Pandemi Covid-19 di banyak negara berawal dari laporan kasus yang sedikit dan landai sampai pada puncak pandemi, bagaimana dengan Indonesia.
Ketika laporan kasus positif Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia fluktuatif (naik-turun) seakan gambaran landai, pemerintah, dalam hal ini Menko PMK, Muhadjir Effendy, klaim bahwa kasus harian Covid-19 di Indonesia terus turun. Hal ini disampaikan Muhadjir pada konferensi pers melalui video conference, 8 Mei 2020.
Pernyataan Muhadjir ini hanya melihat kasus baru tanggal 5,6,7 dan 8 Mei 2020 yaitu 484, 367, 338 dan 336. Tapi, Muhadjir tidak sebutkan jumlah orang yang tes pada tanggal tsb. yakni 2.863, 4.052, 3.741 dan 6.644. Jumlah orang yang tes juga sedikit. Hari-hari berikut di bulan Mei 2020 jumlah kasus baru fluktuatif bahkan ada yang meroket sampai 973 pada tanggal 21 Mei 2020.
Di beberapa negara pandemi Covid-19 menunjukkan perjalanan pandemi menanjak dan mencapai puncak selanjutnya mulai turun. Sebaliknya, banyak juga negara yang justru di awal pandemi landai dengan laporan yang sedikit tapi terus bergejolak mencapai puncak pandemi.
- Puncak Pandemi Covid-19 di Awal Pandemi Selanjutnya Turun
Jika dilihat dari jumlah orang yang tes Covid-19 di Indonesia, maka jumlah kasus baru paling banyak tanggal 21 Mei 2020 yaitu 973 tidak bisa disebut sebagai puncak pandemi. Berikut gambaran di beberapa negara pada tanggal 1 Juni 2020 pukul 09.06 WIB berdasarkan laporan situs independen worldometer.
Italia, misalnya, yang merupakan negara pertama di luar China yang jadi episentrum Covid-19 perjalanan pandemi mulai naik sejak 1 Maret 2020. Beberapa hari kemudian terjadi juga penurunan kasus, namun tren grafik kasus baru terus menanjak. Jumlah kasus terbanyak per hari di laporkan tanggal 21 Maret 2020 sebanyak 6.557. Kasus baru terus turun. Tanggal 30 Mei 2020 laporan kasus baru 416. Tanggal 1 Juni 2020 kasus di Italia 232.997 dengan 33.415 kematian dan 157.507 sembuh. Jumlah tes 3.878.739, tes per 1 juga populasi 64.144. Italia di peringkat ke-6 dunia dan ke-4 di Eropa.
Grafik pandemi Covid-19 di Italia (Sumber: worldometer)
Sedangkan Amerika Serikat (AS) sama dengan banyak negara, termasuk Indonesia, di awal-awal pandemi kasus baru sedikit dan landai. Pundak kasus di AS terjadi tanggal 4 April 2020 dengan jumlah kasus baru 34.517. Selanjutnya kasus baru turun, tapi tanggal 24 April 2020 laporan kasus baru meledak lagi di angka 38.958. Kasus baru turun tapi tidak besar yaitu di atas 18.000-an. Data terakhir menunjukkan jumlah kasus di AS 1.837.170 dengan 106.195 kematian 599.867 sembuh. Jumlah tes 17.672.567, tes per 1 juga populasi 53.417. AS terus bercokol di puncak pandemi Covid-19 dunia.
Grafik pandemi Covid-19 di Amerika Serikat (AS). (Sumber: worldometer)
Kondisi yang sama terjadi di Eropa (Spanyol, Inggris, Prancis, Jerman dan Rusia), di Asia (India, Iran, Arab Saudi, dan Pakistan). Di Afrika terjadi di Afrika Selatan dan Mesir. Di Amerika Utara (AS, Kanada dan Meksiko), sedangkan di Amerika Selatan terjadi di Brasil, Peru dan Chili.
Pandemi di negara-negara di luar China bertolak belakang dengan pandemi Covid-19 di China dan Korea Selatan (Korsel). Padahal, pandemi pertama kali merebak di Wuhan, China. Di China setelah puncak pandemi tanggal 14 Februari 2020, kasus dilaporkan 14.108, grafik terus turun bahkan sering terjadi tidak ada kasus baru yang ditemukan. Kasus terakhir menunjukkan angka 83.017 dengan 4.634 kematian dan 78.307 sembuh. Jumlah tes N/A, tes per 1 juga populasi N/A. China di peringkat ke-17 dunia dan peringkat ke-4 di Asia.
Grafik pandemi Covid-19 di China. (Sumber: worldometer).
