CATATAN kEPALA SEKOLAH SATU ATAP ( Bagian 7)

Fiksiana, Terbaru174 Dilihat

20th Day’s challenge

Tantangan Tahun ke -2

Suatu hari di bulan Juni tahun 2018, tiba-tiba muncul sebuah grup WA baru, DAK 2018. Aku kaget dan bertanya-tanya grup apa ini? Setelah kubuka, adminnya ternyata Kasi Sarana Prasarana Dinas Pendidikan Kabupaten. Rasa tak percaya ketika kubaca postingan bahwa sekolah kami menjadi salah satu sasaran program Dana Alokasi Khusus (DAK). Puji syukur aku panjatkan ke hadirat Illahi, karena satu mimipi akan terwujud. Pembangunan dua kelas baru tak lama lagi akan kami laksanakan.

Beberapa hari kemudian konsultan datang untuk membuat gambar rancangan bangunan. Kami yang menentukan di mana lokasinya, agar sesuai dengan General Site Plan yang sudah kami punya sebagai warisan dari kepala sekolah lama. Lalu dibantu penjaga sekolah, konsultan melakukan pengukuran tanah. Lalu,  segera kami buat proposal Pengusulan Pembangunan Ruang Kelas Baru.

Satu bulan kemudian dana tahap pertama cair. Baru aku ketahui ternyata Dana DAK pembangunan apa pun tidak cair sekaligus, tetapi menjadi 3 tahap. Dana yang cair tahap 1 sebesar 25%, maka pembangunan pun ditetapkan mencapai 25 % dari target. Ada pun lama kontrak pekerjaan selama 120 hari.

Satu Mimpi Terwujud

Tidak akan aku ceritakan bagaimana proses pembangunan terkait tahapan-tahapan tersebut. Hanya satu hal saja yang akan kuutarakan. Bahwa pembangunan kami berlanjut terus tidak terpengaruh cair atau pun belum dana selanjutnya. Hal itu karena Bendahara kami mempunyai kakak seorang pengusaha material bangunan. Kami sudah menadatangani MOU tentang suplier bahan bangunan dengannya. Sehingga belum cair dana pun ia tetap menyuplai bahan yang diperlukan. Walaupun tidak semua bahan bangunan berasal darinya. Kami berbagi dengan pengusaha lokal untuk pengadaan pasir dan batu kali, serta kayu. Yang tentu saja kepada pengusaha yang belakangan disebut, tidak bisa bon dulu namun harus membayar kontan.

Singkat cerita dua bulan pun bangunan kelas baru itu sudah selesai. Bangunan yang cantik dengan cat hijau, biru dan kuning yang ceria. Kami sengaja memilih warna itu agar berpadu dengan lingkungan yang hijau. Kami semua bahagia karena kini memiliki cukup ruang kelas untuk belajar. Bahkan ruang guru pun kami adakan untuk di lokal baru tersebut, jadi ketika istirahat guru-guru ada ruangan untuk melepas lelah sejenak, dan tidak usah jauh-jauh menuju ke lokal lama. Jadilah kami memiliki dua ruang guru. Setidaknya satu mimpi telah terwujud.

 

 

 

 

 

 

Pose kami di depan kelas baru yang cantik

Pembagian Tugas yang Unik

Sekolah kami sejak tahun ajaran baru 2018/2019 menerapkan Lima Hari Sekolah (LHS). Untuk itu pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) baru berakhir pada pukul 15.00 setiap harinya. Untuk itu urusan perut harus kami perhatikan, baik untuk siswa maupun gurunya.

