Sebuah hari istimewa nan bersejarah untuk sosok yang saya kagumi, Prof. Richardus Eko Indrajit. Saya katakan sebagai kado Paskah terbaik bagi mentor, sahabat dan sekaligus orang tua saya. Hari ini, Sabtu, 10 April 2021, beliau menjalani wisuda S-3 Teknologi Pendidikan, Pascasarjana di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Predikat Sangat Memuaskan
Luar biasanya lagi, Prof. Eko meraih predikat kelulusan Sangat Memuaskan dengan Indeks Prestasi Akhir 4.00. Sangat bangga pada beliau yang berdiri sebgai salah satu lulusan terbaik UNJ tahun ini.
Hadir dalam wisuda beliau sang suporter sejati, istri tercinta, ibu Lisa A. Riyanto dalam balutan busana hijau ciri khas UNJ. Satu kali terdengar dari rektor UNJ, Prof. Dr. Komarudin, M.Si, membacakan sekelumit tentang wisudawan bahwa ada wisudawan yang telah menjadi seorang professor dan telah menajdi seorang rector. Wisudawan tersebut adalah Prof. Richardus Eko Indrajit.
Dari beliau saya belajar bahwa pendidikan, mencari ilmu kehidupan dan menuntut ilmu tidak mengenal usia dan tidak mengenal pula linearitas latar belakang pendidikan sebelumnya. Setiap bidang ilmu memiliki tempatnya masing-masing dalam kehidupan secara khusus dalam pendidikan.
Orasi Ilmiah
Prof. Eko berkesempatan menyampaikan orasi ilmiahnya dalam acara wisuda ini. Mengawali orasinya, beliau menyampaikan apresiasi untuk kakek ibu Lisa A. Riyanto, bapak R. Geraldus Daljono Hadisudibyo yang populer disapa pak Dal. Lagu Bintang Kecil adalah salah satu karya darinya.
Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Eko mengatakan bahwa ada hal yang luar biasa dalam pendidikan doktoralnya, yakni adanya pandemi Covid-19. Situasi ini melahirkan banyaknya permohonan dari guru-guru dari berbagai jenjang pendidikan, PAUD, SD, SMP hingga SMA, yang merasa kesulitan dalam menjalani model pembelajaran daring. Hasil pertemuan dengan para guru tersebut menjadi sumber ide untuk gagasan dari Prof. Eko dalam orasi ilmiahnya.
Cyber (siber) adalah arena maya (virtual) yang terbentuk karena bersambungnya jutaaan komputer yang ada di dunia. Di dalam arena siber, setiap individu secara bebas dan terbuka bisa terkoneksi dengan individu manapun di seluruh dunia tanpa ada batasan ruang dan batasan waktu. Pada saat yang sama setiap individu dapat mengakses berbagai konten imu pengetahuan dari berbagai sumber yang tersebar di seluruh dunia. Konten-konten tersebut mereka akses dalam bentuk teks, video, audio, maupun gambar dan multimedia.
Dalam laporan berjudul Digital 2021: The Latest Inside into The State of Digital, disebutkan bahwa dari total 274, 9 juta penduduk Indonesia, 170 juta telah menggunakan media sosial. Artinya ada 170 juta rakyat Indonesia adalah pengguna internet. Hal ini pun berarti bahwa penetrasi penggunaan internet di Indonesia telah mencapai 61,8%. Data menarik lainnya adalah jumlah nomor telpon yang ada di Indonesia melebihi jumlah total penduduk negeri ini. Artinya, setiap orang memiliki lebih dari satu nomor telepon. Ini menandakan dunia digital telah menjadi lifestyle di Indonesia.
Dengan demikian, rakyat Indonesia adalah mobile citizen, yaitu warga negara yang aktif bergerak dan beraktifitas dengan memanfaatkan perangkat teknologi yang bisa dibawa ke mana-mana, seperti notebook, gadget, smartphone, dsbnya.
Disrupsi Teknologi Pendidikan
Dalam kontek inilah terjadi disrupsi dalam dunia pendidikan akibat berkembangnya teknologi digital. Konsep adanya MOOCs, OER, Ubiquitous Learning, Mobile Learning, Open Education hanya sebagian konsep baru yang mengemuka setelah disrupsi teknologi di industry pendidikan.
Pendeknya, proses pembelajaran formal yang tadinya hanya dapat terlaksana dalam sekat-sekat satuan pendidikan, seperti ruang kelas dan sekolah; kehadiran teknologi telah membuat setiap individu dapat belajar kapan saja, dari mana saja, dan dengan cara apa saja, sesuai dengan kehendak sang pembelajar itu sendiri.
Sumber Belajar Tak Terbatas
Jika pembelajaran didefenisikan sebagai interaksi antara pendidik dengan peserta didik serta sumber belajar dalam sebuah lingkungan belajar, maka dalam dunia siber terjadi perluasan spektrum atau perluasan wilayah pembelajaran. Di mana konteks pendidik tidak hanya guru, melainkan semua guru yang bisa kita interaksikan, hubungi atau komunikasikan lewat siber.
Sumber belajar bukan hanya buku-buku di kelas, tapi semua sumber buku yang bisa kita temukan di manapun kita berada. Lingkungan belajar pun sudah tidak terbatas oleh sekat-sekat satuan pendidikan oleh karena dunia maya telah membuatnya tidak terbatas.
Fenomena Pembelajaran
Prinsip ini telah membawa tantangan bagi guru-guru masa kini. Ada lima fenomena menarik yang banyak dibicarakan dalam seminar-seminar online (webinar).
