Seks Bebas Bukan Penyebab HIV/AIDS

Humaniora133 Dilihat

KMAB44

Seks bebas adalah istilah yang rancu, tapi kalau diartikan sebagai zina maka sama sekali bukan penyebab penularan HIV/AIDS

Oleh: Syaifu W. Harahap

Seks Bebas Jadi Faktor Utama Penularan HIV/AIDS” Ini judul berita di mediaindonesia.com (1/12-2020). Judul berita ini benar-benar tidak mencerdaskan karena pernyataan dalam judul berita ini justru menyesatkan (misleading).

Apa yang dimaksud dengan ‘seks bebas’?

Dalam berita tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan ‘seks bebas’. Jika ‘seks bebas’ yang dimaksud dalam berita ini adalah zina (sifat hubungan seksual), maka pernyataan di judul berita ini benar-benar menyesatkan karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual, dalam hal ini ‘seks bebas’.

Lagi pula kalau benar ‘seks bebas’ penyebab tertular HIV/AIDS, maka semua orang yang pernah melakukan ‘seks bebas’ sudah tertular HIV/AIDS. Faktanya: Tidak! Karena penularan HIV/AIDS terjadi bukan karena ‘seks bebas.’

Risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah, jika salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual.

Baca juga: Guru Agama Ini Kebingungan Anak Keduanya Lahir dengan AIDS

Dalam berita disebutkan: SEKS bebas masih merupakan faktor utama risiko penularan HIV/AIDS. Tapi, lagi-lagi tidak ada penjelasan tentang apa itu ‘seks bebas’.

Yang ada pernyataan ini: Beberapa pasien yang pernah dia [Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam-pen.] tangani merupakan anak muda yang mendapat HIV/AIDS karena setiap minggu mencari hiburan dengan pergi ke tempat-tempat yang menyediakan wanita untuk dikencani. Selanjutnya ada seorang bapak yang sudah beristri didapat karena setiap dinas ke luar kota menyempatkan untuk pijat dan mendapatkan pelayanan plus-plus.

Di mana unsur ‘seks bebas’-nya? Jika menyimak pernyataan di atas, maka yang dimaksud ‘seks bebas’ itu adalah zina.

Pertanyaannya: Apakah zina otomatis menularkan HIV/AIDS?

Kalau benar penularan HIV/AIDS karena zina (baca: seks bebas) tentulah sudah banyak warga Indonesia dan dunia yang tertular HIV/AIDS karena setiap orang yang pernah zina otomatis tertular HIV/AIDS.

Tapi, faktanya jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai tanggal 30 Juni 2021 sebanyak 560.903 (Ditjen P2P, Kemenkes RI, 30 September 2021), dan dunia 37,7 juta sampai akhir tahun 2021. Sementara jumlah penduduk Indonesia 275 juta dan dunia 7,8 miliar.

Padahal, jumlah warga Indonesia dan dunia yang melakukan ‘seks bebas’ banyak. Studi menunjukkan sampai akhir tahun 2012 ada 6,7 juta pria Indonesia yang menjadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK) (bali.antaranews.com, 9/4-2013). Praktek pelacuran di banyak negara juga menunjukkan tingkat ‘seks bebas’ yang tinggi.

Maka, amatlah gegabah redaksi media online ini membuat judul berita “Seks Bebas Jadi Faktor Utama Penularan HIV/AIDS” karena penularana HIV/AIDS bukan karena sifat hubungan seksual, tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual (lihat matriks).

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Ada pula pernyataan: Selain itu semakin banyak orang yang tidak menyadari kalau dia terpapar virus yang menyerang kekebalan tubuh ini.

Hal itu terjadi karena materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV/AIDS tidak akurat karena dibumbui dengan norma, moral dan agama. Selain itu penyebutan ciri-ciri orang yang tertular HIV/AIDS pun tidak akurat karena tidak menyebutkan prakondisi yang menyebabkan tertular HIV/AIDS.

Akibatnya, banyak orang dengan perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS tidak menyadari sudah tertular HIV/AIDS karena ciri-ciri yang diumbar media massa dan media online tidak ada pada dirinya.

Baca juga: Ngeri Kali Judul Berita HIV/AIDS Ini

Padahal, tanpa ada ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang terkait dengan HIV/AIDS bisa saja seseorang mengidap HIV/AIDS jika pernah atau sering melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.

Misalnya, pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, sengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering ganti-ganti pasangan seks, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan gigolo.

Sudah saatnya media massa dan media online lebih arif dan bijaksana dalam menulis berita dan artikel tentang ciri-ciri HIV/AIDS karena bisa menyesatkan.

Disebutkan pula: Dengan semakin banyak kasus HIV di tengah masyarakat mestinya kemampuan dokter untuk mendeteksi kasus ini meningkat.

Dengan mengetahui riwayat perilaku seksual pun sudah merupakan langkah untuk diagnosis. Jika pasien yang berobat mempunyai riwayat perilaku seksual dan kegiatan lain yang berisiko tertular HIV/AIDS, maka bisa dianjurkan agar pasien itu menjalani tes HIV secara sukarela.

Sebaliknya, biar pun ada gejala-gejala terkait dengan infeksi HIV/AIDS, tapi pasien tersebut tidak mempunyai riwayat perilaku seksual dan kegiatan lain yang berisiko tertular HIV, maka gejala-gejala itu sama sekali tidak terkait dengan infeksi HIV/AIDS. (Sumber: Kompasiana, 6/5-2022). *

Tinggalkan Balasan