Topik 03 Jomblowan Tidak Lagi -04

Terbaru37 Dilihat

Topik 03 Jomblowan Tidak Lagi -04
“Berangkat, dulu, Bu”, Arfi berpamitan mengantar Estri ke kios percetakan skripsi di daerah Empang Tiga; ada beberapa tempat fotokopi tepatnya yang berderet sepanjang jalan. Agak sedikit ke Utara sebetulnya.
Lima menit di awal perjalanan ke percetakan, di dalam Taft, Estri memulai pembicaraan, “tadi ditanya oleh Abah”.
“Apa ya?” balas Arfi seraya tetap fokus mengendarai mobil, dan santai.
“Si Arfi itu mau apa dia?! Main ke rumah, bolak-balik! Serius atau main-main?!” lanjut Estri ketika ia memastikan Arfi mendengar seksama ucapannya.
“Ya, serius lah, Es. Tak ada lah niatan buat main-main, Es!”, tegas Arfi menanggapi keraguan Estri perihal hubungan mereka. Entah terlihat atau tidak, sepertinya hati Estri melonjak kegirangan, betapa bahagianya ia sore itu.
Ini terbukti, dari apa yang dilakukan Estri berikutnya. Ya, kalian tahulah. Mobil di parkir berseberangan dengan kios fotokopi. Diperlukan upaya menyeberang jalan.

Tahu apa yang terjadi?

Estri menggamit tangan Arfi seketika Arfi mengulurkan tangannya bergandengan menyeberang jalan. Dan itu, kali pertama mereka bersentuhan dengan ‘sengaja’. Kalian pasti tahu bedanya ‘sengaja’ dan ‘tanpa sengaja’! Ketika ‘tanpa sengaja’ bersentuhan, ada perasaan ingin memastikan, “benarkah ini?”, atau semacam itulah. Ada keraguan setengahnya, karena tak ada seorang pun ingin hatinya melambung ke langit, kemudian tiba-tiba terhempas ke bumi!
Kali ini berbeda. Ada ketentraman. Ada keteduhan. Nyata bagi Estri meyakini jawaban verbal Arfi menjelaskan semua yang tersamar dan tersirat selama ini. Puji Tuhan!

Dari sisi Arfi, tak ada bedanya. Dari sejak awal niat serius menjalin hubungan dilandasi oleh yang dalam bahasa agamanya, “Lillahi Ta’ala”. Di zaman itu, konsep ta’aruf tidak cukup populer di kalangan anak muda. Arfi mengupayakan konsep itu; dalam kadar yang dapat diterima oleh zaman. Arfi pernah mengenyam sedikit kajian agama sewaktu di awal kuliah. Dan jangan lupa, suasana keagamaan tercipta dalam diskusi-diskusi di kampus di zaman itu. Sedikit banyak, ini berpengaruh kepada bentuk seperti apa hubungan yang layak dijalani sebelum sepasang anak muda sampai di jenjang janji suci di hadapan Tuhan. Asaib raul! Luar Biasa!

Sepertinya, untuk kali yang ini, orangtua Arfi tidak terlalu ambil pusing.
“Sekolahmu dulu kau selesaikan, Fi!”, ibunya mengingatkan. Dulu! Sekarang? Mungkin situasinya sudah berbeda. Karena kini cerita ini berlangsung di keadaan Arfi sudah mengantongi status Mahasiswa Skripsi. Tahap akhir sebuah periode sekolah seorang anak. Tugas orang tua sudah hampir tiba di ujung cerita. Bahkan sudah melalui status mahasiwa: Alumnus.

Semenjak obrolan di dalam mobil itu, justru Arfi dihinggapi rasa cemas.
“Akankah tiba masanya saat di depan penghulu berdua dengan Estri?”
“Berhasilkah kah kami melewati semua hingga tiba saat itu?”
Itu semua kita akan nikmati di episode yang lain. Sekarang ini, status Arfi:
“Jomblowan? Tidak Lagi!”

Tinggalkan Balasan