Jamban sederhana berkualitas dan terjangkau. Sumber: Dok. Pribadi

Pentingnya Jamban

Jamban telah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia. Selain itu, jamban telah menjadi bagian dari indikator hidup sehat. Betapa tidak, jika tidak ada jamban di rumah kita, bisa terbayangkan kondisi lingkungan, bau tidak sedap, kualitas udara terganggu hingga kesehatan kita.

Warga Tanpa Jamban

Di sekitar tempat tinggal saya, tidak semua warga telah memiliki jamban. Artinya, untuk kebutuhan buang air besar, masih ada warga yang buang hajat di kebun sekitar rumah, sungai, dll. Seorang bapak, saya panggil bapak S, juga belum memiliki jamban. Di usianya yang sudah sangat tua, ia masih buang hajat di depan gubuknya. Ya, memang tak bisa terhindarkan darinya, kondisi hidup memaksanya demikian. Jangankan untuk membuat jamban, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya saja ia terbatas.

Kondisi pun seolah berjalan bersama dengan hidupnya. Selama puluhan tahun ia tinggal di kebun saudaranya, di pinggir hutan rakyat bersama pohon-pohon cengkeh. Tanpa tetangga, listrik, serta sarana memadai lainnya. Tambahan pula, tanah dan gubuk bukan milik bapak S, melainkan milik keluarganya. Ia hidup sebatang kara, tak punya istri apalagi anak. Dulu, jika saya pergi mengecek saluran air bersih, saya biasa membayakannya rokok, lauk, dan sesekali minuman bir. Ya, setiap kali menginjak halaman gubuknya, maka bau khas hajat yang kering oleh sinar matahari tercium dari segala penjuru. Ia sepertinya menikmati buang hajat di depan gubuknya itu.

Program Diakonia

Melalui program diakonia di gereja, tahun ini kami membuat program untuk melakukan bedah rumah bagi beberapa warga yang memiliki rumah tidak layak hini. Khusus untuk bapak S, oleh karena gubuknya di kebun sudah lapuk oleh usia dan hampir roboh, gereja membantunya membuatkan rumah layak huni. Oleh karena ia tak memiliki tanah sendiri, gereja pun memutuskan untuk membangun hunian untuknya di lokasi gereja. Hal ini tentunya gereja lakukan setelah kami berkonsultasi dengan keluarganya.

Proses pembangunan rumah berlangsung kurang lebih satu bulan. Bahan bangunan bersumber dari sumbangan warga gereja, termasuk pula perabotnya. Saat ini bapak S telah tinggal di rumah barunya tersebut. Kebutuhan pokok ekonominya ditanggung oleh gereja, seperti beras dan uang saku bulanan tersalurkan dari program diakonia gereja.

Hampir sebulan berlalu, bapak S menempati rumah barunya, namun belum ada jamban. Rapat di gereja pun memutuskan untuk memfasilitasi pembelian jamban. Setelah pulang ibadah hari ini, saya mengecek lokasi pembuatan jamban sederhana di sepanjang jalan dari gereja ke rumah. Ada satu toko penjual yang menyediakan. Saya pun memesan satu buah seharga Rp 250.000. Jamban ini telah saya antarkan dan siap untuk pemasangannya. Adapun lubang pembuangan telah dibuat warga jemaat beberapa waktu lalu, sehingga perkiraan esok hari, jamban ini segera selesai terpasang.

Tersedianya jamban ini sekaligus menandai selesainya salah satu pelayanan gereja kepada warga tidak mampu melalui program diakonia.

Tinggalkan Balasan