Inilah untuk pertama kali perjalanan anak ndeso melintas kecamatan. Sebelumnya Asgar hanya tahu ibukota Kecamatan Wonoroso kawasan terjauh yang pernah ditempuh seumur hidup. Kebetulan saja waktu itu ada wisata sekolah menengah pertama dalam rangka rekereasi semesteran.
“Yo wis melu le, lihat bagaimana kemeriahan kota kecamatan untuk menambah pengalamanmu”
Asgar teringat Simbok yang begitu kasih sayang ketika mengizinkan niat ingin ikut jalan jalan sekolah. Masalahnya selalu berkaitan dengan dana. Anak ke tiga ini paham benar bagaimana kemampuan keluarga, uang sebesar 100 ribu rupiah saja sudah merupakan pengeluaran luar biasa besar.
Kini Asgar melintas batas, tidak tangung tanggung anak berusia 15 tahun ini menuju ibukota Negara Republik Indonesia. Ke kota Kapubaten saja belum pernah apalagi ke kota Semarang pusat pemrintahan Jawa Tengah.
Entah bersebab apa simbok mengizinkan anak baru tamat smp pergi sendiri merantau tanpa perlu diantar keluarga. Simbok yaqin Asgar bisa sampai kerumah pak Lek Reksodinoto di Tanjung Priok. Keputusan mengizinkan Asgar jalan sendiri karena selama mendidik dan membesarkan anak yang dulu bernama Arjuno ini memiliki keistimewaan sendiri dibanding 3 saudaranya.
Ketika dilahirkan di bulan Maulid, tangisan bayi sungguh sangat keras. Kulitnya tidak begitu legam seperti ayahnya, hidung tidak terlalu pesek dan rambut tujuh helai agak ikal. Sang Bapak sangat gembira mendapatkan karunia putra ke tiga serta merta tanpa musyawarah dengan istri langsung saja di beri nama Arjuno.
Tidak salah memang nama itu cocok untuk si bayi dilihat dari penampilan fisik tampan seperti perwira pewayangan Kerajaan Amarta. Bisa jadi sang Bapak teringat kegantengan Arjuna sang tokoh kasmaran dari lakon pewayangan di desa tetangga yang baru di melekin semalaman 3 hari sebelum kelahiran putra. Si mbok tersenyum ketika sang Bapak menyuarakan kalimat illahi azan ditelinga kanan.
“Arjuno, Arjuno, Arjuno anakku, buah hati keluarga”
Tiba tiba Asgar tersentak, tersadar lamunannya setelah 3 jam lebih perjalanan. Kereta api berhenti sejenak, beberapa penumpang baru naik. Perut terasa lapar, di bukalah tas sekolah smp, ambil satu dari tiga bekal simbok. Nasi bungkus lauk sambel telor. Untung tadi tak lupa sudah membeli sebotol besar air mineral. Nikmatnya makan disela sela goyangan kereta api dan derus suara gresek gresek geresek.
Perjalanan tiba di stasiun senen diperkirakan delapan jam lagi. Masih tersisa 2 nasi bungkus. Simbok memang cerdas, ustazah guru ngaji anak ndeso ini sudah memperkirakan selama perjalanan anak kesayanagan cukup dibekali 3 nasi bungkus. Jadi tidak perlu membeli lagi. Alhamdulillah.
Asgar teringat kenangan lama. Ketika didaftarkan ke sekolah dasar, simbok tegas menjawab pertanyaan Pak Guru
“ibu yakin nama anak ibu Asgar?”
Pertanyaan ini sebenarnya tidak aneh bersebab Pak Guru heran bin ajaib kog ada anak jawa namanya aneh begitu. Biasanya nama anak anak selalu ada huruf o, seperti trisno, prabowo, joko, suhendro dan lain lain pokoknya berakhiran O. Tetapi nama anak cakep ini kog Asgar, mungkin si ibu salah mengucapkan nama anak melayu lain.
” ya Pak Guru. Ini benar putra ke -3 bernama Asgar Putra Sabillah bin Tukiman”
Simbok menyodorkan akte kelahiran putra. Pak Guru setengah percaya tak percaya tetapi memang demikianlah ternyata anak ini tetap keturunan asli jawa hanya saja namanya bernuansa nusantara muslim.
Tentu ada peristiwa besar kenapa nama Arjuno bin Tukiman diganti dengan nama lain. Asgar mendengarkan kisah dari Pak Lek Reksodono karena selalu di ejek teman teman
“namamu aneh bin ajaib seperti orangnya, ”
“Hahahahaha, Asgar asli garut, asgar asli garut ”
Berderai gelak tawa semua anak bernama jawa. Bersebab sering mendapat candaan di sekolah dan tempat main, Asgar sudah kebal, dia tidak membalas sesuai pesan simbok
“jangan layani mereka mengejekmu, biarkan saja lama lama juga temanmu bosan ”
Sementara di sudut sana putri asli jawa bernama Suminah, Tukirah dan Rasinem tersipu bercampur sedih melihat pujaan hati nan tampan di olok olok. Karunia tampan, tubuh tinggi diatas rata rata remaja desa ditambah sifatnya tidak angkuh dan sombong memang anak bernama aneh ini tak pelak disukai terutama remaja putri.