Korsel yang diperkirakan banyak kalangan akan jadi episentrum baru di luar China sebagai ‘neraka’ pandemi corona ternyata sebaliknya. Setelah puncak pandemi tanggal 3 Maret 2020 dengan kasus baru yang dilaporkan 851, kasus baru terus turun bahkan sering terjadi tidak ditemukan kasus baru. Tapi, belakangan di Korsel ditemukan kasus baru sehingga Negeri Ginseng itu menutup kembali sekolah dan kegiatan lain. Kasus terakhir menunjukkan angka 11.503 dengan 271 kematian dan 10.422 sembuh. Jumlah tes 921.391, tes per 1 juga populasi 17.973. Korsel di peringkat ke-48 dunia dan peringkat ke-17 di Asia.
Grafik pandemi Covid-19 di Korea Selatan (Korsel). (Sumber: worldometer).
Indonesia dengan kasus pertama terdeteksi 2 Maret 2020 sebanyak dua, perjalanan pandemi dengan laporan kasus baru dua digit. Tidak sedikit orang yang melihat hal ini sebagai pertanda baik. Apalagi sebelum ditemukan kasus pertama banyak kalangan, mulai dari menteri sampai wapres, yang memberikan komentar nyeleneh yang merendahkan ancaman pandemi corona.
- Jumlah Tes Spesimen Tidak Sama dengan Jumlah Orang yang Tes
Misalnya, dengan mengatakan bahwa corona diusir dengan doa. Corona susah masuk karena izin berbelit, sampai dengan ‘nasi kucing’ (nasi dengan porsi sedikit yang populer di Yogyakarta, Semarang dan Solo) sebagai ‘vaksin’ corona. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh Presiden AS, Donald Trump, yang sesumbar virus corona tidak akan bisa masuk ke negaranya (11 Maret 2020). Begitu juga dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang mengatakan bahwa negaranya bisa menahan laju pandemi corona. Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, menganggap virus corona sepele dengan mengatakan itu hanya ‘flu ringan’.
Apa yang terjadi dengan AS, Rusia dan Brasil?
AS melaporkan kasus yang mendekati 2 juta dengan kematian lebih dari 100.000 (ini jumlah terbanyak di dunia) dan bertengger di puncak pandemi Covid-19 dunia. Rusia melaporkan kasus 405.843 sebagai negara di peringkat ke-3 dunia, dan Brasil melaporkan 514.849 kasus Covid-19 menempatkan Negeri Samba ini di peringkat ke-2 dunia.
Yang jadi masalah adalah semua negara di dunia menunjukkan grafik laporan kasus baru setelah puncak pandemi tetap tinggi. Sementara itu laporan kasus baru di Indonesia terus naik-turun. Jumlah terbanyak dilaporkan tanggal 21 Mei 2020 sebanyak 973. Selanjutnya kasus baru turun.
Namun, ada fakta yang tidak muncul dalam laporan harian kasus baru Covid-19 di Indonesia yaitu tidak disebutkan jumlah orang yang jalani tes Covid-19. Artinya, ketika konferensi pers rutin tiap hari tentang perkembangan pandemi Covid-19 oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, tidak menyebutkan jumlah riil orang yang tes.
Grafik pandemi Covid-19 di Indonesia dengan jumlah orang yang jalani tes Covid-19 yang sedikit. (Sumber: worldometer).
Yuri hanya menyebut jumlah akumulasi spesimen yang dites dengan nyaring karena ada sebutan ratusan ribu yang bisa saja menggiring opini bahwa tes Covid-19 di Indonesia memang 300.000-an ribu. Padahal, angka itu akumulasi tes spesimen sejak tanggal 2 Maret 2020 dan bukan jumlah orang yang jalani tes Covid-19. Soalnya, satu orang pasien Covid-19 bisa jalani tes spesimen berkali-kali untuk memastikan hasil negatif Covid-19.
Gambaran antara jumlah orang yang tes Covid-19 dan hasil positif tes tsb. pada bulan Mei 2020. (Foto: Tagar/Syaiful W. Harahap).
Maka, laporan tanggal 31 Mei 2020, misalnya, jumlah spesimen 323.376. Sedangkan jumlah kumulatif orang yang dites sejak 2 Maret 2020 sebanyak 223.624 dengan hasil positif Covid-19 sebanyak 26.473 atau 11,84 persen. Tes per 1 juta populasi 819. Pada infografis yang dipublikasi oleh situs resmi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melalui situs covid19.go.id jelas ada perbedaan spesimen dan orang (yang tes) serta penambahan spesimen dan orang per hari berjalan.
Infografis tanggal 31 Mei 2020 yang dipublikasi melalui situs covid19.go.id. (Sumber: covid19.go.id).
Dengan jumlah tes sebanyak 223.624, dengan proporsi tes per 1 juta populasi 819, apakah sudah memenuhi standar dari aspek epidemiologi karena pemerintah menjadikan hasil tes sebagai patokan untuk memulai tatanan kehidupan baru (new normal), al. dengan membuka kegiatan ekonomi dan angkutan umum. Pemerintah melalui berbagai instansi dan institusi mati-matian membela izin angkutan umum dan new normal bukan pelonggaran terhadap kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) (Bahan-bahan dari: worldometer, WHO, dan sumber-sumber lain) (tagar.id, 1 Juni 2020). *