KMAA #19: BELAJAR ITU BUKAN DI MANA, TAPI BAGAIMANA

Ilustrasi: koinworks.com.

Waktu-waktu sekarang ini mulai menunjukkan akan kembalinya kehidupan normal. Kehidupan yang didambakan banyak orang setelah berlama-lama dicekik covid. Semua lini kehidupan mulai menggeliat. Covid mulai berangsur dilupakan dan tinggalkan.

Kantor-kantor telah membuka pintu lebar-lebar dengan segala kegiatannya. Para pegawai sudah mulai melenggang melewati rute yang sama yaitu rumah – kantor – rumah. Mereka mulai berkurang aktivitas bekerja dari rumah. Digantikan kesibukan dengan bekerja di kantor.

Demikian juga dengan lembaga-lembaga pendidikan. Mulai dari jenjang terendah hingga perguruan tinggi. Mereka telah belajar membiasakan diri kembali ke kelas. Yaitu belajar di sekolah yang ditemani para guru. Aktivitas belajar dari rumah yang menggelisahkan mulai berkurang. Malah berangsur ditinggalkan.

Sebagai contoh adalah hari ini, Selasa tanggal 7 September 2021 Kampus telah membuka diri. Ia mengadakan sebuah pertemuan dengan mahasiswa baru. Mereka menyebutnya: Program Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru. Tujuannya agar mahasiswa tidak asing dengan lingkungan barunya ketika belajar serius kelak.

Tadi pagi di halaman kampus UPG 1945 NTT, program itu dilaksanakan. Acaranya dimulai tepat jam 07.00 wita dan berakhir di pukul 10.00 wita kurang lebih. Acara ini dibuka secara resmi oleh Ketua BPH PB PGRI, Dr. Semuiel Haning, S.H., M.H.

Lalu pihak universitas menyerahkan para mahasiswa baru ini ke masing-masing fakultas. Kemudian dari fakultas diserahkan ke program studi masing-masing. Di sinilah mereka mengenal lebih dekat dengan situasi bidang keilmuan yang mereka pilih.

Di program studi inilah mereka bertatap muka secara langsung dengan para dosen. Yaitu pribadi-pribadi yang bakal menjadi gurunya. Orang-orang yang akan mendampingi mereka hingga tuntas pendidikannya. Di sinilah mereka akan menghabiskan delapan semester agar mencapai gelar sarjana.

Di Program Studi PJKR, sang ketua program yang mengendalikan acara. Sebagai komandan tertinggi ia menyampaikan visi misi program studi. Ia juga memberitahukan semua hal yang berkaitan budaya berpakaian, bersikap sikap dan budaya berpikir ilmiah. Yaitu segala apapun yang berhubungan dengan cara hidup mahasiswa PJKR.

Beliau mempersilakan masing dosen untuk memperkenalkan diri kepada para pendatang atau anggota baru. Yang perlu disampaikan adalah nama dan segala pernak-perniknya. Juga matakuliah asuhannya dengan segala kelebihannya. Serta spesialisasinya.

Akhirnya datang juga giliranku bercakap di depan kelas mahasiswa baru. Sebagaimana kebiasaanku kala mengajar, aku berdiri menghadap mereka. Setelah menatap merata ke semua peserta, aku minta mereka memberi tepuk tangan yang sangat meriah untuk prodi PJKR. Mereka bertepuk tangan hingga beberapa detik. Lalu hening.

Aku tidak memperkenalkan nama terlebih dahulu. Aku malah bilang begini pada mereka: “Belajar itu bukan di mana, tapi bagaimana!” Sesudah menyampaikan itu, aku diam. Aku biarkan mereka mencerna kata-kataku. Tapi tidak ada interaksi saat itu. Maka aku lanjutkan.

Belajar itu tidak penting apakah di kampus ternama atau yang belum dikenal. Tidak penting apakah di gedung mewah atau bangunan reyot. Tidak penting apakah di kota besar atau kampung kecil yang udik sekali. Belajar itu bukan masalah di mananya tapi bagaimananya.

Artinya walau Anda kuliah di kampus hebat tapi tidak belajar, Anda tak jadi apa-apa. Mungkin hanya pikul gelar. Jadi yang harus dilakukan adalah belajar sungguh-sungguh walau menempuh pendidikan di kampus yang belum dikenal luas. Sebab cara kita belajarlah yang membuat kita mampu menantang dunia dengan segala kepongahannya.

“Saya berharap Anda semua akan belajar sungguh-sungguh. Semoga yang ada di dalam ruangan ini menjadi orang-orang sukses karena cara belajar benar.” Lalu aku memperkenalkan nama serta matakuliah yang kuasuh. Aku pun pamit demi memberi ruang kepada dosen lain.

Sambil beranjak, nalarku mengingatkan aku akan hal ini: “Menulis juga sama. Gak perlu di mananya, tapi bagaimananya. Buktinya kamu. Walau di udik kampung Tilong, kamu tetap produktif menulis.” Mendengar bisikannya, aku melangkah dengan gagah kembali ke tempat duduk semula.

Tabe, Pareng, Punten!

 

Tilong-Kupang, NTT

Selasa, 7 September 2021 (16.55 wita)

Tinggalkan Balasan

2 komentar