Dua Masjid dengan Pemandangan Indah di Panama City
Republica de Panama secara resmi merupakan negara sekuler yang mungkin tidak secara resmi mengumpulkan statistik tentang agama yang dipeluk oleh penduduknya. Walaupun begitu hampir dipastikan bahwa secara tradisional, negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan yang banyak dipengaruhi budaya Spanyol sebagian besar memeluk Agama Katolik.
Bukan berarti kehadiran agama lain tidak ada di negara kecil yang diapit oleh dua Samudra luas yaitu Atlantik di utara dan Pasifik di selatan ini. Selain Protestan, Buddha, Bahai, dan Hindu, maka geliat Islam juga masih ada di negeri yang hanya berpenduduk sekitar 3,8 juta jiwa ini.
Setelah sempat menyaksikan bagaimana kapal-kapal barang raksasa melewati Terusan Panama yang terkenal di Esclusa de Miraflores atau Miraflores Lock, dengan taksi yang ditumpangi rame-rame saya menuju ke pusat kota Panama. Tujuan saya kali ini adalah kawasan Bellavista di persimpangan antara Calle 30 Este (Jalan 30 Timur) dengan Avenida de Mexico. Penamaan jalan dengan nomor seperti di New York membuat kita juga lebih mudah menemukan lokasi dan tempat di Ciudad de Panama ini.
“Es que un hotel o restaurante?”, demikian bertanya sang sopir.
“No, que un mezquita”, jawab saya dengan tenang. Tidak berapa lama setelah melewati stasiun metro Cinco de Mayo, taksi mulai menyusuri Avenida de Mexico dan kemudian saya pun diturunkan persis di persimpangan Calle 30.
“Esta cerrada!”, demikian komentar sopir ketika melihat semua pintu masjid tertutup dan tidak ada seorang pun di sekitarnya.
Saya kemudian mengucapkan “Muchas Gracias” lalu menyeberang jalan dan mendekati gedung cantik yang didominasi warna putih ini. Suasana begitu sepi, waktu menunjukkan sekitar pukul 14.30 di Panama yang kalau di Jakarta persis pukul 2.30 tengah malam.
Sebuah bangunan cukup besar dengan sebuah kubah dan dua buah menara ada di hadapan saya. Jendela-jendelanya yang tinggi tampak indah dan selaras dengan arsitektur bangunan masjid ini.
Tidak ada nama masjid, yang ada hanya tulisan dalam Bahasa Spanyol “Fundacion Islamica de Panama” di salah satu dinding depan. Saya sejenak tertegun, kemudian berjalan mengitari masjid sambil melihat dan menjenguk ke dalam. Siapa tahu ada orang di sana. Yang ada hanyalah pintu yang tertutup rapat.
Akhirnya saya berjalan menyusuri Avenida de Mexico Kawasan ini cukup sepi di siang hari itu. Tidak berapa lama saya sudah sampai di Stasiun Metro Lotteria. Namun ternyata stasiun ini belum dioperasikan. Saya kemudian memberhentikan sebuah taksi dan menuju ke restoran “Sabor de la India” di Calle 51. Ongkos taksi tidak terlalu mahal hanya dos cinquenta alias dua Dollar setengah saja.
Setelah usaha pertama gagal untuk berkunjung ke Masjid di Kota Panama, keesokan harinya, setelah menikmati makan siang di Sabor de la India, saya berjalan kaki ke stasiun metro Iglesia de Carmen, naik metro cukup 2 stasiun dan turun di Stasiun Ferdinad de Cordoba.
Keluar dari stasiun ini saya menyusuri Via Ferdinand de Cordoba yang kebetulan siang itu juga sangat sepi. Banyak terdapat bengkel mobil di kawasan yang bernama Vista Hermosa ini.
Setelah kira-kira 200 meter berjalan, saya belok kira di Calle 64 A Oeste dan lalu belok kanan menyusuri Av 3 A Norte. Di jalan inilah terlihat sebuah bangunan yang lumayan besar lengkap dengan sebuah menara yang sangat cantik. Inilah Masjid Madinah yang saya cari.
Di beranda masjid, tampak beberapa pria berpakaian Salwar Ghamis ala Pakistan sedang duduk dan bercengkerama. Saya mengucapkan salam yang disambut dengan senyuman ramah. Saya masuk ke dalam masjid dan menuju ruang wudu yang lumayan bersih dan nyaman. Namun di dalam masjid hanya ada seorang yang sedang Shalat.
Hamparan karpet sajadah berwarna coklat biru dan hijau membentang dengan damai. Di depan, sebuah mihrab dan mimbar yang relatif minim hiasan dan sederhana membuat masjid ini terkesan cukup luas. Di langit-langitnya beberapa kipas angin tampak dengan setia terus berputar sementara di dinding juga terlihat beberapa AC besar dan jam yang menunjukkan waktu-waktu salat.
Di dekat pintu keluar ada sebuah kota sadakah yang bertuliskan Lillah Para Madreso dan sebuah kertas hijau di atasnya bertuliskan “Asociation Religiosa Sunni Musulmana”.
Setelah itu, saya pun bergabung dengan para pria itu. Kebanyakan mereka hanya bisa berbahasa Urdu dan Spanyol. Dijelaskan bahwa di seluruh Panama hanya ada sekitar 20 ribu pemeluk Islam dan yang terbanyak adalah di Colon, sebuah kota yang ada di mulut Terusan Panama di dekat Samudra Atlantik. Ketika saya bercerita bahwa kemarin sempat mampir ke Majid Jumah dan ternyata tutup, mereka berkata bahwa masjid di Kota Panama ini memang hanya dibuka sewaktu salat saja.
“Masjid yang ada di Vista Hermosa ini dibangun pada tahun 1996 an sedangkan yang ada di Bellavista sudah cukup tua karena dibangun di sekitar tahun 1970 an,” demikian ujar salah seorang dari mereka.
Setelah bercakap-cakap sekitar 10 menit, mereka pun kemudian menutup masjid dan bersiap-siap kembali ke rumah masing-masing. Dan saya pun kemudian diantarkan oleh Suhaeb, yang berasal dari India, dengan menggunakan mobilnya menuju ke Estacion Ferdinand de Cordoba.
Sebuah pengalaman yang tidak terlupakan mampir ke sebuah masjid yang indah di Vista Hermosa dan Bellavista yang kebetulan keduanya memiliki arti Pemandangan yang Indah.
Ciudad de Panama