Di SK itu tertulis nama sekolah baruku : SMPN Satu Atap 4 Cipanas. Tahukah Anda? SMPN Satu Atap 4 Cipanas adalah sebuah sekolah akses yang berada di sebuah desa terpencil di lereng gunung, tepatnya berada di kampung Gunung Haur. Bila berdiri di depan kantor kecamatan Cipanas, terlihat ada gunung yang paling tinggi, Di sanalah sekolah itu berada. Aku pernah mendengarnya dari rekan guru yang ditempatkan di sana, namu belum pernah ke sana.
Di sepanjang perjalanan pulang dari kantor Bupati, aku bertanya kepada rekan-rekanku tentang keberadaan sekolah itu, berapa jauh jarak dari rumah, dan bagaimana perjalanan ke sana. Ternyata jaraknya kurang lebih dua puluh kilo meter dari rumah, melewati hutan dan kebun-kebun, dengan medan tempuh yang terjal, jalan berbatu sejauh sepuluh kilometer ke arah sekolah. Waduh! Belum terbayang bagaimana caraku bisa berangkat setiap harinya ke sekolah baru itu. “Ya Allah, mampukan aku? “ bisikku dalam hati.
Sesampainya di rumah, suami dan anak-anak sudah menyambut dengan rasa penasaran. Lalu aku menceritakan semuanya tentang sekolah baruku. Bagiman cara berangkat ke sana tiap harinya? Karena tidak ada angkutan umum yang menuju ke sana, sedangkan aku tidak bisa mengendarai sepeda motor pun!
Mendengar hal itu suami dan anak-anakku berusaha menenangkan hatiku. Suamiku bilang pasti ada jalan, katanya.
“Ibu harus nyari driver yang antar-jemput dong?” kata si sulung.
“Coba cari info dulu barangkali ada guru di kampung kita yang ngajar di sana,” suamiku menimpali.
“Betul,Pak. Ibu mau cari info dulu tentang itu.” Sahutku.
Setelah tersambung dengan Kepala Sekolah yang akan kugantikan, didapat informasi bahwa tidak ada gurunya yang tinggal di kampung ini. Hmm… itu artinya harus mencari orang yang siap antar-jemput. Terbayang berapa ongkos yang harus dikeluarkan setiap bulannya. Biasanya tarif ojeg ke sana Rp 50.000,- sekali jalan!
Rupanya anak gadisku ikut mencari-cari cara bagaimana mengatasi permasalahn ibunya. Pada malam harinya ia mennyampaikan kabar gembira bahwa ada temannya ketika di SMA, Dede namanya, yang sanggup mengantarku. Kebetulan diaseorang motorcrosser , ia tidak bisa kuliah sehingga menganggur.
“Wah, ide yang bagus, Nak, Alhamdulillah.. Terus temanmu itu bisa komputer nggak? “ sambutku
“ Bisa, Bu. Dia juara lomba disain poster lho ketika SMA,” jawab anakku.
“Siip. Kalau begitu sekalian mengantar, mau dijadikan petugas tata usaha saja, kebetulan di sana belum ada tenaga TU katanya. Mudah-mudahan dia mau. Bisa nggak dia dipanggil sekarang?” kataku..
Tak lama setelah dipanggil lewat telepon, Dede pun datang ke rumah kami. Hasilnya sangat membuatku merasa lega. Betapa tidak, sekarang aku punya driver dan sekaligus tenaga Tata Usaha. Sehingga aku bisa optimis untuk menjalani hari-hari di sekolah baru itu. Kemudian diputuskan, keesokan harinya kami akan survey lokasi.
(Bersambung)
Kisah nyata semakin menarik. Selalu ada jalan ketika kesulitan. Menunggu kelanjutan kisah Kepala Sekolah diatas gunung.
Salam Literasi
Mohon bimbingannya Pak Haji, saya masih belajar berceeita hehe…
Wah keren tulisan dan kisahnya, pas banget diksinya. Sangat menginspirasi tuk bisa mengikuti jejaknya dalam dunia tulis menulis. Thanks.
Makasih banyak apresiasinya Pak Nana.. sy masih belajar dan belajar…