Satu satunya tukang cukur atau pangkas rambut si desa memang orang asli garut yang disingkat asgar. Mungkin secara kebetulan saja ada orang sunda melintas jawab barat ke jawa tengah. Inilah peluang kerja di desa yang berpenduduk 350 pria 365 perempuan. Berkarya sebagai tukang cukur. Tidak ada saingan katanya paling tidak ada 10 warga pangkas rambut sehari, lumayan penghasilan kalau dihitung sebulan.
Kereta api sudah memasuki perbatasan Propinsi jawa barat. Asgar melihat dari kaca jendela, alam sudah gelap, terkadang telihat redup lampu rumah penduduk. Disamping duduk seorang bapak tua, tujuan ke Bekasi. Mereka sempat bicara sebentar terutama ketika sang Bapak menganjurkan Asgar shalat sambil duduk di kursi.
“wudhu tayamun saja nak dan jama shalatmu, kita sedang musyafir”
Asgar tertegun dan merasa bersyukur mendapat teman seperjalanan seorang muslim kaffah. Dalam ingatan pernah diajarkan guru ngaji, bagaimana cara berwudhu tayamun.
” terima kasih Bapak sudah mengingatkan, dua rakat dua rakaat ya”
Beberapa penumpang sudah lelap tertidur, tampaknya capek juga perjalanan panjang berkereta api. Lebih nyaman dibanding naik bus malam disamping ketepatan waktu dan keselamatan harga tiket juga tidak terlalu mahal.
Bapak disamping sudah tertidur, pikiran Asgar melayang lagi keteman teman sekolah yang tadi ikut mengantar. Teman teman setamat SMP melanjutkan ke SMA atau SMK di kecamatan. Ada juga tidak melanjutkan sekolah terutama teman perempuan. Bisa jadi orang tua menganjurkan membantu ekonomi keluarga atau kalau nanti ada joodoh mungkin dua tiga tahun lagi ber rumah tangga.
Lek Raksidono menceritakan ketika Arjuno berusia 3 tahun terserang demam tinggi. Orang tua cemas, memanggil ibu bidan desa diberi obat namun panas badan tidak juga turun turun. Balita ini hampir saja kejang. Simbok terus meletakkan handuk dingin di dahi Arjuno sembari terus berdoa membaca Ayat Kursi berulang ulang memohon kehadirat Allah SWT semoga anak segera pulih.
Hari sudah larut, tiba tiba terdengar pintu rumah diketuk dan terdengar suara
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam, silahkan masuk pak kiayi”
Ternyata tamu itu Haji Mashur berserta rombongan jamaah tabligh
“kami mendengar anak Mas Tukiman sakit ya”
“betul Pak kiayi sudah 2 hari ini badannya panas, mohon diobati dan didoain pak ”
Pak Haji memegang tangan Arjuno dan mengusap perlahan.
“siapa nama anak ini ”
“Ar ar Arjuno Pak kiayi”
Terbata bata setengah gugup simbok menyahut. Pak kiayi minta segelas air putih,
“saya pikir arjuno harus ganti nama, namanya terlalu berat untuk disandang, bolehkan saya panggil dengan nama Asgar Putra Sabillah”
“silahkan Pak Kiayi, yang penting anak saya selamat lihat dia sudah sangat kepayahan”
“Baiklah mari kita berdoa”
Suasana hening, seisi rumah termasuk saudara dan tetangga ikut berucap Amin, Amin, Amin Ya Rabbal Alami . Cukup lama Kiayi memimpin doa. Lambat laun panas tubuh Asgar mulai turun. Simbok meraba seluruh tubuh anak kesayangan tak putus putus mengucapkan Alhamdulillah anakku sudah pulih.
Sebelum pamit Pak Kiayi dari majelis Jamaah Tabligh yang sedang keluar 40 hari berjalan kaki menjelaskan
“Asgar itu berarti anak sholeh ganti arjuno sedangkan sabillah adalah pedang Allah, boleh dipanggil dengan Putro nama anak jawa disini”
Mas Tukiman mencium tangan Pak Kiayi namun pak kiayi segera menarik tangan. Rombongan jamaah sudah 3 hari di desa wonocolo besok akan segera berpindah ke masjid desa tetangga guna menyelesaikan program dakwah dari masjid ke masjid.
“Mulai ssat itu namamu berganti Asgar Putra Sabillah”
Demikian kisah dituturkan Lek Raksodino Nama yang tidak sama denghan nama anak anak desa berakhiran O.
“Kamu dipanggil Putro yo, biat kelihatan jowomu”
Asgar terhenyak dari lamunan panjang ketika terdengar pengumunan bahwa sebentar lagi kereta akan tiba di Stasiun Bekasi. Dibangunkannya Bapak sebelah agar bersiap siap dan mengambilkan koper diatas tempat duduk.
“Selamat tiba di rumah ya Pak, semoga bapak selalu sehat, amin”
“Ya nak Asgar kamu anak baik, jangan tinggalkan shalat wajib 5 waktu ya”
Teman seperjalanan bersalaman, entah kapan lagi bertemu dalam takdir. 20 menit kereta akan tiba di Stasiun Senen (bersambung,…)
Salamsalaman
TD
Selamat untuk cerpen barunya.
Segar, Pak Haji, ada bagian-bagian yang jenaka. Saya suka.
Ceritanya menarik. Renyah, enak dibacanya. Selalu keren Pak Haji TD..