CATATAN KEPALA SEKOLAH SATU ATAP ( bagian 3)

Fiksiana, Terbaru33 Dilihat

15th Day’s challenge

“Bu, gimana kalau rak ini gak usah dipindah? Kata tukang, ini mah susah dipindahnya, harus ada alatnya, katanya,” bu Tita menyampaikan usulannya, ketika aku sampai ke sekolah keesokan harinya.

“Nah, kami kan sudah diskusi, biar di sini jadi kantor saja. Jadi ruang Ibu saja. Kami pindah ke bawah. Terus lemari kaca semua dipindah buat penyimpanan administrasi guru. Terus, kan nanti koperasi pindah juga , biar sekalian terawasi, gitu, Bu. Ibu setuju gak kalau begitu?” sambungnya panjang lebar dengan kata-kata yang jelas.

“Teman-teman semua sudah setuju?” responku.

“Sudah, Bu. Kan di bawah lebih luas. Nanti akan kami tata meja-meja buat guru-guru,” sambungnya.

“Hmm.. kalian gak merasa terusir kan sama Ibu? Ibu jadi gak enak ini,” ujarku.

“Ih, sama sekali ga ada pikiran ke situ, Bu. Kami juga sadar kalau di sini seperti ini, terus ada tamu, malu juga hehe..,” ujar bu Tita.

“Baiklah kalau begitu, Ibu setuju. Memang di bawah lebih nyaman untuk ruang guru. Nanti anak-anak yang mau ketemu gurunya jadi leluasa, gak seperti di sini yah,” kataku.

Karena masih ada waktu setengah jam untuk memulai jam pertama kegiatan belajar, maka kami mengajak anak laki-laki yang sudah untuk gotong-royong memindahkan barang-barang ke ruang guru yang baru, dikomandoi oleh penjaga sekolah. Lemari kaca tidaklah terlalu berat-berat, bisa digotong oleh 6 orang anak. Selain lemari tidak ada barang yang berat. Jadi dalam waktu setengah jam barang-barang sudah berpindah ke ruang guru, walaupun belum ditata.

Tinggal kutata ruangan kantor sendiri, agar nyaman dan membuat betah bekerja. Selain itu agar dapat memberikan pelayanan baik kepada guru ketika supervisi, konsultasi atau diskusi dengan guru dalam kelompok kecil.

PEMBINAAN KOMPETENSI GURU

Sejalan dengan implementasi Kurikulum 2013, sekolah kami menjadi salah satu sekolah target pelaksanaan K 13 mulai tahun 2017. Walaupun bukan hal baru, tetapi guru-guru belum memahami secara mendalam bagaimana implementasinya dalam pembelajaran mualai dari perencanaan sampai dengan evaluasi. Untuk itu kami menjadikan workshop K 13 menjadi target utama dalam peningkatan kompetensi tenaga pendidik tahun itu.

Kami melaksanakan workshop sederhana dengan mengundang nara sumber, baik itu pengawas, maupun rekan Instruktur K 13. Sementara aku juga termasuk dalam Tim Instruktur K 13 Kabupaten, bahkan wakasek kami pun adalah Instruktur K 13 juga. Walaupun peserta hanya delapan orang, tidak menyurutkan rencana kami untuk tetap melaksanakannya. Mulai dari perencanaan pembelajaran, model-model pembelajaran, dan penilaian pembelajaran, kami laksanakan dalam waktu 3 pertemuan secara formalnya, namun tak terbatas pertemuan secara informal.

Di luar tiga kali pertemuan itu, kami sering mengadakan In House Training (IHT) dan pendampingan, memanfaatkan kompetensi kepala sekolah dan wakilnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, ruh K 13 sudah mulai nampak di sekolah kecilku ini. Terlihat dari manajemen kelas yang tidak lagi klasikal tetapi meja-meja dan kursi sudah ditata berkelompok-kelompok. Dengan demikian untuk masalah pembelajaran sudah tertata dengan baik. Hanya masalah bukti administrasi perencanaan dan lain-lainnya berpulang lagi kepada kinerja guru masing-masing. Secara kompetensi mereka sudah memilikinya, tinggal kinerja yang harus ditingkatkan.

Kinerja guru bergantung kepada banyak faktor, baik yang bersifat ektstrinsik maupun intrinsik. Secara intrinsik tentu dipengaruhi oleh niat, motivasi dan kesadaran diri. Sedangkan secara ekstrinsik dipengaruhi oleh faktor lingkungan; antara lain adalah motivasi dari lingkungan. Motivasi dari luar tersebut bisa datang dari kepala sekolah, rekan guru, siswa dan keluarga.

Sebagai manajer pembelajaran, aku selalu berusaha untuk memberikan dorongan motivasi bagi guru-guru agar selalu mau belajar dan belajar terus tentang semua segi terkait kurikulum 2013. Maka dari itu tak bosan-bosannya aku memberikan pendampingan, baik itu dalam menyusun RPP, melaksanakan pembelajaran maupun perumusan instrumen-intrumen penilaian. Semuanya aku kemas  dalam program supervisi akademik. Semua guru mendapatkan jadwal supervisi. Hal itu aku laksanakan untuk lebih memberikan bantuan kepada guru agar memahami kelebihan dan kekurangannya dalam pembelajaran.

Memasuki bulan September, sekolah sudah dihadapkan pada persiapan Penilaian Tengah Semester (PTS). Segera kami sepakati IHT penyusunan instrumen PTS, memanfaatkan jadwal rapat dinas bulanan, ketika siswa belajar di rumah. Aku bersama wakasek, bertindak sebagai tutor, membimbing mereka menyusun penilaian berbasi K 13 untuk PTS. Mereka terlihat antusias ketika presentasi ditampilkan menggunakan proyektor. Luar biasanya, sekolah ini sudah memiliki tiga buah proyektor LCD, sehingga sangat mendukung pada kelancaran presentasi.

“Aduh Ibu, pusing juga ini. Tadi mah ketika dibahas sama ibu kayak yang gampang gituh, nyusun indikator dan soalnya. Eh, pas prakteknya, pusing juga,” kata seorang ibu guru.

“Wajar saja, karena belum biasa kan? Biasanya bikin soal dulu baru kisi-kisi. Hayo.. suka begitu kan?” kataku bercanda.

“Ih, ibu mah tahu aja, iya sih selama ini memang begitu, yang penting soal dulu baru kisi-kisi belakangan, hehe,” jawabnya.

“Tahu dong, kan sudah rahasia umum seperti itu. Ayo sulitnya dimana? Ibu bantu,” ujarku.

Kami sepakati waktu pengumpulan kisi- kisi dan buitr soal. Kemudian aku telaah, hasilnya aku kasih feedback kepada guru-guru. Itu aku lakukan kepada guru-guru yang masih memerlukan bimbingan, agar soal diperbaiki. Bagi yang sudah sesuai standar, langsung bisa digunakan untuk pelaksanaan PTS.

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan