[repost] Belajar dan belajar sampai pintar. Ketika dilahirkan semua anak manusia adalah kertas kosong. Kertas itu ditulisi oleh orang tua selagi si bayi masih belum bisa bicara dan tidak paham sedang berada dimana. Usia sekolah belajar tulis baca di tingkat Sekolah Dasar. Kertas mulai diisi oleh dirinya sendiri walaupun sang ortu tetap berperan agar isi kertas tidak ada yang merah.
Belajarlah sampai tua. Benarlah ungkapan nenek moyang “belajar dari buaian sampai liang lahat”. Belajar tidak musti di kelas ada guru dan kawan kawan seangkatan. Belajar di alam terkembang memiliki makna bahwa apapun yang dihadapi sesungguhnya adalah proses pembelajaran. Tidak semua orang paham bahwa pembelajaran itu akan melahirkan ke arifan.
Itulah sebabnya 27 Februari 2019 awak bersungguh sungguh menghadiri Sidang Terbuka Program Doktoral dr. Rommy Sebastian, M. Kes. Universitas Merdeka Malang Jawa Timur sebagai salah satu perguruan tinggi tertua tampaknya sangat konsisten dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. DR. Rommy Doktor bidang Ilmu Sosial ke 265 dan urutan ke 445 Doktor lulusan UnMer.
Sekolah DR Rommy sudah habis. Tidak ada lagi pendidikan akademis setelah Sarjana Strata Doktoral. Dapat dibayangkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai gelar Doktor. SD, SMP, SMA, Si, S2 dan S3 secara normal menghabiskan waktu 20 tahun. Duirasi waktu cukup panjang apabila dibanding usia harapan hidup penduduk Indonesia. Artinya sepertiga hidup dihabiskan di bangku sekolah.
Dokumen Pribadi
Awak cukup bersyukur bisa mencapai pendidikan S2. Pendidikan tidak linier dipaksakan sembari bekerja. Untunglah semua pendidikan formal itu dibayai oleh bebarapa Yayasan. SD, SMP dan SMA awak mendapatkan bea siswa dari Yayasan IDA. Kemudian ketika mengambil pendidikan D3 bea siswa diberikan oleh Yayasan UNI.
Lanjut kuliah S1 di Universitas Indonesia masih ada yayasan yang berbaik hati menyekolahkan melalui Bea Siswa Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Masih semangat di usia setengah abad awak memaksakan diri kuliah S2 Pasca Sarjana UI setelah diyakinkan ada bea siswa dari Yayasan ISTRI. Bersyukur seluruh jenjang pendidikan sekolah tak berbayar dan ucapan terima kasih kepada Yayasan Ibu dan Ayah (IDA), Yayasan UNI, kakanda Husna Dahlan dan terakhir Istri tercinta mengelola kekuangan keluarga untuk membayar uang semesteran kuliah S2.
Setiba di kota Malang awak bertemu denbgan 2 orang cucu yang sedang kuliah di Universitas Brawijaya. Voni dan Ricko mahasiawa semester 2 dan semeter 4 mengambil kuliah di Jurusan Ekonomi Bisnis. Tak lain dan tak bukan ketika bertemu anak keponakan memberikan motivasi agar mereka tetap semnagat menyelesaikan kulaih sampai mendapat gelar sarjana.
Dokumen Pribadi
Laiknya Datuk dan Cucu ketika menikmati Bakso Malang Asli disalah satu kedai, anak anak muda ini berkisah tentang sukaduka kuliah jauh dari orang tua. Voni dan Ricko belajar mandiri karena ayah ibu bermukim di Bogor. Voni putri ke 2 kemekanandan Idham Khalid sedangkan Rico putra ke – 2 Edy Darmansyah. Mengapa memilih kota Malang tentu ada cerita tersendiri. Satu hal pasti kuliah di Perguruan Tinggi Negeri selain biaya semester terjangkau juga ada kepastian bahwa Universitas terkreditasi A.
Pesan seorang Datuk sederhana saja. Belajartlah kalian sampai sekolah itu habis. Artinya sampai S3. ilmu sejatinya akan memuliakan seseorang yang mencapai tingkat endidikan tertinggi. kemerdekaan republik Indoneisa hampir 75 tahun memberikan kemudahan bagi generasi muda mencapai pendidikan Strata 3 ketika usia belum lagi mencapai 30 tahun.
Oleh karena itu bisa dimaklumi ketika nenek moyang mengatakan kepada para cucu agar belajar samnpai ke negeri cina. Makna terselubung dari petuah itu tidak lain agar kita terus belajar dan belajar agar kebermanfaatan diri bagi umat bisa lebih optimal. Belajar tidak harus terstruktur di kelas, apalahgi bagi pemuda pemudi yang tidak mendapat kesempatan kuliah di perguruan tinggi. Otodidak seperti yang di contohkan Pahlawan Nasional Agus Salim patut di tauladani.
- Salam Literasi
- BHP 110321
- YPTD