Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (21)

Terbaru51 Dilihat

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (21)

Bab. 21

Baiti Jannati..

Permasalahan yang muncul dalam PJJ tak selalu berasal dari kemalasan siswa. Ada kalanya masalah bermula dari hubungan keluarga yang kurang harmonis antara ibu dan ayah, atau orang tua dengan anaknya. Ketidakharmonisan ini menyebabkan sang anak merasa tidak percaya diri dan kehilangan motivasi untuk mengikuti pembelajaran. Dalam tulisan ini, saya mencoba memberikan contoh gambaran keluarga yang dimaksud.
Dari sekian banyak siswa yang menghindari PJJ, ada satu dalam catatan saya yang mempunyai kisah unik dan patut menjadi cerminan untuk hidup kita. Namanya Prima Satya. Kami biasa memanggilnya Prim atau Prime (seperti nama tokoh utama dalam film Transformers, Prime Maximus), hehe..Dia kelas IX sekarang. Sejak awal pembelajaran, Prim tak pernah aktif berpartisipasi. Hingga sampai pada pertemuan yang keempat di semester ganjil. ibunya mempunyai inisiatif untuk datang ke sekolah dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Prim.

Prim adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Ayahnya seorang kontraktor pembangunan jalan raya. Sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga biasa yang menyambi sebagai penjual kue bungkusan seperti roti atau aneka keripik. Sebenarnya, Prim adalah anak tirinya. Ibu kandungnya sudah cukup lama bercerai dengan ayahnya. Prim tinggal serumah dengan ibu sambung dan kakak laki-lakinya. Pekerjaan sang ayah yang sering berada di lapangan, menyebabkan kehadirannya jarang dinikmati bersama keluarga. Apalagi jika lokasinya jauh di luar kota. Hal inilah yang kemudian membuat Prim sering keluar rumah bermain dengan teman-teman gengnya seharian dan pulang larut malam. Begitu juga dengan kakaknya. Padahal, menurut ibu sambungnya, dia telah berusaha sebaik mungkin menjadi ibu buat keduanya. Semua keperluan selalu ibunya siapkan setiap hari. Mulai dari sarapan pagi, uang saku, makan siang, hingga makan malam.

Kebaikan ibu sambungnya tak disambut dengan kebaikan pula oleh kedua anaknya. Justru sebaliknya, mereka sering tak mengindahkan nasehat ibunya. Prim menjadi seorang pembangkang. Jika sudah demikian, jalan satu-satunya yang ibunya lakukan adalah menceritakannya pada ayahnya. Kepada ayahnya, Prim selalu mengalah. Dengan sedikit ancaman atau gertak sambal dari ayahnya, bahwa sekolahnya akan dihentikan jika ia terus membangkang dan malas belajar, Prim sejenak berubah menjadi penurut. Tapi itu tak berlangsung lama. Setelah ayahnya pergi ke lapangan, kembali keluar sifat aslinya.

Entah apa alasannya Prim dan kakaknya bersikap demikian. Sebagai seorang wanita, pastilah ibu sambungnya merasa tersakiti. Bagaimana tidak, dia telah merawat Prim sejak masih bayi. Tapi mengapa, setelah besar dan menjadi remaja abege, kelakuannya sangat mengecewakannya. Hanya bibinya, yang masih mendapat tempat di hati Prim. Pada bibinya, Prim sering curhat tentang kondisinya. Prim selalu menuruti apa yang disampaikan bibinya. Mungkin karena bibinya mengingatkannya pada ibu kandungnya. Jika ibu sambungnya merasa sudah tak tahan dengan sikap Prim, kalimat yang keluar dari mulutnya adalah, “Nanti Bunda kembalikan kamu ke ibumu dan tidak tinggal di sini lagi.” Prim hanya diam dan tak menggubris kalimat ibunya.

Seminggu kemudian, sang ibu kembali ke sekolah bersama Prim dan ayahnya, memenuhi panggilan saya sebagai walikelasnya dan guru BK. Awalnya, sangat sulit meminta ayahnya datang menemui kami. Tapi, setelah kami jelaskan pengaruh kehadirannya terhadap perkembangan belajar Prim, akhirnya ayahnya menyempatkan diri. Dari perbincangan di antara kami, terlihat komunikasi antara ayah, anak, dan ibu sambungnya kurang terjalin. Sepertinya, ayahnya selalu memarahi jika berada di rumah. Ayahnya menegaskan Prim untuk kembali mengikuti PJJ dan selalu menuruti perkataan ibu sambungnya. Diskusi kami berakhir dengan kesepakatan Prim akan ikut belajar daring. Ibu sambungnya merasa sedikit lega. Berharap Prim akan berubah menjadi anak baik dan rajin belajar.

Dari gambaran kisah di atas, dapat diambil pelajaran yang berkaitan dengan keharmonisan sebuah keluarga. Harmonisnya keluarga akan membuat anggotanya betah tinggal di rumah. Dalam Islam, kondisi ini sering disebut dengan Baiti Jannati, Rumahku adalah Surgaku. Ya, rumah tempat kita tinggal bersama keluarga, selayaknya dapat memberikan ketenangan dan kebahagiaan dalam kondisi apapun. Untuk mencapainya, dibutuhkan kerja sama antar anggota keluarga. Lalu bagaimana kita dapat menggapai Baiti Jannati?

Menurut Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag, Guru Besar UIN Sunan Ampel, dalam artikelnya yang berjudul, Baiti Jannati, Rumahku Surgaku, ada 3 akhlak utama yang harus diperhatikan untuk membangun Baiti Jannati, Rumahku Surgaku yaitu:

1. Komunikatif. Artinya, aktiflah berkomunikasi dengan Allah, orang tua, pasangan, mertua, dan putra- putri anda.

2. Apresiatif. Artinya, memperbanyak syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada pasangan. Hindari kebiasaan mengeluh, sebab itu tanda keimanan yang keropos dan mental yang sakit. Hargailah setiap jasa sekecil apapun.

3. Selektif. Artinya, pilihlah kata terindah untuk pasangan dan anak-anak. Jangan asbun (asal bunyi) tanpa berfikir akibat negatif dari kata yang diucapkan.Jangan pula astel (asal telan) semua informasi. Kita harus selektif terhadap informasi negatif tentang pasangan atau anak-anak.

Demikian kisah yang dapat saya tuliskan malam ini. Karena sudah larut dan mengantuk, saya akhiri saja sampai di sini. Semoga keluarga kita adalah yang termasuk dalam Baiti Jannati. Baik di dunia maupun di akherat, aamiin..

Subang, 21 Februari 2021

Salam persahabatan..

Tuti Suryati, S.Pd

SMPN 2 Subang



Tinggalkan Balasan

5 komentar