Bagi seorang guru PNS, akan mendapatkan jabatan fungsional guru bila sudah memiliki sertifikat pendidik. Selama belum memiliki sertifikat pendidik, yang bersangkutan belum berhak mendapat jabatan guru. Lho? Terus gak disebut guru, dong?
Betul. Ia masih berstatus sebagai seorang fungsional umum, dengan beban kerja yang sama dengan seorang tenaga administrasi sekolah alias TU, walapun kesehariannya ngajar, lho. Koq, ribet yah? Memangnya aturannya seperti apa yah?
Ketika ia melamar menjadi CPNS guru, maka formasi yang ia isi adalah sebagai tenaga ahli pertama. Sebut saja Ahli Pertama Biologi, untuk lulusan keguruan pendidikan Biologi. Ahli Pertama Matematika, untuk lulusan Pendidikan Matematika, dan sebagainya. Jadi bukan ahli administrasi, bukan?
Ketika ia lulus CPNS dan mendapatkan SK PNS, tertulis di SK sebagai Guru Biologi Ahli Pertama, misalnya. Jadi jelas jabatan dan tugasnya memang sebagai guru. Hmm, pembaca pasti pusing baca uraian saya ini. Saya juga pusing, hehehe..
Maksud saya, lewat tulisan ini saya ingin mengemukakan rasa heran saya kenapa seorang guru yang belum bersertifikat pendidik belum memiliki jabatan guru, padahal di SK tertera sebagai guru. Gitu, lho.
Mari kita telusuri dasar hukum yang mengatur masalah di atas.
Dalam PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
NOMOR 16 TAH U N 2009
TENTANG JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA
yang dimaksud dengan:
1. Jabatan fungsional guru adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang
-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
2. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dalam Pasal 30 dinyatakan
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam Jabatan Fungsional Guru harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. berijazah paling rendah Sarjana (SI) atau Diploma IV, dan bersertifikat pendidik;
b. pangkat paling rendah Penata Muda golongan ruang Illia;
c. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian
<span;>Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan
d. memiliki kinerja yang baik yang dinilai dalarn masa program induksi.
(2) Pengangkatan Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengangkatan yang dilakukan untuk mengisi lowongan formasi Jabatan Fungsional Guru melalui pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil;
(3) Program induksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Kemudian Pasal 31 berbunyi:
Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Guru dilaksanakan sesuai dengan formasi Jabatan Fungsional Guru, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Pusat dalam Jabatan Fungsional Guru dilaksanakan sesuai dengan formasi Jabatan Fungsional Guru yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara;
b. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam Jabatan Fungsional Guru dilaksanakan sesuai dengan formasi Jabatan Fungsional Guru yang ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Dari pasal 31 jelas bawa Calon Pegawai Negeri Sipil guru diangkat dalam jabatan fungsional guru, begitu, bukan? Walaupun ia belum bersertifikat pendidik, tetapi ia diangkat sebagai CPNS menempati formasi jabatan fungsional guru. Nah, lho!
Seiring perjalanan tugas, karena ia dianggap belum menjadi tenaga fungsional khusus guru, maka ketika harus mengisi Sasaran Kerja Pegawai (SKP) , ia menggunakan format SKP fungsional umum, alias tenaga administrasi, kalau di sekolah, sama dengan struktural. Uraian beban kerjanya sangat tidak rasional. Poin-poin penilaiannya bukan menilai poin-poin yang dilakukan guru, tetapi garapan administrasi sekolah seperti yang dilakukan tenaga tata usaha. Padahal sehari-harinya ia melaksanakan tugas sebagai pendidik sesuai dengan SK-nya sebagai Ahli Pertama kualifikasi ilmu keguruannya.
Kepala Sekolah sebagai penilai capaian SKP, tentu dibuat bingung ketika harus memberi nilai untuk setiap poin yang tidak dilaksanakan, karena guru yang dinilainya itu bukan tenaga TU atau fungsional umum.
Demikian paparan saya, yang dibuat bingung ketika harus menilai seorang guru tetapi menggunakan SKP fungsional umum. Harapan saya, semoga yang berkompeten dapat memberikan penjelasan yang logis tentang masalah ini. Agar tidak terjadi pembunuhan karakter dalam penilaian kinerja guru. Terima kasih.
Salam literasi.
TERIMA AKSIH