Nama : Syifa Damayanti ( I B )
NIM : 20075
Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
MUSYAWARAH berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun runduk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah- istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan “Syuro”, “rembug desa” , “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”.
I’tikad baik dalam arti subyektif bisa diartikan kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Rasa tanggung jawab adalah kesadaran diri manusia terhadap semuatingkah laku dan perbuatan yang disengaja atau pun tidak di sengaja.
Berdasarkan Pancasila ke- 4 “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan” Negara Indonesia bukan sebuah negara yang didirikan untuk satu golongan, tetapi untuk semua yang bertanah air Indonesia.
Oleh karena itu penyelengaraan negara didasarkan pada permusyawaratan perwakilan; Negara Indonesia dalah negara demokrasi yang mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dengan mengutamakan prinsip permusyawaratan yang mampu mewujudkan kesejahteraan sosial; Bangsa Indonesia wajib menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah dan dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.Bahwa Bangsa Indonesia tidak mengenal sistem diktator mayoritas dan tirani minoritas.
Contoh sikap tanggung jawab dalam menerima hasilpelaksanaan musyawarah yaitu :
Sikap yang terbaik apabila ada keputusan musyawarah yang tidak sesuai dengan keinginan kita, sikap yang baik adalah menerima keputusan dengan lapang dada dan dengan adanya itikad baik dan adanya rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah Insha Allah amanah.
Kesimpulannya bahwa mekanisme pengambilan keputusan bersifat partisipatif melibatkan setiap orang dalam pengambilan keputusan agar merasa memiliki rasa tanggungjawab bersama dengan penuh amanah. Musyawarah bukan mendasarkan pada keputusan suara terbanyak melainkan pada rasionalitas penuh pertimbangan dengan melibatkan para ahli yang berkompeten. Sehingga mereka yang terlibat dalam pengambilan keputusan adalah para ahli.
Dan jika yang melakukan musyawarah adalah para ahli, maka pendapat mayoritas bisa dijadikan ketetapan. Namun jika yang bermusyawarah adalah orang yang bukan ahlinya atau tidak berkompeten sementara yang berkompeten atau yang ahli hanyalah satu orang dari sekian banyak orang yang ada maka pendapat mayoritas di sini tidak berlaku, namun kembali pada pendapat seorang ahli yang berkompeten tersebut.