Kejujuran Mata Uang Tertinggi di Muka Bumi

Kejujuran adalah mata uang yang paling tinggi kursnya dibanding mata uang negara manapun.   Dia memang tidak berbentuk lembaran kertas namun kejujuran melekat pada diri seseorang. Kejujuran pun berlaku universal tidak perlu dia siapa namun ketika kejujuran itu ada pada diri orang hitam, kulit merah dan mata sipit maka dia akan dihargai.

Nilai kejujuran tertanam didalam hati, menjadi sikap hidup keseharian.  Tidak tergoda rayuan apapun bentuknya,  tetap bertahan jujur pada diri sendiri, jujur kepada Tuhan dan tentu kepada siapa saja.   Alangkah bahagianya sorang jujur, dia bisa diterima dimana saja.

Tak risau dengan rezeki, hidup sederhana, bersahaja namun kenikmatan itu selalu menghiasi hidup dan kehidupan. Justru dengan mata uang tertinggi itu kepercayaan adalah harga mati yang tidak bisa ditawar.  Semua orang percaya kepadanya.  Aoakah amanah dalam bentuk uang, pesan bahkan rahasia akan terus diamalkan.

Demikianlah sifat seorang jujur.  Pelajaran agama nan dianut sejak dini sangat berpengaruh pada diri seorang jujur.  Sampai sampai Proklamator Republik Indonesia Bung Hatta mengatakan bahwa Kejujuran Nilai Utama Kehidupan.

Mohammad Hatta adalah satu dari sedikit pejabat yang semasa hidupnya bisa menjadi teladan bagi penerusnya saat ini. Kehidupan Bapak Koperasi Indonesia itu memang tidak jauh dari kata jujur dan lugu. Kisah tentang keteladanan Bung Hatta dituturkan putri keduanya, Gemala Rabi’ah Hatta dalam buku Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya. Di buku itu, Gemala menceritakan kejujuran ayahnya menggunakan fasilitas negara.

Bung Hatta pada 1971 baru mendarat di Indonesia setelah berobat dari Belanda. Bukannya beristirahat, yang pertama ia minta kepada sekretaris pribadinya, I Wangsa Widjaja adalah membuatkan laporan penerimaan dan pengeluaran uang selama berobat di Negeri Kincir Angin. Sebagai mantan wakil presiden, Bung Hatta memang berhak berobat menggunakan uang negara.

Gemala mengatakan, sudah menjadi kebiasaan ayahnya saban pulang dari kunjungan ke luar negeri, meminta sekretaris pribadinya membuatkan laporan keuangan. Satu rupiah pun uang negara yang tersisa dari perjalanan dinas harus dikembalikan ke kas negara.

Kejujuran Hatta ternyata membuat pekerjaan Wangsa bertambah berat. Sebab, saat uang sisa perjalanan dinas hendak dikembalikan, bendahara negara malah menolaknya. Menurut mereka, uang sisa itu tidak perlu dikembalikan, karena bisa dianggap sebagai uang saku tambahan.

“Bendahara Setneg bilang, uang yang sudah dikeluarkan dianggap sah menjadi milik orang yang dibiayai, tidak usah dikembalikan,” kata Gemala saat menceritakan pengalaman Wangsa.

Lalu senangkah Bung Hatta?

Wangsa malah ditegur keras oleh Hatta. Ia bersikeras uang itu harus dikembalikan kepada negara. “Kebutuhan rombongan dan kebutuhan saya sudah tercukupi, jadi ini harus dikembalikan,” ujar Bung Hatta.

Mari kita teladani peri kehidupan bersahaja Proklamator Bung Hatta.

Salam Literasi

YPTD

Tinggalkan Balasan