Ragam Kuliner
Ibu Lenny Tjahyadi tetangga awak membawa gulai tunjang. Bukan sembarang gulai tunjang tetapi masakan khas padang nan nikmat yang dikenal dengan kikil itu di campur dengan rebung. Inilah salah satu hantaran tetangga RT 05 RW 06 Kelurahan Dukuh pada acara halal bihalal.
Halal bihalal se komplek Bumi Harapan Permai (BHP) adalah tradisi tahunan seperti juga di selenggarakan oleh seluruh rakyat di bumi nusantara. Tahun ini keluarga awak menjadi tuan rumah halal bihalal.
Ibu RT kita Ny Laurens menelpon isteri :
” Bu Thamrin ngak usyah repot repot ya, cukup sediakan piring dan sendok serta aqua saja” .
Wah asyiek juga neh tuan rumah ngak dibebankan masak – memasak, jawab isteri awak.
” nanti ibu ibu tetangga yang akan membawa makanan sendiri, ini sudah tradisi, gotong royong kuliner” demikian Ibu RT menambahkan.”
Tentu saja istri tercinta awak tidak berdiam diri. Malu lah keluarga awak, masa’ tuan rumah tidak menyajikan sumbangan makanan. Istri awak jago membuat rendang. Saking jagonya, teman sekantor sering minta dibuatkan masakan khas padang yang terkenal seantero jagat itu.
Nah mulailah dibuat rencana, selain rendang tentu ada sajian lain, es buah, kerupuk, sambal petai dan ayam goreng khas Enida dan kue kue lembut kegemaran warga yang kebanyakan berusia diatas 60 an. Pukul 17,00 di hari ahad yang agak panas itu mulailah berdatangan kiriman makanan dari tetangga.
Ada ibu ibu yang langsung mengirim dan ada pula pembantu yang ditugaskan. Ibu Laurens paling banyak mengantarkan makanan. Mungkin karena rasa tanggung jawab yang begitu besar, Pak RT mengomandokan isterinya memasak lebih banyak untuk dimakan orang se RT.
Macam macam jenis makanan yang di antar kerumah awak,
- sate,
- capcay,
- asinan,
- lamang tapai,
- gulai tunjang rebung
- nasi bakar,
- ayam panggang,
- pepes ikan,
dan banyak lagi kuliner termasuk kue kue dan buah buahan. Penuh sesak dua meja makan rumah awak. Dimeja itulah tempat bersuanya segala macam kuliner nusantara. Pikiran liar Kembali ke topik bahasan tulisan ini. Ibu Tjahyadi tetangga sekampung dengan kami, beliau berasal dari kota Padang. Sambil berseloroh Ibu kita ini mengomentari masakan yang dibawanya.
” Angku Thamrin, iko tunjang jo rabuang nan terkenal lamak bana rasonyo (Pak Thamrin ini masakan kikil (kulit sapi ) yang di gulai dengan rebung, terkenal enak rasanya) . Awak menyahut dengan bahasa ibu yang jarang jarang dipakai. ”
Iyo Uni, tarimo kasiah banyak, tantu lamak bana” sambil awak mengedip ke nyonya rumah. Memang betul tunjang masakan si Uni paling laris dimakan para tetamu yang hadir hampir mencapai 30 orang.
Si Uni Lenny tidak berhenti dipujian masakannya, namun beliau menambahkan satu petatah petitih : ” lamak makan jo nan mudo, lamak lalok jo nan tuo” .
Awak kaget juga mendengar pepatah ini. Sudah 61 tahun mengaku orang padang baru sekali ini awak mendengar petuah filsafat seperti ini. Pura pura paham awak diam saja sambil menunggu si Uni menjelaskan .
Tadinya awak berpikir agak sensual juga kecek (omongan) ini karena terkait hubungan poligami. . Tapi koq rasanya terbalik, masak enak makan dengan yang muda dan enak tidur dengan tua.
Seharusnya sesuai dengan jalan pikiran anda khan ? Enak makan dengan yang (bini) tua (karena pandai masak) dan enak tidur tentu dengan (bini) muda, (Karena)…… hehehehe. Melihat muka awak yang misterius bingung si Uni menjelaskan. ” Begini Pak Thamrin, (eh tumben dia pakai bahasa Indonesia)
Lamak makan jo nan mudo itu artinya ya gulai tunjang dengan rebung ini. Rebung adalah bambu muda. Rebung bisa di iris iris dijadikan seperti sayur seperti yang kita makan tadi. Sedangkan pengertian lamak lalok jo nan tuo, berarti kita nikmat tidur dengan bambu tua.
Bambu ketika sudah tua di belah belah kemudian di anyam menjadi bale atau tempat tidur. Mati awak, pikiran liar itu segera hilang dari ingatan. Ternyata petatah petitih itu tentang tumbuhan Bambu toh
Salam salaman Behape,
3 Agustus 2013
PenasehatpenakawanpenasaraN
[TD]