Pagi-pagi sekali papah berangkat ke kantor. Dia menepati janjinya untuk menyimpan Rahasia pernikahannya dengan tante Rani. Dia berusaha untuk adil pada ke-dua istrinya. Namun tetap saja salah satu diantara mereka ada yang di korbankan.
“Rei… tolong temui Papah dikantor, ada yang mau papah bicarakan.”
“Baik Pah…” Reihan segera menutup telponnya.
Dia segera mengambil motor dan menyalakannya.
“Rei… mau kemana..? buru-buru banget ada apa..?” tiba-tiba Risma sudah berdiri di depannya.
“Hai… Ris, aku ada perlu sebentar..” jawab Reihan
“Bukankah hari ini kamu bimbingan..?” Risma mengingatkan.
“Iya… nanti aku balik lagi.”
Dengan tergesa Reihan mengendarai motornya keluar dari parkiran dan melaju di jalanan. Risma hanya melihatnya.
“Ada apa sepertinya penting banget, sudahlah…” Risma melanjutkan langkahnya.
Sesampai dikantor Reihan segera ke ruangan Papah. Diketuknya pintu dan melangkah masuk.
“Ada apa manggil Rei ke kantor?” tanya Reihan
“Rei tante Rani mau melahirkan, Papah ada meeting dengan client, tolong gantikan Papah, materi meeting sudah papah siapkan”, papah menunjuk berkas yang ada di mejanya.
“Tapi bukankah ada asisten papah yang bisa ganti?” Rei keberatan
“Tidak Rei… papah ingin kamu mulai belajar, asisten papah akan membantu, kamu hanya tinggal diam dengarkan dan setujui saja.”
“Baiklah, jam berapa meetingnya?”
“Jam 13.00 diruang meeting, masih ada waktu setengah jam lagi, sekretaris Papah sudah siapkan semuanya.”
“Baiklah Pah, Rei lihat dulu berkas-berkasnya.”
“Termakasih Rei.”
Reihan mengambil berkas-berkas yang menumpuk dimeja dan mempelajarinya. Sementara Papah meninggalkan kantor menjenguk tante Rani di Rumah Sakit.
Meeting dengan client sudah sering Reihan lakukan tapi untuk kali ini Reihan sendiri tanpa Papah. Reihan berharap semuanya bisa berjalan lancar.
Tepat jam 14.00 meeting selesai. Reihan bernapas lega. semuanya berjalan lancar. Reihan segera kembali ke kampus menemui pembimbingnya.
***
Siang itu Risma duduk gelisah di sebuah café tidak jauh dari kampus. Sesekali melirik jam di tangan. Dia menunggu seseorang disana.
“Sudah lama Ris?” Mamah menyapa Risma.
“Silahkan duduk tante, mau pesan apa?” Risma mempersilahkan.
“Terserah kamu aja, ada apa kamu meminta bertemu Tante di sini?” tanya Mamah penasaran.
“Begini Tante…. Beberapa waktu lalu saya ke rumah kakak di Bogor, kebetulan kakak bekerja di rumah sakit, pas saya kesana bertemu Tante Rani, kakak saya bilang dia sedang control kandungannya.” Risma berhenti dan meneguk minuman di depannya.
“Sebentar lagi melahirkan, katanya dia menikah dengan pak farid. Maaf tante bukankah nama suami tante juga pak Farid..? Apa mungkin pak farid suami Tante?” Risma menatap mamah.
Mamah menarik napas panjang. sebenarnya hatinya ragu namun berusaha untuk tenang.
“Oh… mungkin namanya saja yang sama, Tante yakin papahnya Reihan gak seperti itu.”
“Syukurlah saya hanya ingin menyakinkan saja Tante, maaf ya tante..”
“Ris… apa nama rumah sakit tempat kakak kamu bekerja?” tanya Mamah
“Rumah sakit Mitra Tante, ini alamatnya.” Risma mengeluarkan kartu nama dan memberikannya ke Mamah.
Setelah ngobrol-ngobrol dan minum Mamah pamit pulang. Hatinya mulai gelisah.
***
Mamah menatap laki-laki yang baru saja ke luar dari ruang bersalin. Hatinya begitu hancur setelah dia tahu kalau orang yang dijenguk suaminya adalah Tante Rani.
Mamah segera keluar dari Rumah Sakit. Dengan tergesa menuju parkiran, mengambil mobil dan segera kembali ke Jakarta. Sesampai di rumah segera menelpon Reihan dan memintanya segera pulang.
Reihan tiba di rumah. Dia segera menemui mamah dikamarnya.
“Ada apa Mah..?” tanya Reihan
Mamah menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya. Dia tidak menyangka kalau papah menikahi tante Rani. Reihan hanya terdiam.
“Mah.. apa mamah yakin kalau itu Papah?”
“Rei … mamah gak mungkin salah. Itu pasti Papah.”
“Mamah tidak mau di Madu, Papah harus memutuskan dia memilih Mamah atau Tante Rani.”
“Mamah sudah memikirkan akibatnya jika hal terburuk menimpa mamah?” Reihan menatap Mamah.
Mamah hanya terdiam. Dia tidak yakin apakah dia bisa menerima jika suaminya memilih tante Rani daripada dirinya. Namun dia juga tidak mau kalau membagi suaminya dengan tante Rani.
“Mamah sudah siap jika kemungkinan terburuk menimpa Mamah.”
Ucapan itu keluar dari mulut Mamah begitu saja. Walau sebenarnya hatinya ragu apakah dia benar-benar sanggup jika hal itu benar-benar terjadi. Bersambung
Penulis,
Yuningsih
NPA:10111300311
#menulis PGRI ke-22