Fenomena pertama: Apa yang akan dilakukan seorag guru ketika semua materi yang diberikan di kelas telah ada semua di internet? Hampir semua materi ada di internet.
Fenomena kedua: Apa yang harus dilakukan seorang guru, ketika peserta didik mengatakan yang di internet cara mengajarnya lebih baik, lebih menarik, lebih detail, dan lebih mutahir.
Fenomena ketiga: Apa yang harus dilakukan oleh seorang guru masa kini, ketika sebelum masuk di kelas peserta didiknya sudah tahu lebih dulu materinya dari pada gurunya karena mereka sudah membaca materi lebih dulu dari sumber-sumber terbuka di internet.
Fenomena keempat: Apa yang harus dilakukan oleh seorang guru ketika dulu hanya belajar dari pukul delapan pagi hingga pukul satu siang? Sekarang belajar tidak mengenal waktu, 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
Fenomena kelima: Apa yang harus dilakukan seorang guru ketika pemutahiran ilmu terjadi setiap detik?
Dalam konteks pertanyaan teknologi pendidikan, fenomena tersebut disimpulkan dalam satu pertanyaan: Apakah yang harus dilakukan oleh seorang guru ketika semua materi yang ingin diajarkannya sudah ada di internet, diajarkan oleh orang lain dengan lebih menarik, di mana siswanya sudah belajar terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kelas, dan sang pembelajar telah mendalami materi tersebut melebihi gurunya dengan pengetahuan termutahir?
Ini adalah perenungan yang harus dijawab oleh guru Abad XXI. Kemudian, hal ini dipertajam oleh pandemi Covid-19. Ketika masih banyak guru menyangkal bahwa sebenarnya telah terjadi transportasi yang dipaksa oleh pandemi.
Pelajaran dari Pandemi
Pandemi telah mengajarkan kita agar kita harus selalu siap mengantisipasi hal-hal tak terduga yang akan terjadi di kemudian hari.
Kita berpikir bahwa e-learning secara massif baru akan terjadi di Indonesia setalah tahun 2040. Tapi, pandemi telah membawa masa depan itu datang lebih cepat dari waktunya, yaitu tanggal 16 Maret 2020. Semua layanan pendidikan menyelenggarakan pendidikannya secara daring dan secara massif. Guru telah menghadapi satu tahun berlalu sebuah fenomena “mendadak PJJ” yang tanpa perencanaan, tanpa persiapan, terburu-buru karena harus survive dari ancaman pandemi Covid-19.
Di luar masalah teknis ketersediaan jaringan internet dan kuota data, selalu ada keluhan dari guru-guru yang muncul setiap kali ada webinar. Para guru bingung cara interaksinya, bingung mengendalikan kelas, bingung menyampaikan materi, tidak tahu cara evaluasinya, bagaimana cara meningkatkan motivasi belajar karena smuanya tidak terlihat secara kasat mata, hanya terbatas pada layar monitor.
Cyber Pedagogy
Dalam konteks inilah guru-guru perlu dibekali konsep Cyber Pedagogy, yakni bagaimana menyelenggarakan proses pembelajaran yang engaging, menarik, interaktif dan menyenangkan dalam lingkungan siber (daring).
Hasil studi Prof. Eko di UNJ menunjukkan bahwa kunci keberhasilan pembelajaran daring adalah salah satunya guru memiliki kemampuan menguasai ilmu instructional design secara modern. Konsep instructional design modern dalam lingkungan daring dan berbasis pada aliran psikologi sibernetik harus dipelajari kembali, didalami, dikuasai dan diterapkan oleh guru-guru di Indonesia. Hal ini terutama mempersiapkan guru-guru memasuki era blended learning setelah pandemi berakhir.
Guru sebagai Arsitek Proses Pembelajaran
Peran guru-guru bukan hanya sebatas pengajar dan fasilitator tapi telah berubah menjadi seorang arsitek proses pembelajaran. Seorang arsitek rumah tidak perlu ikut mengaduk semen, menumpuk batu bata, atau memaku dinding, tapi rumahnya jadi sesuai dengan desainnya.
Sama halnya dengan seorang guru. Guru menetapkan tujuan pembelajaran dan dia menjadi seorang arsitek yang bisa membuat struktur pembelajaran, membuat bagaimana semua aktifitas pembelajaran dilakukan, distrukturkan dan diselenggarakan dengan sebuah strategi yang pada akhirnya mencapai tujuan pembelajaran.
UNJ Menjadi Pusat Penelitian Cyber Pedagogy
Sangat diharapkan ke depan bahwa UNJ akan menjadi pusat penelitian Cyber Pedagogy terbaik di Asia. Tidak mustahil pula UNJ akan menjadi kampus yang disegani di dunia oleh karena Cyber Pedagogy yang merupakan bagian dari Cybergogy sama-sama penelitiannya terlaksana di seluruh dunia setelah pandemi Covid-19 terjadi.
Pesan rektor UNJ dalam acara wisuda ini adalah kita harus menguasai teknologi revolusi industri 4.0., seperti augmented reality, machine learning, artificial intelligence, block chain, big data, robotic, dsbnya. Modal untuk melakukannya yaitu pemanfaatan teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan sangat penting perannya untuk memfasilitasi guru-guru dalam proses pembelajaran agar terjadi peningkatan performance yang signifikan, terutama dari kacamata sang pembelajar.
Saya mengakhiri tulisan ini dengan mengucapkan selamat atas wisuda doktoralnya hari ini, Prof. Eko. Salam sehat dan salam sukses.