Mukidi Berhenti dari Guru Honorer

Mukidi Berhenti dari Guru Honorer

Catatan Budaya Thamrin Dahlan

 

Setelah berpikir 3 hari 3 Malam Mukidi akhirnya mengambil keputusan. Berhenti mengajar, tidak lagi berdiri didepan kelas.

Keputusan resign dari  profesi guru  diambil Sabtu 10 November 2018. Bertepatan hari pahlawan biar berkesan. Bertepatan pula  setelah 40 purnama mendidik Siswa SMK.

Mukidi S.Pd alumni Universitas Negri Jogoroyo Fakultas Pendidikan Menengah Dasar. Walau ber  status Guru Honorer Pak Guru muda berparas korea ini diberi kepercayaan memberikan mata pelajaran Pancasila dan Kewarga negaraan di kelas 1A & 1C SMK Sajaka.

Guna memenuhi kebutuhan hidup sebagai seorang guru honorer Pak Guru Mukidi setengah terpaksa melakoni 2 pekerjaan sampingan alias side job. Pertama memberikan Les Privat matematika kedua driver ojol.

Maklum saja berapa sih gaji seorang guru honorer. Mukidi pernah berkata kepada teman teman  alumni SD Panubada. ” gaji gue sebulan lima koma”

“Wah hebat gaji lu 5 juta perak,  diatas UMR Jakarta dong”

” jangan salah paham kawan, maksud gue gaji cuma cukup sampe tanggal 5 sesudah itu koma atawa pengsan”

Sebelum memutuskan berhenti mengajar Mukidi S.Pd sempat konsultasi ke Pak RT yang merangkap sebagai penasehat sipiritual.

” walah soal sepele ngak diterima demo di istana  aja pak guru mau berhenti”

“Bukan begitu Pak RT, Ini masalah pendidikan nasional ngak boleh dianggap enteng”

Mukidi emosi

“Ini menyangkut masa depan NKRI,  mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai Alinea ke 4 UUD 45”

Tampaknya pak guru mengeluarkan Ilmu Pancasila.

“Eleh ente syok nasionalis,  negara ude ade yang ngurus”

Mukidi gelisah, dihirup kopi hitam sajian tuan rumah. Sambil berdiri bangkit dari tempat duduk Mukidi setengah ber teriak.

“Pak RT, selama saya mengajar Pancasila baru kali ini saya tidak bisa menjawab pertanyaan siswa”

Pak RT kaget. Dipegang bahu Mukidi. Penasehat spiritual menatap tajam mata mantan  guru.

“Sabar pak guru, istiqfar 3 x ”

” Apa pertanyaan muridmu itu”

Setengah menghela nafas Mukidi berbisik,

” begini pertanyaan muridku”

[ “Pak Guru, mengapa para pemimpin kita mengucapkan sontoloyo, genduruwo,  budek dan buta. Apakah ada hubungannya dengan 45  Butir Butir Pancasila” ]

Tobat, minta ampun sejagat,…

Gedubrax. Pak RT pengsan.

Setelah sadar Pak RT langsung menulis  Surat Terbuka ke BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) terkait kisah pilu seorang guru honorer

Salamsalaman

YPTD

Tinggalkan Balasan