Setelah rapat dengan orang tua siswa disepakati siswa harus membawa bekal makan siang dan alat salat dari rumah. Ahamdulillah program makan siang bersama dan salat berjamaah kami jadwalkan untuk setiap harinya. Anak laki-laki mendapat jadwal salat berjamaah terlebih dahulu dengan imam seorang bapak guru. Sedangkan anak perempuan ,endapat jadwal makan siang bersama. Kedua program kami atur dengan rapi. Satu ruang kelas yang diajdikan perpustakaan kami jadikan tempat untuk salat berjamaah. Sedangkan untuk makan siang bersama kami tempatkan di serambi depan dua ruang kelas. Maka dari ujung ke ujung berbaris rapi anak-anak berhadapan untk makan siang bersama. Tentu untuk menjaga dan mengawasi program tersebut kami menugaskan guru- guru secara terjadwal.

“Lalu bagaimana dengan kita, Bu?” tanya pak Subhan.

“Nah, untuk itu sekolah tidak bisa menganggarkan sepenuhnya untuk konsumsi harian kita. Karena kita harus makan siang, bukan? Pastinya terlalu besar menyedot anggaran, dan itu tidak diperbolehkan. Paling bisa hanya pengadaan beras dan minyak serta gas. Ada ide?” tanyaku.

“Bagaimana kalau kita iuran saja, Bu?,” usul bu Mei.

“Ide yang bagus. Bagaimana yang lain?” tanyaku. Syukurlah, yang lain menyepakati sehari iuran 10 ribu rupiah untuk masak. Maka akan didapat 50 ribu rupiah dari lima PNS. Guru honorer tifak dibebankan. Kami rasa cukup untuk membeli bahan makanan sederhana untuk ngaliwet. (masak cepat dengan menu sederhana biasanya berupa ikan asin sambal dan lalapan serta lauk pauk lain,  dan dimakan di atas daun pisang memanjang yang digelar di lantai).

“Lalu siapa yang masaknya? Kalau harus meminta istri penjaga sekolah setiap hari, gak enaklah, merepotkan terus,” tanyaku.

“Gak apa-pa,Bu. Dia mah sudah biasa masakin buat kita kalau ada rapat-rapat,” ujar bu Tita.

“Ya, kalau untuk rapat kan paling 1 bulan sekali, bukan? Ini tiap hari. Terus upahnya harus dipikirkan juga,” kataku.

Semua bingung juga ketika memikirkan itu. Lalu aku mengajukan usul, “begini saja, tiap hari kan ada yang kosong jamnya, nah ia lah yang bertugas masak,”usulku.

“Saya siap,Bu,” seorang ibu guru menyambut baik. ‘’yang lain bagaimana?” tanyaku.

“Wah kalau saya mah bingung kalau harus masak mah,” kata pak Subhan sambil senyum-senyum.

“Atuh Kamu mah ga usah masak, pak Subhan. Biar kami-kami saja yang masak. Paling bantuin ngambil air keq, atau apa keq,” kata bu Tita.

“Siap-siap,”sambut pak Subhan.

“Bagaimana kalau begini. Kita, PNS ada lima orang bukan? Sementara ada lima hari memasak. Nah bagaimana kalau memasak dan iurannya pada keep, satu hari dalam satu minggu masing-masing dari kita iuran 50rb sekaligus belanja dan masaknya, untuk ibu-ibu, kecuali pak Subhan masak oleh ibu-ibu yang GTT,” usulku.

“Nah, setuju Bu. Dari pada nungguin iuran dari yang lain kan jadi lama,” sambut bu Tita.

Maka disepakatilah masing-masing dari kami menentukan hari yang kami akui sebagai jadwal memasak, termasuk aku sendiri siap memasak. Ternyata hari kamis tidak ada guru yang kosong mengajar, maka akulah yang masak. Tak apa-apa biar memotivasi teman-teman. Seperti itulah setiap harinya kehidupan kami di sisi lain di sekolah ini. Sungguh mencipatakan aura yang manis. Saling memuji masakan itu menjadi penghilang lelah setelah memasak. Tidak lagi ada jarak antara pimpinan dan bawahan dalam urusan ini. Kami saling bahu membahu agar program tetap terjaga.Kami makan siang pada jam istirahat pertama agar tidak mengganggu program salat dan makan bersama anak-anak.

( Bersambung)

Tinggalkan Balasan