa jadi hanya pada tahap perunggu, bahkan bisa memanen bencana sebagai ‘afrika kedua.’

Laporan sihakemkes menunjukkan sampai 31 Maret 2023 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia mencapai 672.266 yang terdiri atas 522.687 HIV dan 149.579 AIDS.

Jika dikaitkan dengan fenomena gunung es yang menyelimuti epidemi HIV/AIDS, angka tersebut (672.266) tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat.

Angka tersebut (672.266) hanya yang terdeteksi, sedangkan kasus lain di masyarakat di terdeteksi karena warga yang tertular HIV tidak menunjukkan tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS (secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral/ART).

Bayangkan, persentase kasus HIV-positif tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (70,2 %) yang diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16,0%).

Pengidap HIV (HIV-positif) yang berumur 25-40 tahun di ‘Tahun Emas’ 2045 akan berada di kelompok usia 46-61 tahun jika mereka bisa selamat melewati infeksi HIV. Sedangkan pengidap HIV (HIV-positif) yang berumur 20-24 tahun di ‘Tahun Emas’ 2045 akan berada di kelompok usia 41-45 tahun jika mereka bisa selamat melewati infeksi HIV.

Bisa jadi mereka justru jadi beban negara (baca: pemerintah) karena membutuhkan obat antiretroviral (ARV) dan pengobatan infeksi oportunistik lain. Laporan sehatnegeriku.kemkes.go.id (5/12/2017) menyebutkan di tahun anggaran 2017 pemerintah alokasikan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk pembelian ARV saja sebesar Rp 800 miliar.

Angka itu untuk kondisi per Desember 2017 dengan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sebanyak 383.290 yang terdiri atas 280.623 HIV dan 102.667 AIDS.

Bayangkan jika sampai periode 31 Maret 2023 dengan jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 654.799. Tentulah dana APBN yang dipakai untuk membeli obat ARV akan membengkak, apalagi dana donor asing tidak ada lagi.

Yang lebih celaka karena pemerintah, terutama pemerintah daerah dalam hal ini kabupaten dan kota, tidak mempunyai program yang konkret untuk mencegah infeksi HIV baru di hulu pada laki-laki dewasa melalui perilaku seksual berisiko, maka kasus HIV/AIDS akan terus meroket.

Bahkan, penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia lebih mengedepankan orasi moral daripada menyampaikan fakta medis dalam ranah komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV/AIDS sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Baca juga: Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia Hanya Sebatas Orasi Moral

Laporan sihakemkes menunjukkan hasil tes HIV per triwulan, seperti di triwulan pertama tahun 2023, dari 1.230.023 warga yang jalani tes HIV terdeteksi HIV-positif sebanyak 13.279 atau 1,08%.

Perlu diperhatikan tidak semua daerah menyasar jumlah yang besar. Data menunjukkan jumlah warga yang tes HIV per provinsi dari yang terbanyak Jawa Barat yaitu 216.420 (0,43% dari populasi 49,94 juta per tahun 2020), sedangkan yang paling sedikit Maluku Utara yaitu 4.905 (0,39% dari populasi 1,256 juta).

Beberapa daerah, kabupaten dan kota, ada yang tidak pernah melaporkan kasus HIV/AIDS, sebagian lagi ada daerah yang menutup-nutupi jumlah kasus HIV/AIDS yang sebenarnya dengan 1001 macam alasan yang justru merusak program penanggulangan HIV/AIDS.

Baca juga: Hari AIDS Sedunia: Menunggu Penanggulangan HIV/AIDS yang Komprehensif di Indonesia

Dua Capres untuk Pilpres 2024 yaitu Anies Baswedan yang menjabat Gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022 dan Ganjar Pranowo menjabat Gubernur Jawa Tengah periode 2018-2023 menunjukkan selama kepemimpinan mereka tidak ada kemajuan dalam penanggulangan epidemi HIV/AIDS.

Lihat saja kondisi Jakarta jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS dari tahun 1987 – 31 Desember 2022 di DKI Jakarta sebanyak 91.998 yang terdiri atas 80.611 HIV (terbanyak secara nasional) dan 11.387 AIDS (terbanyak keempat secara nasional).

Rincian kumulatif kasus HIV/AIDS di Jakarta masa jabatan Gubernur Anies Baswedan periode 2017–2022:

  • Per Desember 2018: 68.809 yang terdiri atas 58.877 HIV dan 9.932 AIDS
  • Per Desember 2019: 76.095 yang terdiri atas 65.578 HIV dan 10.517 AIDS
  • Per Desember 2020: 81.257 yang terdiri atas 70.509 HIV dan 10.748 AIDS
  • Per Desember 2021: 84.323 yang terdiri atas 73.442 HIV dan 10.881AIDS
  • Per Desember 2022: 91.998 yang terdiri atas 80.611 HIV dan 11.387 AIDS

Artinya dari tahun 2017 sampai  tahun 2022 di masa kepemimpinan Anies sebagai gubernur tidak ada hasil nyata penangulangan HIV/AIDS karena kasusnya terus bertambah.

Hal yang saja juga terjadi di Jawa Tengah jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS dari tahun 1987 – 31 Desember 2022 di Jawa Tengah sebanyak 65.033 yang terdiri atas 49.319 HIV (terbanyak keempat secara nasional) dan 15.714 AIDS (terbanyak ketiga secara nasional).

Rincian kumulatif kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah masa jabatan Gubernur Ganjar Pranowo periode 2018–2023:

  • Per Desember 2017: 30.462 yang terdiri atas 22.292 HIV dan 8.170 AIDS
  • Per Desember 2018: 37.803 yang terdiri atas 27.692 HIV dan 10.111 AIDS
  • Per Desember 2019: 45.046 yang terdiri atas 33.322 HIV dan 11.724 AIDS
  • Per Desember 2020: 51.964 yang terdiri atas 38.853 HIV dan 13.111 AIDS
  • Per Desember 2021: 56.242 yang terdiri atas 42.012 HIV dan 14.230 AIDS
  • Per Desember 2022: 65.033 yang terdiri atas 49.319 HIV dan 15.714 AIDS
  • Per Maret 2023: 66.845 yang terdiri atas 50.689 HIV dan 16.156 AIDS

Artinya dari tahun 2017 sampai  tahun 2022 di masa kepemimpinan Ganjar sebagai gubernur tidak ada hasil nyata penangulangan HIV/AIDS karena kasusnya terus bertambah.

Secara nasional jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS dari tahun 1987 – 31 Desember 2022 di sebanyak 654.799 yang terdiri atas 509.408 HIV dan 145.391 AIDS.

Dengan data jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS secara nasional, maka persentase kasus kumulatif HIV/AIDS di Jakarta secara nasional per 31 Desember 2022 adalah 14,05%.

Sedangkan persentase kasus kumulatif HIV/AIDS di Jawa Tengah secara nasional per 31 Desember 2022 adalah 9,93%.

Dengan data empiris pertambahan kasus yang terus terjadi, seperti pada triwulan pertama tahun 2023 yaitu sebanyak 13.279, sehingga pertambahan kasus per tahun sebanyak 53.116  dan selama lima tahun ke depan kasus HIV/AIDS bertambah sebanyak 3.186.960.

Angka-angka itu dengan perkiraan jumlah warga yang tes HIV seperti triwulan pertama tahun 2023, tapi kalau kelak jumlah warga yang tes HIV bertambah dengan kondisi tidak ada langkah konkret pemerintah menanggulangi HIV/AIDS, maka bisa jadi negeri ini jadi ‘afrika kedua’ dalam kasus HIV/AIDS yang bisa saja membuyarkan ‘Indonesia Emas’ di tahun 2045.

Perlu juga diingat bahwa Indonesia merupakan negara keempat di dunia dengan kecepatan pertambahan kasus di belakang Rusia, India dan China berdasarkan data tahun 2018 (aidsmap.com).

Dengan kondisi seperti yang terjadi di Jakarta dan Jawa Tengah, apakah kedua Capres, Anies dan Ganjar, bisa diharapkan untuk menanggulangi epidemi HIV/AIDS di Indonesia? (aidsmap.com, hivaids-pimsindonesia.or.id dan sumber-sumber lain). *

* Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022.

Tinggalkan Balasan